Wabah Corona

Di Masa Pandemi, Penggunaan Alat Digital yang Intens Memicu Stres, Batasi Waktu Menatap Layar

Mau tidak mau banyak aktivitas yang harus beralih ke dalam platform digital selama pandemi Covid-19. Baik itu urusan pekerjaan, sekolah, kuliah, berbe

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Ari Nugroho
ukat.co.uk
Ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL – Mau tidak mau banyak aktivitas yang harus beralih ke dalam platform digital selama pandemi Covid-19. Baik itu urusan pekerjaan, sekolah, kuliah, berbelanja, dan sebagainya.

Kondisi yang tidak biasa ini membutuhkan antisipasi dari setiap individu agar tidak menjadi pemicu stres. Yang selanjutnya dapat menurunkan imunitas tubuh hingga gangguan fisik.

Kepala Centre for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi UGM, Diana Setiyawati mengatakan penggunaan alat digital di luar kondisi wajar saat ini sangat berpotensi menimbulkan gangguan psikis dan fisik.

Mengenal Relawan Digital Covid-19 di Yogyakarta, Sosok di Balik Layar corona.jogjaprov.go.id

“Sekarang ini jadi susah untuk membatasi, semua pakai digital,” ujarnya kepada Tribunjogja.com, Kamis (30/4/2020).

Diana menjelaskan setidaknya ada tiga hal yang memicu stres dari penggunaan alat digital.

“Satu, terkait digital literasi. Artinya sumber stres itu dari sisi memanfaatkan, mengkritisi sumber, dan mengatur agar tidak kecanduan,” tuturnya.

Menurutnya, keterampilan memanfaatkan alat digital termasuk dalam literasi digital.

“Banyak orang stres karena nggak mampu memanfaatkannya. Banyak pihak yang sebetulnya belum siap, baik itu guru, dosen. Yang kurang terbiasa (menggunakan teknologi) bisa stres karena tidak tahu cara memanfaatkan,” paparnya.

Kemampuan memanfaatkan teknologi yang kurang ini, menurut Diana, selain berimbas pada orang yang bersangkutan juga memberi dampak pada orang lain.

“Misalnya guru atau dosen jadi hanya memberi tugas saja, lalu dikumpul malamnya. Tanpa pernah ada penjelasan. Bikin stres bagi dia sendiri yang tidak bisa memanfaatkan dan juga rekan kerja atau muridnya,” ungkap Diana.

Selain itu, orang menjadi tidak bisa mengkritisi konten juga menjadi sumber stres tersendiri. Sebab berbeda antara yang disampaikan langsung dan melalui media digital.

Yang kedua, lanjut Diana, adalah terkait penggunaan alat digital yang berlebihan.

Pentingnya Edukasi Masyarakat yang Tidak Memiliki Akses Digital Terkait Covid-19

“Screen time (waktu menatap layar) harusnya dibatasi, dampaknya langsung ke mata dan tubuh. Banyak orang secara fisik tidak banyak bergerak. Akibatnya banyak yang mengeluh karena masalah fisik,” ungkapnya.

Diana mengungkapkan ada suatu jurnal yang menemukan bahwa selama bekerja dari rumah (WFH) ini banyak orang yang sama sekali tidak melakukan aktivitas fisik. “Kalau biasanya kan berinteraksi, jalan dari satu tempat ke tempat lain,” imbuhnya.

Menurutnya, screen time untuk anak ialah 2-3 jam sehari. Sebab, anak masih perlu banyak bergerak. Sedangkan, orang dewasa juga ada batasnya tersendiri.

“Kalau ditanya screen time ideal, tergantung konteks dan konten. Intinya belum ada kesepakatan. Tetapi sudah ada penelitian kalau berlebihan dapat berisiko ke obesitas, dan lain-lain,” jelasnya.

Penyebab stres yang ketiga, lanjut Diana, ialah internet dan gadget itu sendiri.

“Internet nggak lancar misalnya. Banyak tempat yang meski ada pulsanya jaringannya nggak bagus. Itu juga sumber stres. Atau dia nggak punya gadget yang memadai itu juga sumber stres,” bebernya.

Sementara, tambah Diana, cara mengatasi stres yang bisa dilakukan diri sendiri di antaranya tetap melakukan aktivitas fisik.

“Kalau fisik, harusnya ada regulasi diri untuk berolahraga. Yang disarankan berbagai situs kesehatan termasuk WHO itu tetap olahraga, berjemur,” urainya.

“Selain itu, pembatasan screen time, ada jeda setiap berapa jam. Jeda tidak melihat layar. Harusnya ada lembaga-lembaga yang membuat kampanye tentang hal ini. Misalnya, setiap duduk berapa jam harus stretching,” sambungnya.

Di samping itu, perlu menetapkan prioritas kegiatan yang memang penting memakai alat digital. “Kurangi yang tidak penting. Perbanyak membaca buku yang tercetak, diskusi dengan anak. Kalau anak-anak bisa bermain yang semacam lego itu,” pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved