Kisah Warga Borobudur Sulap Limbah jadi Produk Ekspor, Sukses Ciptakan 1970 Jenis Kerajinan

Kisah Warga Borobudur Sulap Limbah jadi Produk Ekspor, Sukses Ciptakan 1970 Jenis Kerajinan

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Hari Susmayanti
Rendika Ferri Kurniawan
Seniman dan perajin dari Dusun Jowahan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Nuryanto (46) membuat aneka ragam kerajinan yang terbuat dari limbah, bernilai ekonomi tinggi. 

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Sampah maupun limbah menjadi masalah yang serius di masyarakat.

Sampah baik dari industri hingga rumah tangga, banyak dibuang ke lingkungan, tanpa pengolahan, menyebabkan lingkungan menjadi tercemar.

Padahal jika diolah dengan baik, tidak hanya akan mengurangi dampak pencemaran, tetapi juga bisa menjadi barang bernilai ekonomi tinggi.

Seperti yang dikerjakan oleh seniman dan perajin dari Dusun Jowahan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Nuryanto (46).

Ia membuat aneka ragam kerajinan yang terbuat dari limbah seperti potongan kayu, kaca, batu dari industri, bahkan bekas kaleng minuman yang dibuang di tempat sampah.

Di tangan Nuryanto, limbah-limbah tak berguna tersebut disulap menjadi bermacam-macam jenis kerajinan.

Mulai dari gantungan kunci, perhiasan atau jewelry, hiasan dinding, multicast atau kotak-kotak perhiasan yang ditempel limbah, suvenir atau cenderamata untuk kantor-kantor dan sekolah-sekolah.

Total ada 1.970 item kerajinan yang telah tercipta.

"Berawal dari banyaknya wisatawan ke Borobudur. Di satu sisi ekonomi naik, tetapi banyak membuang limbah, entah itu botol, kaleng minuman, plastik dan lainnya.

Kami bekerja sama dengan pemulung dan pengepul untuk mengumpulkan itu, kemudian bahan-bahan itu dibentuk menjadi berbagai kerajinan seperti hiasan kulkas, gantungan kunci, aksesori kalung, dan cendera mata.

Barang-barang yang terbuang kalau dikelola akan menghasilkan," ujar Nuryanto, saat ditemui di Galeri Kerajinan Lidiah Art Borobudur.

Memeriahkan Tahun Baru Cina, SD Tarakanita Bumijo Gelar Pementasan Barongsai

Nur pun bercerita bagaimana dia terjun di bidang kerajinan.

Sejak kecil, sejak masih duduk di bangku SMP, ia sudah menyukai prakarya.

Ia selalu mendapatkan nilai yang bagus untuk mata pelajaran prakarya. Di luar jam sekolah, ia pun terampil membuat peranti yang terbuat dari bambu, kayu dan bahan lainnya.

Saat Nur melihat banyak wisatawan berkunjung ke Candi Borobudur, saat itu pula ia melihat peluang.

Nur kemudian membuat mainan anak-anak dari kaleng susu bekas dan menjualnya di kawasan candi pada saat hari libur. Di luar ekspektasi, produk kerajinannya diminati oleh wisatawan di Candi Borobudur.

"Sepulang sekolah, selama seminggu, saya membuat kerajinan dari kaleng susu, mainan anak dan menjualnya di candi pas libur. Dulu masih malu berjualan, saya cuma duduk di bawah pohon, memamerkan produk. Ternyata banyak yang menanyakan karena seniman kriya di Borobudur saat itu masih sedikit," kata pemilik Omah Mbudur tersebut.

Nur pun terus menggeluti bidang kerajinan. Setahun ia terpaksa berhenti bersekolah di SMP Muhammadiyah Borobudur, untuk berkarya dan berjualan produk kerajinan di Borobudur. Selepas lulus, ia sempat merantau ke Tangerang, bekerja di pabrik.

Lalu banting setir ke Jogja. Di sana, ia magang di PPG. Setelah itu, ia magang lagi di sekolah tinggi pariwisata di Bali.

Baru sekitar tahun 1999, Nur membuat kerajinan di Magelang, tepatnya di Dusun Jowahan, Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Waktu itu Nur dibantu istrinya, Fitiryanti, untuk membuat produk kerajinan. Istrinya sampai rela keluar dari pekerjaannya dan membantu usaha kerajinan yang dirintis pertama kali itu. Ia juga memberdayakan anak-anak desa setempat untuk membuat kerajinan.

"Dulu hanya ada dua karyawan, sekarang tahun 2020 sudah ada 40 orang. Total jumlah produk kerajinan yang tercipta 1.970 item.

Mulai dari gantungan kunci, jewelry, hiasan dinding, multicast, suverir untuk kantor dan sekolah favorit pun ada. Pasar kami dari dalam negeri, hingga luar negeri seperti Singapura, Malaysia, hingga Riyadh," tutur pria kelahiran Magelang tersebut.

Berbagai produk kerajinan yang dihasilkan oleh Nur terbuat dari limbah atau pun sampah tak berguna. Nur bekerja sama dengan para pemulung atau pengepul yang ada di sekitar kawasan wisata Candi Borobudur.

Limbah-limbah yang terkumpul adalah kaleng minuman, potongan kaca, kayu, batu dari pabrik mebel atau toko besi.

Salah satu produk kerajinan yang dibuat dari limbah yakni gantungan kunci. Ia menggunakan kaleng bekas minuman untuk membuat hiasan dekoratif dari gantungan kunci.

Kaleng bekas itu digunting hingga berbentuk lempengan alumunium. Lempengan itu dipress menggunakan besi yang telah diukir sebagai model cetak.

Lempeng yang telah dihias itu ditempel di atas alas berupa potongan kayu. Potongan kayu yang dipakai berasal dari limbah industri mebel. Untuk finishing, gantungan kunci yang sudah hampir jadi, dilapisi cairan bening yang saat kering akan mengeras seperti kaca.

"Kayu kami ambil dari sisa mebel. Kaca kecil di toko besi. Biasanya ada pecahan kaca yang kecil hasil potongan dibuang di gudang. Kami ambil dan potong dengan ukuran 10x10 sentimeter. Pecahan kaca itu kemudian diolah," tutur Nur.

Produk kerajinan buatan Nur banyak diminati dari pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pasar dalam negeri seperti Palembang, Lombok, Bali, Sulawesi, Jakarta dan banyak daerah lainnya.

Pasar luar negeri seperti Singapura, Malaysia, sampai Riyadh. Harganya mulai dari Rp 3.000 sampai Rp 15 ribu, tergantung jenis kerajinannya. (Tribunjogja/Rendika Ferri Kurniawan)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved