Inilah Nama 2 Jaksa yang Kini Jadi Tersangka Suap Proyek di Yogyakarta

Dua orang itu adalah Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan di Kejaksaan negeri Surakarta

Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM / Hasan Sakri
KPK menempelkan stiker berbentuk persegi panjang dengan tulisan 'DALAM PENGAWASAN KPK' di pintu masuk Ruang Rapat Bidang Sumber Daya Alam (SDA) 1 yang ada di lantai 3 gedung DPUPKP. 

Inilah Nama 2 Jaksa yang Kini Jadi Tersangka Suap Proyek di Yogyakarta

Tribunjogja.com JAKARTA --- Dua orang jaksa yang bertugas di Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan di Kejaksaan negeri Surakarta ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dua orang itu adalah Eka Safitra dan Satriawan Sulaksono.

Selain itu, KPK juga menetapkan Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (MAM) Gabriealla Yuan Ana sebagai tersangka.

"KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dan menetapkan tiga orang sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers, Selasa (20/8/2019).

Ketiganya terjerat dalam kasus dugaan suap terkait lelang proyek pekerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta.

Proyek itu senilai Rp 10,89 miliar.

Suasana di Kantor Kejaksaan Negeri Kota Yogyakarta dan Kejaksaan Tinggi DIY di Jalan Sukonandi Kota Yogyakarta terpantau landai tak ada aktivitas menonjol pasca kabar penangkapan KPK.
Suasana di Kantor Kejaksaan Negeri Kota Yogyakarta dan Kejaksaan Tinggi DIY di Jalan Sukonandi Kota Yogyakarta terpantau landai tak ada aktivitas menonjol pasca kabar penangkapan KPK. (Tribun Jogja/Wahyu Setiawan Nugroho)

Proyek ini dikawal oleh Tim Pengawalan, Pengamanan, Pemerintahan, dan Pembangunan Pusat-Daerah (TP4D) Kejari Yogyakarta.

Salah satu anggota itu adalah Eka Safitra.

Di sisi lain, Eka memiliki kenalan, Satriawan Sulaksono, sesama jaksa.

Satriawan diduga mempertemukan Gabriella dan Eka.

Gabriella ingin perusahaannya mengikuti lelang proyek di dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Kota (PUKP) Yogyakarta tersebut.

Eka bersama Gabriella, Direktur PT MAM Novi Hartono membahas langkah pemenangan lelang.

Caranya dengan menentukan besaran harga perkiraan sendiri (HPS), harga penawaran yang disesuaikan spesifikasi yang dimiliki PT MAM.

"ESF selaku tim TP4D mengarahkan ALN (Aki Lukman Nor Hakim, Kepala Bidang Sumber Daya Air PUKP Yogyakarta) untuk menyusun dokumen lelang dengan memasukan syarat harus adanya sistem manajemen kesehatan dan penyediaan tenaga ahli K3," kata Alexander.

Menurut Alexander, Eka mengarahkan adanya syarat tersebut guna membatasi perusahaan lain yang akan mengikuti lelang.

"Penawaran yang diajukan oleh perusahaan GYA mendapat peringkat 1 dan 3 pada penilaian lelang.

Pada 29 Mei 2019 diumumkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 8,3 miliar. Diduga komitmen fee yang sudah disepakati adalah 5 persen dari nilai proyek," ujar dia.

Alexander menyatakan, ada tiga kali realisasi pemberian uang untuk Eka.

Pertama, 16 April 2019 sebesar Rp 10 juta, 15 Juni 2019 dan 19 Agustus 2019 sebesar Rp 100,87 juta.

"Sedangkan sisa fee 2%, direncanakan akan diberikan setelah pencairan uang muka pada pekan keempat bulan Agustus 2019," kata dia.

Alexander belum mengungkap secara rinci peran Satriawan dalam kasus ini.

Sebab, tim KPK belum mengamankan Satriawan.

"KPK mengimbau agar tersangka SSL, jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta bersikap kooperatif dan menyerahkan diri ke KPK untuk proses hukum lebih lanjut," kata Alexander.

Atas perbuatannya, Eka dan Satriawan disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Gabriella disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Data Tribunjogja.com , Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM dorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memberikan keterangan terkait hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan jaksa fungsional di Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan ASN di lingkungan Pemkot Yogyakarta.

Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM, Oce Madril mengatakan pihaknya belum bisa berkomentar lebih banyak.

Hanya saja ia mendorong agar KPK untuk memperjelas, sebab ada batasan untuk OTT.

"Kami belum bisa memberikan komentar soal ini (OTT), nanti menunggu penetapan dari KPK dulu. Ya kami mendorong agar KPK memperjelas hasil OTT kemarin," katanya saat dihubungi wartawan, Selasa (20/8/2019).

"OTT kan ada batasnya, kalau kemarin memang ada yang ditangkap saat OTT, ya segera diperjelas status hukumnya. Maksimal hari inilah harus jelas,"sambungnya.

Jika memang ada aparat penegak hukum yang terlibat, maka KPK harus benar-benar menanganinya. (*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved