4 Fakta Angin Kencang di Wilayah Lereng Merapi, Ratusan Warga Mengungsi hingga Penjelasan BMKG
Kawasan yang diterjang angin kencang berada di kawasan lereng Merapi terutama di kecamatan Pakis, Sawangan, Ngablak dan Kajoran Kabupaten Magelang
4 Fakta Angin Kencang di Wilayah Lereng Merapi, Ratusan Warga Mengungsi hingga Penjelasan BMKG
TRIBUNJOGJA.COM - Bencana angin kencang menerjang wilayah lereng Merapi di Magelang, Minggu (20/10/2019) malam. Selain itu angin kencang juga melanda kawasan Selo Boyolali, Senin (21/10/2019).
Kawasan yang diterjang angin kencang berada di kawasan lereng Merapi terutama di kecamatan Pakis, Sawangan, Ngablak dan Kajoran Kabupaten Magelang.
Bahkan di Kabupaten Magelang sejumlah warga harus mengungsi lantaran angin kencang masih terjadi hingga hari ini, Senin (21/10/2019).
Berikut deretan fakta yang dihimpun Tribunjogja.com, terkait angin kencang yang terjadi di lereng Merapi.
1. Ratusan warga mengungsi

Ratusan warga Desa Ketundan, Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, yang mengungsi ke Balai Desa Ketundan akibat bencana angin kencang ini. Warga dusun terpaksa mengungsi ke balai desa setempat pada Senin (21/10/2019) karena angin yang tak kunjung reda.
Ada sekitar 447 KK dari tiga dusun di Desa Ketundan yang mengungsi, yakni 180 KK Dusun Kiyudan, 130 KK Dusun Krembyungan, dan 137 KK Dusun Kecitran.
Sementara itu di Dusun Kecitran, tetap tinggal di dusun setempat.
Plt Kepala Desa Ketundan, Daryono, mengatakan angin kencang terjadi pada Minggu (20/10/2019) malam sekitar pukul 19.00 WIB, dan membuat rumah warga rusak.
Warga pun mengungsi pada Senin (21/10/2019) pagi tadi, sekitar 06.30 WIB, karena angin masih terus terjadi dan sampai sekarang belum reda.
"Sempat terjebak warga karena jalan tidak bisa dilewati. Pepohonan di pinggir jalan roboh. Warga pun mengungsi ke balai desa setempat. Ada tiga dusun yang mengungsi. Mereka mengungsi ke balai desa, karea tempatnya strategis," kata Daryono, Senin (21/10/2019) ditemui di Balai Desa Ketundan.
Daryono mengatakan, angin kencang terjadi sejak pukul 19.00 WIB, Minggu (20/10/2019) malam.
Tidak ada pertanda dan angin tiba-tiba bertiup kencang. Akibatnya rumah warga rusak. Kerusakan pada bagian genteng dan asbes rumah.
Dari pendataan desa, ada tiga rumah roboh di Dusun Kecitran karena sudah sudah kondisi tua.
Kemudian di Dusun Semampiran ada satu kandang roboh.
Kemudian ada lima rumah yang rusak bagian atap asbes hilang, dan 35 rumah yang rusak.
Tidak ada korban yang terluka pada kejadian ini. Warga mengungsi dibawa dengan kendaraan ke balai desa setempat.
2. Melanda Selo Boyolali

Angin kencang juga melanda Kecamatan Selo Boyolali, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang dan di lereng sebelah barat-barat daya dan tenggara Merapi.
Angin kencang mengakibatkan debu-debu tebal beterbangan hingga menutupi pandangan mata.
3. Angin kencang bersifat lokal
Kepala Stasiun Klimatiogi Mlati Yogyakarta, Reni Kraningtyas mengatakan angin kencang yang terjadi di kawasan Merapi bersifat sangat lokal.
Sebab selain mengacu kepada konsentrasi wilayah kerusakan, kecepatan anginnya pun berbeda dengan dataran rendah lainnya dimana di lereng Merapi mencapai 80 km/jam (skala fujita) sedangkan pengukuran di Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta 16 km/jam.
"Angin di lereng Merapi berhembus cukup kencang secara lokal, lebih kencang pada malam hari.
4. Dipicu erupsi

Ada dugaan peningkatan aktivitas Merapi juga memicu kejadian bencana lokal angin kencang seperti ini.
"Erupsi yang terjadi pada 14 Oktober dan diikuti guguran lava pada 15 Oktober, menyebabkan suhu permukaan di kawasan puncak Merapi meningkat. Hal itu menyebabkan tekanan udara di wilayah lain cukup rendah," jelas Kepala Stasiun Klimatiogi Mlati Yogyakarta, Reni Kraningtyas, Senin (21/10/2019).
Sementara hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang terjadi pada Minggu (20/10) dipicu oleh anomali aliran angin lembah.
Angin mengalir dari lembah ke gunung yang membawa udara dingin dan lembab, sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan Cumulonimbus (Cb) di lereng pegunungan.
Angin lembah biasanya terjadi siang hari saat bagian dengan dataran yang lebih luas dan lebih rendah telah mendapat pemanasan matahari yang cukup.
Di areal pegunungan, dimana secara umum puncak gunung suhu udara permukaan biasanya lebih dingin di bandingkan daerah di lereng maka sirkulasi udara lokal cenderung bergerak turun (angin gunung).
Tetapi pada saat kondisi di tempat lebih panas di bagian atas, maka sirkulasi lokal itu dapat berbalik sehingga menyebabkan angin lembah (dari atas ke bawah) menjadi lebih kuat dari biasanya.
"Pada topografi tertentu, oleh pengaruh bentuk lereng dan permukaan pegunungan, angin lembah itu dapat membentuk pusaran pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil seperti yang terjadi di Kecamatan Selo Boyolali pada Senin 21 Oktober 2019 pagi," tutupnya. (TRIBUNJOGJA.COM)