Cerita Jam Dinding yang Berhenti Berdetak Saat Awan Panas Merapi Menerjang

Letusan pada fase erupsi tahun 2010 ini menyapu sejumlah desa yang ada di sisi selatan lereng Merapi, dan salah satunya adalah Dusun Petung

Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.com | MONA KRIESDINAR
Salah satu koleksi di Museum 'Sisa Hartaku' berupa jam dinding yang jarumnya menunjuk ke angka tepat ketika awan panas menerjang kawasan Dusun Kopeng 2010 silam 

Mungkin itulah kalimat yang tepat untuk melukiskan daerah Kopeng ini.

Setelah luluh lantak diterjang awan panas, daerah ini sekarang menjadi daerah tujuan wisata dari berbagai daerah, mulai dari wisatawan domestik maupun mancanegara.


Foto Tahun 2012 : Rumah-rumah dibiarkan, ditinggalkan penghuninya paskaletusan Gunung Merapi (TRIBUNJOGJA.com/Mona Kriesdinar)

Maklum saja, peninggalan – peninggalan reruntuhan bangunan itu, menarik disaksikan untuk mendapatkan secuil cerita yang tersisa dari bencana yang telah menghancurkan ribuan pemukiman penduduk di kawasan lereng merapi tersebut.

Saat disambangi pada tahun 2012 lalu, bekas - bekas kusen pintu dan jendela yang terbakar masih tampak jelas dengan meninggalkan jelaga dan kayu yang sudah menjadi arang.

Beberapa diantaranya sudah habis sama sekali sehingga hanya meninggalkan tembok - tembok rumah yang retak di sana sini berhiaskan jamur yang menghijau.


Foto Tahun 2012 : Kayu yang terbakar masih berada di tempatnya semula ketika awan panas merapi menerjang (TRIBUNJOGJA.com/Mona Kriesdinar)

Sementara di bagian dalam rumah - rumah itu, kini penuh dengan rerumputan hijau yang sudah menutupi hampir semua bangunan yang ada.

"Ini seperti laboratorium hidup, serasa berkunjung ke Chernobyl, bedanya ini disebabkan karena gunung api," jelas Ahmad Tedi Kurniawan, seorang wisatawan asal Bogor, Jawa Barat yang kebetulan tengah berkunjung ke daerah itu.

Adapun di daerah ini, tak hanya ada bekas - bekas bangunan yang hancur saja, tapi juga bisa ditemukan museum swadaya yang dirintis Sriyanto, seorang warga Dusun Petung RT 2 RW 5.

Ia memanfaatkan bekas rumahnya yang telah hancur untuk membangun museum yang sangat sederhana yang bernama "Museum Sisa Hartaku".


Foto Tahun 2012 : Museum 'Sisa Hartaku' milik Sriyanto di Dusun Kopeng (TRIBUNJOGJA.com/Mona Kriesdinar)

Museum ini ternyata sangat diminati para wisatawan. Wajar saja mereka bisa menyaksikan benar-benar bagaimana dahsyatnya erupsi merapi.


Foto Tahun 2012 : Wisatawan berkunjung ke museum 'Sisa Hartaku' (TRIBUNJOGJA.com/Mona Kriesdinar)

Namun begitu, ia memiliki koleksi yang cukup lengkap yang berasal dari harta bendanya yang hancur akibat awan panas.


Foto Tahun 2012 : Sriyanto memperlihatkan bekas tempat air yang berkarat tertimbun abu merapi (TRIBUNJOGJA.com/Mona Kriesdinar)

Mulai dari bekas botol yang meleleh, dokumen - dokumen, pakaian, peralatan rumah tangga, gelas, piring, uang logam yang meleleh, sendok yang juga sudah meleleh serta pakaian - pakaian yang sudah hangus sebagian.


Foto Tahun 2012 : Pesawat televisi meleleh akibat terjangan awan panas merapi (TRIBUNJOGJA.com/Mona Kriesdinar)

Di antara ratusan buah harta bendanya itu, Sriyanto memilih dua peninggalan yang menurutnya memiliki arti paling penting dalam hidupnya.

Meliputi kerangka sapi utuh miliknya serta satu buah jam dinding yang menunjukan angka pukul 12 lebih 5 menit 40 detik hari Jumat 5 Nopember 2010.


Foto Tahun 2012 : Jam dinding saksi letusan Gunung Merapi (TRIBUNJOGJA.com/Mona Kriesdinar)

Jam dinding yang ditemukan dalam posisi terbalik dibawah lapisan pasir merapi itu, mengabadikan saat awan panas menghancurkan kawasan ini.

Jarum jam masih menunjuk waktu yang tepat dalam kondisi meleleh terbenam pada bagian dinding jam.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved