Update Corona di DI Yogyakarta
Sebanyak 26.497 Debitur di DIY Ajukan Restrukturisasi
26.497 debitur dengan nilai pinjaman sebesar Rp 2,7 triliun di DIY mengajukan restrukturisasi hingga Jumat (24/4/2020).
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jumlah debitur di DIY yang mengajukan restrukturisasi hingga Jumat (24/4/2020) tercatat sebanyak 26.497 debitur dengan nilai pinjaman sebesar Rp 2,7 triliun.
Kepala OJK DIY, Parjiman menjelaskan bahwa kebijakan mengenai stimulus perekonomian nasional pada masa pandemi ini tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan nomor 11/POJK.03/2020.
"OJK ikut merasakannya juga sehingga keluarlah kebijakan stimulus ini. Maksudnya adalah untuk memberikan keringanan kepada nasabah atau debitur, baik debitur bank maupun pembiayaan dan industri keuangan yang lain sehingga keringanan ini dapat memberi dampak pada perekonomian dan stabilitas ekonomi sehingga tidak turun drastis," ungkapnya, saat Rapat Koordinasi Penanganan Tanggap Darurat Bencana Covid-19 di DIY di DPRD DIY, Selasa (28/4/2020).
• OJK Mendukung Penggabungan Usaha PT Bank Banten dan Bank BJB
Parjiman menjelaskan, untuk fasilitas kredit di bawah Rp 10 miliar, termasuk UMKM, penilaian pada satu pilar saja yakni ketepatan pembayaran pinjaman pokok dan tunggal.
Perlu diketahui bahwa pada normalnya, ada tiga pilar dalam penentuan kredit yakni prospek usaha, kondisi debitur, dan ketepatan pembayaran pokok.
"Debitur terdampak Covid-19 hanya pada satu pilar, baik pokok dan tunggal sesuai perjanjian kredit. Dimaksudkan agar debitur tidak tercatat bermasalah atau memiliki fasilitas yang bermasalah, sehingga apabila yang bersangkutan mengajukan kredit ke tmpt lain, recordnya tetap bagus," ujarnya.
Terkait restrukturisasi kredit, lanjutnya, bagi debitur yang terdampak Covid-19 dipersilahkan mengajukan restrukturisasi, baik pada perbankan maupun industri keuangan lain.
"Pariwisata, transport, perhotelan, pertanian hampir semua terdampak. Kami tidak batasi sektornya. Bila terdampak bisa minta restrukturisasi pemberi kredit," ucapnya.
• Solidaritas Pangan Jogja Bagikan Nasi Bungkus Gratis di Tengah Wabah Virus Corona
Lebih lanjut, Parjiman mengatakan ketentuan OJK mengatur 6 skim yang bisa dilakukan yakni penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan tunggal, penyertaan kredit dijadikan penyertaan modal sementara, dan penambahan fasilitas.
"Terkait penundaan, harus selektif pada UMKM terutama informal. Pada pedagang harian, temen-temen yang sifatnya pekerja harian, itu dapat kebijakan terkait penundaan. Penundaan ini tergantung kemampuan industri karena industri beda-beda kemampuannya, ada yang bisa penundaan 6 bulan. Tapi kemampuan leasing tidak sama, ada yg modal kuat, ada yg untuk operasional saja susah. Itu yang terjadi di lapangan," urainya.
Ia pun mengharapkan pelaksanaan strukturisasi mengacu konsep kehati-hatian.
Perbankan yang mengerti karakter debitur masing-masing.
OJK menyerahkan implementasi kebijakan di masing-masing industri.
"Kami regulator tidak mencampuri. Monggo disesuaikan," bebernya.
Terkait masih ada perbankan yang menarik unit kendaraan, pihaknya mengimbau untuk sementara, pada masa Covid-19 jangan menggunakan debt collector.
• OJK Keluarkan Peraturan Terkait Penanganan Dampak Covid-19
"Mungkin juga ada missed informasi biaya restrukturisasi biaya admin, tapi saat ini sudah tidak ada. Kami sampaikan tidak ada informasi biaya yang angkanya memberatkan," ucapnya.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY Hilman Tisnawan menjelaskan setiap bank memiliki kemampuan berbeda.
Ia menjelaskan bank besar memiliki kemampuan yang mumpuni terhadap kebijakan restrukturisasi. Namun persoalannya di DIY banyak bertebaran BPR.
"Ini jangan-jangan restrukturisasi tidak mampu. Secara makro, bank di DIY (kemampuan restrukturisasi) maksimal 20 persen. Kalau lebih dari itu, dia mengalami masalah. Kita membantu debitur, kalau bank menjadi bermasalah nanti sama saja," tuturnya.
Hilman mengatakan, kredit tersebut sumbernya adalah dana masyarakat.
Kebijakan restrukturisasi adalah untuk menunda debitur membayar ke bank.
• Bank Masih Tunggu Juknis Kebijakan Stimulus OJK
"Kami menghitung dengan kondisi DIY, dengan kemampuan modal mereka, maka laba yang diperoleh maksimal dihitung 20 persen," ujarnya.
Ia menambahkan, di DIY yang terpukul dasyat adalah sektor pariwisata, perhotelan, dan pendidikan.
"Ini juga harus kita lihat seberapa lama mereka bisa bertahan. Kami juga menghitung UMKM terdampak. Sejak akhir Maret, masyarakat DIY hanya memiliki tabungan bertahan hidup 1-6 bulan, kebanyakan 3-6 bulan. Bahkan ada masyarakat sekitar 20 persen tidak punya tabungan. Ketika kegiatan tidak dilakukan, mereka terdampak. Harusnya tindakan atau intervensi harus seger dilakukan," terangnya.
Bila pandemi ini berakhir di Mei, Juni, dan Agustus akan sangat berbeda.
Ia telah memisahkan dampaknya kepada masyarakat yang secara langsung terdampak, dan perusahaan yang jadi penopang.
"Hitungan kami, anggaplah Juni Juli Agustus masih mampu. Perhotelan saja sudah mayoritas merumahkan karyawan. Kalau tidak bangkit kami khawatir gelombang PHK itu yang harus diwaspadai. Dampaknya virusnya sendiri tidak seganas dampak ekonominya," ungkapnya.
• OJK dan SRO Jaga Keberlangsungan Aktivitas Perdagangan Bursa Efek
Pimpinan Cabang PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Cik Di Tiro Yogyakarta Teguh Aribowo menjelaskan bahwa pihaknya telah mengaplikasikan kebijakan tersebut dalam bentuk menurunkan bunga dan perpanjangan jangka waktu kredit.
"Restrukturisasi kredit ini, BRI melakukan assessment dengan kemampuan bayar nasabah. Jadi kita assessment satu per satu nasabah sesuai kemampuan. Kita berikan 'obat' yang sesuai industrinya. Kalau kita sama ratakan, tidak sesuai," ujarnya.
Ia membeberkan, di BRI Cok Ditiro melakukan 24.000 restrukturisasi debitur dengan nilai Rp 2,1triliun.
Terkait penundaan, pihaknya melakukan hingga 12 bulan, penurunan bahkan pembebasan tunggakan sesuai hasil assessment.
Selanjutnya, terkait penalti pihaknya melakukan assessment apakah penalti muncul dari dampak Covid-19 atau karena nasabah memanfaatkan kesempatan saja.
"Nasabah yang memanfaatkan Covid-19 kita kaji kembali. Tapi yang terdampak benar, kami berikan keringanan bahkan penghapusan. Harapan kami, kita sama-sama proaktif. Tidak hanya nasabah tunggu didatangi bank. Nasabah yang bersangkutan sekian ratus ribu, pegawai kami terbatas, ini juga jadi kendala," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)