Yogyakarta

Dari Pecel Lele, Banting Setir untuk Jual Sambal Kemasan

Yeni, wanita berusia 38 tahun asal Celeban Tahunan Umbulharjo adalah pemilik usaha kuliner Sambal Joss yakni sambal kemasan dalam botol dengan beragam

Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Kurniatul Hidayah
Yeni Aji Puntorini menunjukkan produk sambal kemasan yang diberinama Sambal Joss 

Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ibu rumah tangga kini tak hanya pintar mengurus urusan di rumah, namun juga menjadi penyokong perekonomian keluarga.

Hal tersebut yang tergambar dalam semangat pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Kota Yogyakarta, salah satunya adalah Yeni Aji Puntorini.

Masih Kenal Eva Arnaz? Mantan Artis Terkenal yang Kini Hijrah dan Berjualan Lontong Sayur

Yeni, wanita berusia 38 tahun asal Celeban Tahunan Umbulharjo adalah pemilik usaha kuliner Sambal Joss yakni sambal kemasan dalam botol dengan beragam varian.

Ia menceritakan bahwa perjalanannya memulai usaha tersebut berawal dari masukan pelanggan serta permintaan pasar.

Ternyata Sambal Pertama di Nusantara Terbuat dari Jahe

Awalnya, Yeni dan keluarga merupakan Pedagang Kaki Lima (PKL) kuliner dengan menu utama Pecel Lele.

Ia mengaku bahwa dagangannya saat itu cukup laris.

Hingga akhirnya banyak dari pelanggannya yang datang hanya untuk membeli sambal racikannya.

"Jadi mereka beli sambalnya saja karena di rumah sudah masak dan punya lauk. Awalnya dari sana, lalu kepikiran ternyata banyak juga peminat sambal saya," ujarnya ketika ditemui dalam sebuah pameran UMKM belum lama ini di Balaikota Yogyakarta.

Dimulai dengan varian awal sambal terasi, sejak dua tahun lalu ia resmi pindah haluan dari menjajakan Pecel Lele menjadi fokus untuk memproduksi sambal.

Semula ia hanya menggunakan mangkok plastik untuk mengemas sambal buatan tangannya.

Namun banyaknya permintaan agar bisa membawa sambal ke luar kota sebagai buah tangan, membuatnya memilih kemasan botol yang ia gunakan hingga saat ini.

Anda Suka Makan Sambal? Perlu Ketahui 4 Manfaatnya

Tak lupa desain pada kemasan sambal dibubuhi gambar Tugu Jogja sebagai penanda sambal berasal dari Jogja dan menjadi pilihan untuk oleh-oleh selain Gudeg dan Bakpia.

Dibantu dengan dua orang pegawai, dalam sehari Yeni mampu menghasilkan 50 botol sambal berbagai varian.

Produksinya tersebut tidak terpaku pada jumlah pesanan yang datang melainkan ia lakukan secara konsisten untuk memproduksi 50 botol sambal setiap harinya.

"Saat ini ada sambal terasi, sambal bawang, sambal teri, dan sambal pete," bebernya.

Hampir tidak ada kendala berarti dalam usaha yang ia jalankan tersebut.

Kesabaran dan ketelatenan adalah kunci.

Mengingat setiap harinya ia dan pegawainya berkutat dengan 3 kilogram cabai segar yang harus melaui proses pemilahan terlebih dahulu.

Hal itu dilakukan guna mendaptkan cabai segar pilihan yang menghasilkan sambal bercitarasa terbaik.

"Cabai pakai cabai keriting dan rawit. Kalau sambal bawang pakai cabai rawit semua sama bawang," ujarnya.

Sambal Apa yang Paling Disukai Masyarakat Indonesia?

Menurutnya, dalam proses sortir cabai kualitas baik, ia membuang cabai yang telah busuk hingga yang telah berulat.

Cabai terbaik yakni yang memiliki kulit permukaan yang mulus dan biji cabai yang utuh serta tidak berair.

Alasan pemilihan cabai segar pun sangat berpengaruh terhadap rasa.

Menurutnya sambal kemasan yang menggunakan cabai kering memiliki rasa yang berbeda.

Ia sendiri membuat sambal tanpa campuran air.

Seluruh bahan dimasak menggunakan minyak goreng selama tiga jam dengan api kecil.

"Proses pemasakan tersebut yang membuat sambal kami bisa tahan hingga 3 bulan. Tanpa tambahan bahan pengawet," ungkap Yeni.

Ia menjelaskan, harga cabai yang terkadang melonjak tajam diakuinya tak mempengaruhi harga serta kualitas sambal yang dibanderol dengan harga Rp 18ribu tersebut.

Hal itu lantaran ia telah menerapkan subsidi silang pada saat harga cabai murah dan pada saat harga cabai mahal.

Peneliti UGM Kumpulkan Ragam Sambal dari Seluruh Indonesia

"Jadi cabai yang mahal bukan kendala. Kadang hari ini cabai mahal, tapi sambal kita masih ada dan itu saat cabai murah. Kalau masih mahal, kita turunkan produksi per botol. Jadi bukan menjual dengan harga lebih mahal," tuturnya.

Ia pun mengandalkan pemasaran secara online.

Bermodal kartu nama yang lengkap dengan nama, alamat, serta nomor telepon, ia saat ini telah memiliki pelanggan tetap yang berada di Jakarta, Salatiga, Demak, dan sebagainya.

Yeni menambahkan, tak kurang dari Rp 800ribu tiap bulannya dihasilkan dari penjualan sambal kemasannya tersebut.

Tak hanya rajin menerima orderan dari luar kota, namun juga dari tetangga serta warga Kota Yogyakarta juga banyak yang telah menjadi penikmat Sambal Joss tersebut.

"Saat ini kami masih mengurus PIRT. Selain itu kami juga terus konsisten dalam kuliner ini agar bisa bersaing di pasar," ucapnya.

Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Yunianto Dwisutono menjelaskan bahwa pihaknya secara bertahap melatih pelaku IKM, UKM, dan UMKM untuk bisa memasarkan produknya secara online.

"Karena kalau zaman sekarang hanya mengandalkan lapak yang ada, akan ketinggalan. Jadi mulai dari pelaku-pelaku kecil juga harus bisa memanfaatkan teknologi yang ada untuk bisa mengembangkan produknya," pungkasnya.(TRIBUNJOGJA.COM | Kurniatul Hidayah)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved