Kiai Maimun Zubair Wafat
Mbah Moen Wafat : Perjalanan Hidup KH Maimun Zubair, Sosok Ulama Kharismatik, Faqih dan Muharrik
KH Maimun Zubair tak hanya seorang alim, faqih tapi juga seorang muharrik atau penggerak. Ia menjadi rujukan ulama Indonesia terutama di bidang fikih
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Mona Kriesdinar
Mbah Moen Wafat : Perjalanan Hidup KH Maimun Zubair Ulama Kharismatik, Faqih dan Muharrik
TRIBUNJOGJA.COM - Ulama kharismatik KH Maimum Zubair wafat di Mekkah saat menjalankan ibadah haji pada Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 waktu setempat.
Informasi yang beredar, KH Maemoen Zubair wafat pada Selasa (6/8/2019) pukul 04.17 waktu setempat.
Ketua Robithoh Ma'ahid Islamiyyah (RMI) PBNU, Abdul Ghofar Rozin atau Gus Rozin, membenarkan kabar tersebut.
“Benar, 30 menit yang lalu,” kata Gus Rozin yang juga Staf Khusus Presiden Joko Widodo pada Tribunjateng.com.
• Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiun, Ulama Kharismatik KH Maimoen Zubair Wafat di Mekkah
• Video Mbah Moen Lantunkan Kalimat Talbiyah Bikin Merinding
Perjalanan hidup KH Maimun Zubair
Dikutip dari laman nu.or.id, KH Maimun Zubair tak hanya seorang alim, faqih tapi juga seorang muharrik atau penggerak. Ia menjadi rujukan ulama Indonesia terutama di bidang fiqh. Ini terjadi karena Mbah Moen menguasai secara mendalam ilmu fiqh dan ushul fiqh.
Adapun Kiai Maimoen Zubair lahir di Sarang, Rembang, pada 28 Oktober 1928.
Kiai sepuh ini, mengasuh pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Kiai Maimun merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih.
Kiai Zubair merupakan murid dari Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
Kiai Maimun Zubair kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim.
Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Pada umur 21 tahun, Maimun Zubair melanjutkan belajar ke Makkah Mukarromah.
Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib. Di Makkah, Kiai Maimun Zubair mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Kiai Maimun juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain.
Kiai Maimun juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-ulama al-mujaddidun.
Kiai Maimun kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya. Pada 1965, Kiai Maimun kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang. Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Selama hidupnya, Kiai Maimun memiliki kiprah sebagai penggerak.
Ia peranh menjadi anggota DPRD Rembang selama 7 tahun. Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah. Dan pernah menjabat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Kiai Maimun bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialoggkan Islam dan kebangsaan. Demikianlah, Kiai Maimun merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak. (Munawir Aziz)