Mutiara Ramadhan

Pendidikan yang Menguatkan Anak Bangsa

Guru harus menjadi pencerah, karena ilmu yang diberikan adalah cahaya: kreativitas hadir, potensi makin berkembang, inovasi diri tiada henti

Tribunjogja.com | Rendika Ferri K
Santri-santri lanjut usia dari Pondok Pesantren Sepuh di Masjid Agung Payaman, Kabupaten Magelang, tengah mengaji ayat suci Alquran, Kamis (9/5/2019). 

Oleh: Muyassarotul Hafidzoh, M.Pd, (Guru dan Koordinator Divisi Litbang PW Fatayat NU DIY)

2 Mei adalah Hari Pendidikan Nasional. Kali ini peringatan Hardiknas tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Kita sedang diuji dalam menghadapi wabah pandemic covid 19. Siswa belajar di rumah dan proses belajar mengajarpun beralih menggunakan media online. 

Namun, salah satu persoalan serius dunia pendidikan kita adalah kualitas pendidikan yang belum sama, apalagi di perbatasan Indonesia. Mereka yang di daerah terbelakang atau mereka yang sedang dalam posisi sulit ekonomi, tentu saja ada hambatan yang serius untuk mendapatkan akses Pendidikan layak saat ini. 

Kita tahu Bersama bahwa pendidikan adalah hak dasar (fundamental right) untuk semua anak, bahkan untuk segala situasi apapun (in all situations) tanpa ada diskriminasi (non discrimination) karena ini untuk pembelajaran dan pengembangan sumber daya manusia. Amanah Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Pasal 31 ayat (1) mengatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan. 

Lembaga pendidikan harus semangat menggugah potensi dan prestasi siswa, dalam kondisi apapun. Ini bisa dilakukan, menurut KH. Sahal Mahfudh (1994) mengajarkan pengetahuan sejak awal, sesuai dengan kebutuhan.

Prestasi yang dapat dilihat adalah munculnya para alumni yang mendapat legitimasi dari masyarakat. Mereka dinilai tangguh dan mampu mengembangkan dirinya di bidang keilmuan, juga memiliki kepekaan tinggi terhadap masalah sosial dan lingkungan.

Menggugah prestasi harus dilakukan dengan penuh kesungguhan. Guru menjadi ujung tombang, karena sentuhan tangan guru menjadikan siswa mampu menggali potensi yang ada dalam dirinya.

Guru harus menjadi pencerah, karena ilmu yang diberikan adalah cahaya: kreativitas hadir, potensi makin berkembang, inovasi diri tiada henti, dan prestasi mengalir secara alami. 

Pemerintah juga harus membantu guru agar bisa tetap maksimal di tengah kondisi yang sulit saat ini. 

“Jasmerah” Soekarno

Bangsa yang sukses adalah bangsa yang mengenal betul sejarah bangsanya. Karena itu presiden pertama kita Ir. Soekarno selalu mengatakan Jasmerah (Jangan sekali-kali melupakan sejarah). Dan lembaga pendidikan adalah sejarah pendidikan bangsa ini. 

Sekolah/madrasah sudah sejak dulu memiliki prinsip kemandirian, perpijak pada budaya lokal dan memiliki karakter dalam pengembangan kurikulumnya. Lulusan dari sekolah yang berbasis lokal sudah sejak dulu merambah dunia internasional.

Jika Bung Hatta dan kawan-kawan terbang ke Belanda, maka Kiai Hasyim Asy’ari dan banyak kiai lain belajar ke Timur Tengah. Bahkan banyak ulama Indonesia yang menjadi guru besar di sana, seperti Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syekh Baqir al-Jogjawi, Syaikh Khotib Sambas dan lainnya.

Banyak teladan yang dapat kita ambil dan ikuti dari para ulama dan cendekiawan terdahulu. Terutama nilai akhlak dan karakter bangsa yang melekat. Itu yang kemudian Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa  ing ngarso sung tulodo. 

Pendidikan itu menguatkan kita semua, dalam level apapun dan dalam kondisi bagaimanapun. Lantas bagaimana dengan kondisi saat ini?

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved