Film 'Jejak Langkah 2 Ulama', Inilah Kemiripan Antara KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari
Dua tokoh Islam yang akan difilmkan tersebut merupakan tokoh pendiri Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama
Penulis: Wahyu Setiawan Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Jas merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Mungkin ungkapan yang dicetuskan oleh Ir Soekarno tersebut menjadi pesan tersirat yang ingin disampaikan oleh dua organisasi islam besar di tanah air, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU), melalui karya film berjudul 'Jejak Langkah 2 Ulama'.
Pasalnya, dua tokoh islam yang akan difilmkan tersebut merupakan tokoh pendiri dua organisasi tersebut, yakni KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari.
Kendati memiliki perbedaan pendapat soal praktik beragama islam, namun rupanya keduanya juga memiliki latar belakang yang hampir mirip.
Lantas apa saja kemiripan keduanya?
KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy’ari adalah dua orang ulama besar di Indonesia.
Syukriyanto, Ketua Lembaga Seni Budaya dan Olahraga PP Muhammadiyah sekaligus inisiator pembuatan film, mengungkapkan kedua tokoh ini ia ibaratkan layaknya sumber mata air jernih yang kemudian disebarkan ke berbagai penjuru dan memberi manfaat pada orang banyak.
"KH Hasyim Asy’ari ibarat telaga yang airnya jernih, bening, dan segar orang-orang dari segala penjuru negeri ingin mengambil air itu untuk mendapatkan manfaatnya. Sedangkan KH Ahmad Dahlan ibarat mata air yang jernih, bening, sejuk dan segar mengalir ke segala penjuru menyuburkan dan menghijaukan Indonesia," kata Syukri mengumpamakan saat jumpa pers di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (24/7/2019) kemarin.
Dalam perjalanannya, KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912, sedangkan KH Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebu Ireng pada 1899 dan Nadhatul Ulama pada 1926.
Dikatakan Syukriyanto, keduanya pernah belajar pada KH Saleh Darat di Semarang, keduanya sama-sama mengaji kepada KH Cholil Bangkalan dan saat menimba ilmu di Makkah beberapa ulama yang menjadi guru pun sama seperti Syeh Ahmad Khatib Al Minangkabauwy, Syeh Al Bantany, Kyai Dimyati asal Tremas dan lainnya.
Dalam perjuangannya di Indonesia pada 1903, lanjut Syukri, oleh Hamengku Buwana VII, KH Ahmad Dahlan ditugaskan untuk berkonsultasi dengan ulama di Makkah untuk mencari upaya melindungi kaum pribumi dari permutadan penjajah, tapi dengan cara yang damai tanpa kekerasan.
Kemudian berkonsultasi kepada Syeh Rasyid Ridha, Kiai Dahlan memperoleh banyak masukan untuk melakukan dakwah yang damai, sejuk, toleran, menggembirakan, dan menyejahterakan.
Kegiatan dakwah itu diwujudkan dengan menggiatkan Amar Ma'ruf Nahi Munkar dalam bentuk pendidikan, kesejahteraan sosial dan kesehatan masyarakat.
KH Hasyim Asy’ari dalam perjuangan juga tidak jauh berbeda, Kiai Hasyim juga mendapat masukan untuk menyebarkan agama lewat pendidikan pesantren yang damai, sejuk, toleran, dan semangat persatuan.
Dengan semangat persatuan dan ketekunan KH Hasyim Asy’ari di Tebu Ireng terus mendidik para santrinya dan mendorong para alumninya mendirikan pesantren dimana-mana.