Redesain Jalan Tol Yogyakarta-Solo di Kawasan Monjali untuk Jaga Sumbu Imajiner

redesain jalan tol yang sebelumnya elevated (melayang) di atas ringroad utara inu dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga dan BPJT

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
earth.google.com
Kawasan Monumen Jogja Kembali (Monjali ) 

Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) menargetkan desain tol Yogya-Solo yang direvisi menjadi atgrade bisa selesai secepatnya. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Tol Yogya-Solo pun menyebut minggu pertama Januari 2020 sudah keluar desain terbarunya.

Trase Tol Yogyakarta-Solo di wilayah Yogyakarta
Trase Tol Yogyakarta-Solo di wilayah Yogyakarta (Tribunjogja.com | Santi Ari)

"Untuk saat ini, desainnya belum keluar. Targetnya, mudah-mudahan minggu pertama sudah keluar," ujar PPK Satker Pelaksana Jalan Bebas Hambatan (PJBH) Tol Yogya-Solo, Totok Wijayanto kepada Tribun Jogja, Jumat (20/12/2019).

Totok mengatakan, redesain jalan tol yang sebelumnya elevated (melayang) di atas ringroad utara inu dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga dan BPJT. Totok menyebutkan, untuk perubahan desain di kawasan Monjali ini akan sepanjang satu hingga dua kilometer.

"Perhitungan sementara redesain ya sekitar 1- 2 kilometer, nanti kita lihat desainnya seperti apa. Yang jelas, ada garis imajiner yang tidak bisa ditabrak ya," urainya.

Selain mengenai garis atau sumbu imajiner yang khawatir ditabrak, ada beberapa pertimbangan perubahan desain itu, antara lain terkait keselamatan lalu lintas.

Perubahan desain ini, kata Totok, jalan tol akan mulai dibuat menurun pada jarak 1 kilometer dari arah timur dan mulai naik atau melayang lagi pada jarak 1 kilometer ke arah barat.

Nantinya, titik turun dan naik ini juga akan disesuaikan dengan perempatan jalan.

Perubahan desain ini tentu saja akan berdampak pada semakin banyaknya lahan yang akan dibebaskan dengan panjang desain at grade sekitar dua kilometer.

Apalagi, sebut Totok, akan ada jalan melingkar setengah lingkaran karena jalan nasional menjadi jalan tol.

"Jadi harus ada gantinya kira-kira seperti itu. Kalau sudah jadi desainnya nanti kami berikan informasi lebih lanjut," ujar Totok.

Disinggung adanya penggeseran jalan eksisting lantaran perubahan desain ini, Totok membenarkannya.

Dia menyebut otomatis ada pergeseran jalan di sisi kanan dan kiri untuk penambahan jalan ini.

Totok mencontohkan jika sebelumnya mungkin hanya 10 meter, kemungkinan bisa bertambah jadi 20 meter.

"Tetapi, kami belum tahu hasilnya ya, kanan berapa dan kiri berapa karena ada jalan setengah lingkaran. Untuk kemungkinan ada underpass kami juga belum tahu persis dan harus dikaji lebih lanjut, " urainya.

Adapun untuk perhitungan at grade dan elevated memang tidak jauh berbeda.

Hanya memang konstruksi elevated jauh lebih mahal dibandingkan dengan atgrade.

Sebelumnya, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X meminta desain ulang jalan tol Yogya-Solo yang elevated atau melayang di atas ringroad utara.

Hal ini lantaran Sultan HB X meminta agar pembangunan jalan tol ini tidak melanggar garis atau sumbu imajiner di kawasan Monuman Jogja Kembali (Monjali).

“Saya yang mengusulkan untuk desain diubah dari elevated menjadi atgrade di kawasan tersebut,"

"Tidak boleh pakai elevated harus didesain ulang,” kata Sultan HB X.

Membaca Makna Garis Imajiner Merapi, Keraton Yogyakarta Hingga Laut Kidul

DPRD DIY Dukung Redesain Tol Elevated di Ringroad Utara

Sultan mengatakan, karena pemerintah pusat melalui Kementrian Pekerjaan Umum, Energi dan Sumber Daya Mineral sudah setuju untuk redesain konstruksi ini, maka di kawasan Monjali akan dibuat atgrade.

Sultan menyebutkan, konstruksi atgrade ini berkisar antara 400 hingga 800 meter.

“Ya sekitar 400 hingga 800 meter saja. Kira-kira dari timur 200 meter, kemudian ke barat 200 meter yang penting titik imajinernya tidak rusak. Ini justru bisa jadi pintu masuk dan keluar tol juga,” ulasnya.

Kepala Dinas Perhubungan DIY, Sigit Sapto Raharjo menjelaskan, redesain jalan tol Yogya-Solo ini perlu karena untuk menjaga sumbu imajiner Yogya.

Meskipun, nantinya dimungkinkan ada pembebasan lahan untuk pelebaran jalan.

"Ya, istimewanya Yogya karena ada sumbu imajiner yang harus dijaga, " katanya.

Sigit memaparkan, nantinya redesain ini akan memberikan dampak pelebaran jalan. Sehingga, ada pembebasan lahan.

"Perlu pembebasan dan ada pergeseran atau pelebaran jalan. Mungkin di kanan atau di kiri jalan existing," urainya. 

Lahan Pertanian

Papan keterangan terkait larangan alih fungsi lahan pertanian di Gamping, Sleman
Papan keterangan terkait larangan alih fungsi lahan pertanian di Gamping, Sleman (Tribun Jogja/ Alexander Ermando)

Proyek pembangunan tol sepanjang 22 km tersebut pun dipastikan hanya sedikit berdampak pada lahan warga.

Kepala Dinas Pertanian, Pangan, dan Perikanan (DP3) Sleman Heru Saptono mengatakan dampak pada lahan pertanian pun hanya sedikit.

"Hanya sekitar 38 hektare lahan pertanian yang kena jalur tol. Secara umum itu tidak mengganggu produktivitas pangan," kata Heru di Balai Penyuluh Pertanian, Pangan, dan Perikanan (BP4) Pakem, Selasa (17/12/2019).

Heru menjelaskan, sedikitnya dampak pada lahan pertanian di Sleman lantaran konstruksi jalur tol yang dibuat elevated alias melayang.

Struktur ini juga meminimalisir dampak pada lahan milik warga.

Selain itu, pihak DP3 Sleman juga sudah mengeluarkan Perda bahwa lahan pertanian seluas 18,434 hektare sebagai lahan pangan berkelanjutan.

Artinya lahan tersebut tidak boleh dialihfungsikan dalam bentuk apa pun.

Peruntukannya murni sebagai penopang kebutuhan pangan di Sleman.

"Lahan tersebut dibagi dua kategori, dimana zona inti seluas 17 ribu hektare dan sisanya sebagai zona cadangan," jelas Heru.

PPK Pengadaan Tanah Tol Yogyakarta-Solo Totok Wijayanto sebelumnya menyampaikan bahwa sesuai instruksi Gubernur DIY, jalur tol dibuat melayang.

Sebab selain meminimalisir dampak pada lahan pertanian, jalur tol juga diharapkan tidak memecahkan pemukiman warga yang sudah terbentuk.

"Selain itu, jalur tol juga tidak boleh melintasi kawasan situ budaya sehingga strukturnya dipilih melayang," kata Totok. ( Tribunjogja.com | Ais | Alex )

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved