Yogyakarta
Festival Video Mapping 'Sumonar' Bakal Digelar di Yogyakarta
Video mapping menjadi salah satu bentuk karya seni yang kini memiliki ruang tersendiri di benak masyarakat.
Penulis: Noristera Pawestri | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Video mapping menjadi salah satu bentuk karya seni yang kini memiliki ruang tersendiri di benak masyarakat.
Bukan hanya hasil visualnya yang elok, seringkali apa yang ingin disampaikan oleh seniman melalui karyanya itu mampu membuka cakrawala baru, di mana hal tersebut bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat untuk manusia di dalam masyarakat.
Tak hanya itu, video mapping tidak hanya membahas tentang bagaimana proses penciptaan video, namun di dalamnya pun terdapat ilustrasi musik, 3D desain, arsitektural, script writing dan masih banyak lagi.
• Sleman City Hall Hadirkan Video Mapping dalam Acara Grand Opening Mendatang
Di Yogyakarta sendiri, video mapping sebenarnya telah didengungkan sejak lama oleh para seniman atau orang-orang yang memiliki minat lebih terhadap bidang ini.
Tahun 2013 lalu adalah awal di mana video mapping disajikan kepada khalayak luas dan termasuk ke dalam salah satu program yang ada di Festival Kesenian Yogyakarta (FKY), atau yang tahun ini berganti nama menjadi Festival Kebudayaan Yogyakarta.
Secara konsisten program ini terus dilakukan disetiap tahunnya dan mampu membetuk sebuah kelompok kolektif yang fokus mengembangkan hal tersebut dengan nama Jogjakarta Video Mapping Project (JVMP).
Lima tahun berjalan video mapping menjadi salah satu program yang disajikan kepada khalayak melalui FKY.
Di tahun 2018 gagasan yang telah tercipta sejak lama itu akhirnya berdiri sendiri menjadi bentuk festival dengan nama Jogjakarta Video Mapping Festival (JVMF).
Maka dari itu, di tahun 2019 JVMF pun berganti nama menjadi Sumonar yang siap diselenggarakan pada 26 Juli hingga 5 Agustus 2019 mendatang yang bertajuk “My Place, My Time.”
• Jogja Video Mapping Festival Meriahkan FKY 30
Festival Director Sumonar, Ari Wulu menjelaskan, Sumonar merupakan penggabungan dari dua kata, yaitu Sumon dan Sumunar.
Sumon sendiri memiliki arti mengumpulkan, sementara Sumunar memiliki makna bercahaya.
"Pergantian nama dari JVMF ke Sumonar menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk bisa menjelaskan identitas dari festival ini kepada masyarakat Indonesia maupun dunia," ujarnya saat menggelar jumpa pers pada Senin (22/7/2019).
Perkenalan melalui identitas tersebut dapat menambah keragaman video and art light festival internasional yang telah marak selama kurang lebih 10 tahun terakhir.
Sumonar sendiri adalah upaya untuk menjawab kegelisahan manusia atas ruang kota yang dihuninya melalui pertunjukan video dan instalasi seni yang interaktif.
Bangunan, tembok, pagar, jembatan, gedung, monumen, dan bangunan lain yang biasanya dianggap sebagai penghalang, bahkan kadang sama sekali tidak dianggap menjadi terlihat, serta memiliki fungsi baru atau fungsi lain di dalam festival ini.
"Di tahun 2018, kami berinisiatif membuat video mapping menjadi bentuk festival dan masih di dalam naungan FKY dan cakupannya belum terlalu luas. Dengan pergantian nama menjadi SUMONAR pun membuat festival ini menjadi festival video mapping pertama di Indonesia berskala internasional,” tutur Ari.
Pemilihan tema “My Place, My Time” sendiri menjadi sebuah kisah kota yang sedang bercerita tentang dirinya.
Di sini pihaknya ingin menggambarkan bagaimana budaya dan manusia yang lahir dari rahimnya bergerak kemudian berkembang dan berubah.
Ia menjelaskan, ada dua prasa yang tersirat di dalam tema 'My Place, My Time'
"Prasa yang pertama adalah kami di sini hari ini, dan yang kedua adalah kami melihat kota ini dari sudut pandang sendiri,” jelas Ari.
Sementara itu, Ketua JVMP, Raphael Donny menambahkan, Sumonat 2019 akan digelar di kawasan Titik 0 Kilometer Yogyakarta, di antaranya seperti di Museum Bank Indonesia, Kantor Pos Yogyakarta pada 26 Juli - 5 Agustus 2019.
Festival ini diikuti oleh beberapa seniman yang berasal dari Makau dan Filipina.
“Besok mereka (para seniman) akan memaknai bagaimana mereka melihat kotanya. Para seniman yang berasal dari luar Indonesia akan membawa perspektif mereka tentang kotanya masing-masing, yang direalisasikan ke dalam karya yang akan ditampilkan dalam Sumonar
2019,” papar Raphael.
Dengan diselenggarakannya Sumonar 2019 pihaknya berharap festival ini akan menumbuhkan gagasan kreatif bagaimana memanfaatkan teknologi yang terdapat dalam video mapping mampu memberikan kontribusi besar terhadap diri manusia.(TRIBUNJOGJA.COM)