Update Pasien Sembuh dan Positif Corona Terbanyak di Indonesia, Jakarta, Jatim, Jabar, Sulawesi

Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 merilis data pasien sembuh virus corona di beberapa provinsi di Indonesia.

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
covid19.go.id
Peta sebaran virus corona di Indonesia 2020 

TRIBUNJOGJA.COM JAKARTA - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 merilis data pasien sembuh virus corona di beberapa provinsi di Indonesia.

Data pada Sabtu (16/5/2020), untuk sebaran kasus sembuh dari 34 Provinsi di Tanah Air, DKI Jakarta tertinggi yakni 1.295.

Sulawesi Selatan 312, Jawa Timur sebanyak 302, Jawa Barat 262, Jawa Tengah 247, Bali 243 dan wilayah lain di Indonesia sehingga total mencapai 3.911 orang.

Dari data pasien sembuh itu maka Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mencatat jumlah penambahan kasus pasien sembuh menjadi 3.911 setelah ada penambahan 108 orang dan kasus meninggal menjadi 1.089 dengan penambahan 13 orang

Sedangkan data terkonfirmasi positif per Sabtu (16/5) pukul 12.00 WIB bertambah 529 orang sehingga totalnya menjadi 17.025.

“Konfirmasi COVID-19 yang kita dapatkan hari ini adalah 529 orang, sehingga menjadi 17.025 orang. Sementara yang sembuh meningkat 108 orang, sehingga totalnya adalah 3.911 orang. Yang meninggal 13 orang sehingga total menjadi 1.089 orang," ungkap Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Achmad Yurianto.

Berdasarkan data yang diterima Gugus Tugas, lima provinsi dengan angka kasus positif terbanyak adalah Provinsi DKI Jakarta dengan total kasus 5.881 disusul Jawa Timur sebanyak 2.105, Jawa Barat 1.618, Jawa Tengah 1.140, Sulawesi Selatan 917 dan wilayah lain di Indonesia sehingga total mencapai 17.025 orang.

Wilayah Lain

SUMATERA SELATAN Jumlah Kasus : 458 (2.7%)

SUMATERA BARAT Jumlah Kasus : 396 (2.3%)

KALIMANTAN SELATAN Jumlah Kasus : 370 (2.2%)

NUSA TENGGARA BARAT Jumlah Kasus : 365 (2.1%)

PAPUA Jumlah Kasus : 350 (2.1%)

BALI Jumlah Kasus : 346 (2.0%)

KALIMANTAN TIMUR Jumlah Kasus : 253 (1.5%)

KALIMANTAN TENGAH Jumlah Kasus : 227 (1.3%)

SUMATERA UTARA Jumlah Kasus : 202 (1.2%)

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Jumlah Kasus : 194 (1.1%)

SULAWESI TENGGARAJumlah Kasus : 189 (1.1%)

KALIMANTAN UTARA Jumlah Kasus : 153 (0.9%)

KALIMANTAN BARAT Jumlah Kasus : 131 (0.8%)

KEPULAUAN RIAU Jumlah Kasus : 116 (0.7%)

SULAWESI UTARA Jumlah Kasus : 114 (0.7%)

SULAWESI TENGAH Jumlah Kasus : 113 (0.7%)

PAPUA BARAT Jumlah Kasus : 102 (0.6%)

RIAU Jumlah Kasus : 95 (0.6%)

MALUKU UTARA Jumlah Kasus : 88 (0.5%)

JAMBI Jumlah Kasus : 79 (0.5%)

SULAWESI BARAT Jumlah Kasus : 75 (0.4%)

LAMPUNG Jumlah Kasus : 66 (0.4%)

MALUKU Jumlah Kasus : 62 (0.4%)

BENGKULU Jumlah Kasus : 56 (0.3%)

NUSA TENGGARA TIMUR Jumlah Kasus : 47 (0.3%)

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Jumlah Kasus : 29 (0.2%)

GORONTALO Jumlah Kasus : 23 (0.1%)

ACEH Jumlah Kasus : 18 (0.1%)

Akumulasi data tersebut diambil dari hasil uji spesimen sebanyak 182.818 yang dilakukan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di 61 laboratorium dan Test Cepat Melokuler (TCM) di 9 laboratorium.

Sebanyak 135.726 orang yang diperiksa didapatkan data 17.025 positif dan 118.701 negatif.

Kemudian untuk jumlah orang dalam pemantauan (ODP) menjadi 269.449 orang dan pasien dalam pengawasan (PDP) menjadi 35.069 orang. Data tersebut diambil dari 34 provinsi dan 386 kabupaten/kota di Tanah Air.

Gerakan Pakai Wajib Bermasker

GERAKAN MEMAKAI MASKER. Sejumlah pengguna jalan  mengenakan masker saat melintas mdi jalan Margo Utomo, Kota Yogyakarta, Jumat (15/5/2020). Pemda DIY mencanangkan geraakan memakai sebagai salah satu upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 dan akan menerapkan sanksi sosial bagi yang tidak menggunakan masker.
GERAKAN MEMAKAI MASKER. Sejumlah pengguna jalan mengenakan masker saat melintas mdi jalan Margo Utomo, Kota Yogyakarta, Jumat (15/5/2020). Pemda DIY mencanangkan geraakan memakai sebagai salah satu upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 dan akan menerapkan sanksi sosial bagi yang tidak menggunakan masker. (Tribunjogja.com | Hasan Sakri)

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta resmi mencanangkan gerakan wajib memakai masker di Yogyakarta untuk mengurangi penularan virus corona.

Namun program itu disebut tidak akan berarti apa-apa tanpa dibarengi dengan kesadaran dari masyarakat Yogyakarta.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Wilayah DI Yogyakarta, dr Joko Murdiyanto, mengatakan hingga saat ini masyarakat hanya bisa dikenakan langkah persuasif.

Namun, dia menegaskan masyarakat perlu dipaksa menggunakan masker sebelum menjadi budaya.

“Nggak apa-apa dipaksa untuk yang baik. Caranya dengan 5A, yaitu dipaksa, terpaksa, lama-lama menjadi bisa, terbiasa, dan jadi budaya. Mungkin satu dua bulan lagi kalau kita keluar nggak pakai masker itu rasanya ada yang kurang, seperti nggak pakai helm,” ujar Joko saat dihubungi Tribunjogja.com , Sabtu (16/5/2020).

Joko menyayangkan saat ini masih banyak terlihat orang di jalanan yang tidak memakai masker.

“Orang keluar gampang tidak pakai masker. Itu nantang namanya. Bagi dia mungkin enteng, tapi bagi orang lain mungkin membahayakan. Sekarang itu kita harus hidup secara bersama-sama,” jelas Joko.

Dia menjelaskan, hidup kita dalam bermasyarakat saat ini tidak akan sama dengan satu atau dua tahun lalu.

“Ini hidup yang baru, kita dipaksa oleh Covid. Hidup seperti ini bisa bertahun-tahun belum selesai. Bukan hanya sebulan dua bulan. WHO (badan kesehatan dunia) sudah bilang demikian,” tuturnya.

Joko menambahkan, bagi orang yang menolak memakai masker berpotensi menularkan virus kepada keluarga dan orang dekatnya. “Orang yang ngeyel tadi keluarganya bisa kena, tetangganya kena,” ungkapnya.

Oleh karena itu, dia menyerukan masyarakat untuk mematuhi, mengikuti, dan disiplin terhadap protokol pencegahan Covid-19 yang ditetapkan pemerintah.

“Hidup mati itu sudah ditentukan sebelum kita lahir. Tapi sebagai manusia harus berusaha yang optimal, caranya dengan melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), physical distancing (jaga jarak), jangan berkumpul dan bekerumun, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir,” pungkasnya.

Apa Kata Pakar Kebijakan Publik?

Guru besar Ilmu Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Erwan Agus Purwanto menyampaikan pandangannya terkait hal ini.

“Saya kira itu sangat baik, ya, agar transmisi Covid-19 di DIY bisa dikendalikan. Sehingga segera bisa dicapai transmisi nol secara berturut-turut 14 hari yang menandakan bahwa Covid-19 sudah bisa dikalahkan di DIY,” ujarnya saat dihubungi Tribunjogja.com , Sabtu (16/5/2020).

Ditanya apakah perlu menerapkan sanksi denda bagi masyarakat yang tidak memakai masker, menurutnya, mekanisme untuk membuat masyarakat patuh tidak harus dengan denda.

“Akan tetapi menumbuhkan kesadaran bahwa kalau kita ingin segera kembali hidup normal pasca Covid (atau sekarang disebut new normal), maka seluruh komponen masyarakat harus berkontribusi,” tambahnya.

Dalam hal ini, sambung Erwan, memakai masker harus kita tumbuhkan sebagai norma baru, seperti orang harus memakai pakaian pantas kalau keluar dari rumah. Sehingga memakai masker ketika keluar rumah harus kita tanamkan dalam benak masyarakat sebagai kepantasan baru.

“Sebab dengan memakai masker berarti individu berkontribusi bagi kesehatan dirinya, orang lain, dan masyarakat,” imbuhnya.

Dia menambahkan, untuk itu peran tokoh masyarakat dan tokoh agama sangat sentral dalam mengajak masyarakat untuk menyukseskan gerakan memakai masker ini.

Di dalam Undang-Undang No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dijelaskan tentang sanksi bagi orang yang tidak mengindahkan protokoler kesehatan Covid-19.

Ditanya mengenai UU tersebut, menurut Erwan, dimungkinkan saja jika UU tersebut dijadikan payung hukum, namun tidak akan mudah mencapai tujuannya bila tanpa didukung kesadaran masyarakat.

“Tidak mudah menegakkan aturan tanpa dukungan kesadaran masyarakat. Jumlah masyarakat yang diawasi dengan jumlah Satpol PP yang menjadi instrumen penegakan aturan tersebut sangat tidak sebanding. Dalam kasus PSBB (pembatasan sosial berskala besar) saja kita tahu tidak mudah menegakkan aturan, apalagi daerah yang belum memberlakukan PSBB,” jelasnya.

Dia menyimpulkan, kesadaran masyarakat adalah hal terpenting dan paling efektif bagi kondisi masyarakat DIY.

“Jadi kesadaran masyarakat menjadi akan lebih efektif dan lebih berdampak daripada pendekatan legalistik tersebut. Ajak tokoh-tokoh masyarakat dan agama menggaungkan hal ini. Saya duga itu akan lebih efektif bagi DIY,” pungkasnya. ( Tribunjogja.com | Maruti Asmaul Husna )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved