Kisah Inspiratif
Ingat Kematian, Seniman Yogyakarta Dendangkan Puisi Sambil Siapkan Tanah Kuburnya Sendiri
Merits Hindra merayakan hari ulang tahunnya dengan membaca puisi di makam Seniman Girisapto, Imogiri, Bantul.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Perayaan Hari Ulang Tahun biasanya diperingati dengan penuh suka cita dan gembira.
Namun tidak bagi Merits Hindra.
Seniman Yogyakarta itu justru merayakannya dengan membaca puisi di makam Seniman Girisapto, Imogiri, Bantul.
Puisi yang dibaca berjudul "Pulang" karya Muhammad Boy Rifa'i, pendiri kampung wisata Watu Lumbung.
Meritz Hindra dikenal luas sebagai seniman teater.
Syahdan, dia membaca puisi dengan pengkhayatan dalam.
• Seniman Asal Magelang Tukar Lukisan dengan Sembako, Bantu Warga Terdampak Corona
Suaranya terdengar serak, bergetar, saat melafalkan kata demi kata.
Diiringi gitar, intonasi suaranya tinggi namun sesekali melemah, seperti pasrah tak bertenaga.
"Hari ini tekad ku nyatakan. Yaa Tuhan, disinilah tempat aku pulang," ucap Meritz.
Lalu, tangannya mengorek tanah, mempersiapkan pusara yang akan ditempatinya kelak, ketika menutup mata.
Ya, Merits membaca puisi khusus untuk mengingatkan dirinya pada kematian.
Karena menurut dia, ketika berbicara tentang kelahiran pasti bicara tentang kematian.
Adanya kematian, berawal dari kelahiran.
Begitu juga sebaliknya.
Sebab itu, tanggal 22 April, bertepatan dengan perayaan hari ulang tahunnya ke-71, dia sungguh-sungguh meminta izin kepada Direktur Art Gallery Sapto Hudoyo, Yani Sapto Hudoyo, agar kelak ketika tutup usia, dirinya bisa dimakamkan di komplek makam seniman Girisapto.
Meritz mengaku ingin sekali bisa dimakamkan di Girisapto.
• Solidaritas Pangan Jogja Bagikan Nasi Bungkus Gratis di Tengah Wabah Virus Corona
Pertimbangannya, menurut dia, karena tempatnya luas dan sepi.
Terlebih, disana terdapat makam para seniman terdahulu yang dianggapnya sebagai guru.
Seperti misalnya, ada makam maestro lukis Sapto Hoedojo, kemudian Tedjo Mulyo, GM Sudarta dan Kusbini (pencipta lagu nasional, bagimu negeri).
"Kalau dimakamkan disini. Insya Allah, saya bisa bertemu dengan guru dan seniman lainnya," ucap dia.
Direktur Art Gallery Sapto Hudoyo sekaligus istri mendiang Sapto Hoedojo, Yani Sapto Hudoyo, secara khusus mengizinkan kepada Merits Hindra, agar kelak ketika pulang keabadian, bisa dimakamkan di komplek makam Girisapto.
Menurut Yani, seniman yang dimakamkan di Girisapto adalah seniman besar yang mendarmabaktikan dirinya untuk daerah dan negara.
Meritz dinilai sebagai seniman yang karya karyanya luar biasa.
Yani mengaku senang, karena Meritz seniman besar yang memiliki sumbangsih untuk daerah dan negara.
• Menanti Pameran Tunggal Srihadi Soedarsono, Seniman Berusia 90 Tahun
"Mas Merits adalah seniman besar yang tidak ada duanya. Mendedikasikan hidupnya untuk teater," ucap Yani.
Meritz Hindra adalah seniman yang lahir di Surakarta, 22 April 1949.
Nama aslinya adalah Hindrarto.
Hampir separo hidupnya didedikasikan untuk teater.
Meritz muda, mengawali karir keaktoran di dunia teater pada dekade tahun 1971an, saat belajar di Asdrafi Yogyakarta.
Lalu, tahun 1972, bersama Azwar AN, mendirikan teater Alam dan tak lama kemudian bergabung dengan sanggar bambu.
Tahun 1978, Meritz memilih hijrah ke Jakarta. Ia mengenyam pendidikan di LPKJ/IKJ Jurusan Teater.
Lalu mendirikan Sanggar Lakon bersama Hendra Cipta, dan Teater SS.
Wilayah yang digarap Meritz adalah seni peran dan sutradara.
• Kisah Seniman Difabel yang Setia Tekuni Kerajinan Barongsai di Kota Magelang
Tak heran, dia sering bermain sebagai aktor dan penyutradara.
Sebagai aktor, ia pernah terlibat dalam lakon-lakon terkenal, antara lain, di Bakhil (moliera), Obrok owok2 - Ebrek ewek2 (Danarto), dan Caligula (Albert Camus).
Dia juga pernah bermain di Abang Thamrin dari Betawi (Asrul Sani), Bawang Merah Bawang Bombay (Remmy Sylado), Bunga Semerah Darah (Ws Rendra) dan Republik Reptil (Radhar Panca Dahana).
Meritz merupakan sosok yang sudah banyak makan asam garam kesenian.
Selain sebagai aktor, dia juga menyutradarai lakon, di antaranya, Mega-Mega (Arifin C Noor), Pinangan (Anton Chekov) dan Malam Jahanam (Motinggo Busye).
Setelah sekian lama di Jakarta, tahun 2011, Meritz memutuskan pulang ke Yogyakarta.
Hingga saat ini, seniman dengan ciri khas rambut putihnya yang panjang itu aktif berkesenian di Kampung Edukasi Watu Lumbung, Parangtritis, Bantul. (TRIBUNJOGJA.COM)