Jawa

Minimnya Rumah Sakit, Jadi Hambatan Pengembangan Destinasi Wisata Super Prioritas Borobudur

Padahal fasilitas kesehatan seperti rumah sakit ini sangat diperlukan bagi pelayanan wisata dan untuk standar wisata kelas internasional.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Ari Nugroho
Istimewa
Diskusi pengembangan destinasi wisata super prioritas Borobudur antara Badan Otorita Borobudur (BOB), Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) dan APJI di Borobudur Bed & Breakfast, Mungkid, Kabupaten Magelang, Selasa (3/9/2019). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Banyak kekurangan dalam pengembangan destinasi wisata super prioritas Borobudur di Kabupaten Magelang.

Salah satunya adalah kurangnya fasilitas kesehatan seperti rumah sakit.

Rumah sakit yang ada di kawasan super prioritas ini dapat dihitung jari.

Jaraknya pun dinilai terlalu jauh dari obyek wisata utama.

Padahal fasilitas kesehatan seperti rumah sakit ini sangat diperlukan bagi pelayanan wisata dan untuk standar wisata kelas internasional.

Jalur Kereta Api Borobodur-Yogyakarta Baiknya Dibangun Melayang Sejajar Tol Bawen-Yogyakarta

“Kami melihat fasilitas kesehatan ini kurang di Borobudur. Rumah sakit, misalnya. Ada rumah sakit, tetapi jaraknya sangat jauh. Padahal rumah sakit ini penting untuk menunjang pengembangan destinasi wisata super prioritas ini. Standarnya pun mesti mumpuni. Semisal ada kejadian darurat, penanganan medis, wisatawan manca misalnya, tidak harus jauh-jauh pergi ke Jogja. Kalau seperti itu akhirnya mereka sendiri pergi,” kata General Manager Hotel Atria Kota Magelang, Chandra Irawan, Senin (3/9/2019) dalam acara diskusi antara Badan Otorita Borobudur (BOB), Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) dan APJI di Borobudur Bed & Breakfast, Mungkid, Kabupaten Magelang.

Hal lainnya adalah kegiatan malam yang juga kurang.

Kegiatan pariwisata diinginkan tak hanya sekitar berwisata di Candi Borobudur saat siang hari saja, tetapi juga malam hari.

Misalnya ada event, pertunjukkan atau pagelaran seni yang berciri khas saat malam hari akan sangat menarik bagi wisatawan yang berwisata di Borobudur.

Secara langsung, lama tinggal mereka akan menyesuaikan dan itu akan berdampak kepada tingkat keterisian hotel ataupun homestay.

Tiket Masuk Candi Borobudur dan Candi Prambanan Naik Per 1 September

“Wisatawan terkadang bingung saat mereka tinggal, mereka tak tahu ingin kemana lagi selain di hotel. Wisatawan yang baru datang, tahunya hanya Candi Borobudur saja di siang hari. Coba dibikin event, pastinya akan menarik wisatawan, secara langsung meningkatkan lama tinggalnya. Lama tinggal meningkat,  pendapatan atau devisa yang masuk juga akan meningkat,” kata salah seorang peserta diskusi lain.

Badan Otorita Borobudur (BOB) Kementerian Pariwisata pun memahami permasalahan tersebut.

Catatan-catatan yang didapatkan dari para pelaku wisata, stakeholder hotel dan restoran akan dicatat. Direktur Marketing Wisatawan, Badan Otorita Borobudur (BOB) Kementerian Pariwisata, Agus Rochiyardi, mengatakan, semua catatan yang diberikan telah masuk dalam catatan BOB, bahkan akan dituangkan dalam Integrated Tourism Master Plan (ITMP) Borobudur.

“Kami baru yang membuat namanya ITMP, integrated tourism master plan. Tidak hanya Borobudur, tetapi meliputi Joglosemar. Kita mengamankan masterplan secara keseluruhan, berkaitan dengan rumah sakit dan lainnya itu masuk masterplan. Soal koordinasi antar wilayah, soal bagaimana akses antar wilayah, agar tidak terjadi sikut-sikutan satu daerah dan lainnya. Karena, namanya pariwisata itu tanpa batas alias borderless. Sampai sejauh ini, masukan-masukan semuanya sudah terkover dalam masterplan. Meski belum selesai saja, tetapi sudah kita rencanakan,” kata Agus.

Agus mengatakan standar-standar wisata akan diadopsi untuk menyetarakan diri menjadi pemain global.

Dari target wisatawan sebanyak 2juta untuk tahun 2020 mendatang, wisatawan mancanegara masih sebagai sasaran utama.

Bagaimana menarik mereka datang dan memberikan devisa.

Soal anggaran, tiap tahun dinaikkan. Tahun 2018 lalu, anggaran hanya Rp 13 Miliar.

Tahun 2019, 25 Miliar.

Tahun 2020 mendatang, dinaikkan sampai Rp 175 Miliar.

“Kemarin, anggaran kita masih belum maksimal. Mungkin karena dulu Borobudur belum dianggap prioritas. Begitu jadi prioritas, anggaran kita tahun depan Rp 175 miliar. Anggaran itu untuk pengembangan Borobudur secara otoritatif dan koordinatif. Terbesar adalah bagaimana menarik penerbangan asing supaya datang ke bandara baru di Jogja, NYIA,” ujarnya.

Boulevard Diusulkan Dibangun di Jalan Masuk Candi Borobudur

Sementara itu untuk dana tambahan sebesar Rp 2,1 triliun untuk kelima destinasi prioritas adalah untuk  menembangkan bagaimana aksisbilitas diperlancar, amenitas sesuai persyaratan internasional dan pengembangan lainnya.

Seperti di Borobudur, Rp 1,5 Triliun, ada porsi untuk menambah jalan demi memperlancara akses dari NYIA menuju Borobudur.

Lalu, kerjasama promosi dengan maskapai-maskapai asing dalam bentuk branding.

“Anggaran Rp 1,5 triliun  untuk Borobudur ini untuk menambah jalannya, memperlancar dari NYIA menuju borobudur, termasuk infrastruktur. Tidak hanya itu, juga kendaraan alat angkut dari Kementerian Perhubungan. Selain itu promosi dengan kerjasama dengan maskapai asing. Mereka diberikan insentif dalam bentuk branding sesuai persyaratan membawa tamu luar negeri. Karena kita bicaranya tamu asing, tamu yang akan membawa banyak devisa,” tutur Agus.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved