Sleman
Batik Ecoprint Karya Eri Tembus Pasar Australia
Motif kain yang dibuat oleh Eri Triaswati (50), warga Sidomoyo, Godean, Sleman tembus pasar Australia.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Motif kain yang dibuat oleh Eri Triaswati (50), warga Sidomoyo, Godean, Sleman tersebut tampak berbeda.
Corak-corak daun jati memenuhi permukaan kain berbahan katun putih tersebut. Warnanya pun tak beda jauh dengan daun aslinya.
Meskipun demikian, corak tersebut justru memunculkan kesan yang unik. Bahkan cukup mewah untuk digunakan.
Namun siapa yang menduga kalau motif tersebut benar-benar dibuat dengan menggunakan cetakan daun jati asli.
"Motifnya kami buat dengan teknik Eco Print, dan semuanya memanfaatkan bahan alami," ujar Eri saat ditemui di kediamannnya pada Minggu (16/06/2019).
• Masukkan Uang Rp50 Ribu ke Saku Celana Polisi, Pemohon SIM di Bekasi Ditangkap Anggota Reskrim
Ia juga mengatakan bahwa proses pembuatannya sama sekali tidak menggunakan bahan kimia. Seluruh bahan untuk motif kainnya pun mudah diperoleh, karena ada di sekitar rumahnya sendiri.
Eri menceritakan gagasan membuat motif Eco Print berawal pada 2017 lalu. Saat itu, ia bersama putrinya sangat tertarik dengan produk-produk busana yang ramah lingkungan.
Lewat dari situlah keduanya lalu mulai merintis usaha kain memanfaatkan motif Eco Print tersebut.
Keduanya juga belajar secara otodidak bagaimana cara menerapkan sistem tersebut sehingga menjadi motif yang cantik.
"Kami belajar dengan melihat tutorial pembuatannya di Youtube. Saya sendiri mengambil pelatihan untuk Eco Print tersebut," jelas Eri yang saat ini membantu usaha putrinya tersebut.
• Selama Libur Lebaran, Monjali Diserbu Ribuan Wisatawan
Tidak hanya daun jati, usaha bernama Alfshine itu juga mengembangkan motif-motif berbahan dasar alami lainnya.
Motif yang ada antara lain daun lanang, daun jarak, hingga berbagai jenis bunga dan dedaunan lainnya.
Eri pun sempat menunjukkan bagaimana proses Eco Print dilakukan. Beberapa lembar daun jati diposisikan pada permukaan kain katun putih polos.
Selanjutnya secara perlahan kain kemudian digulung secara perlahan agar posisi daun di dalam tidak bergeser.
Selanjutnya, kain tersebut dimasukkan ke dalam panci untuk dikukus selama dua jam. Setelah dikukus, motif daun jati berwarna kemerahan akan tercetak pada kain tersebut.
• Dampak Musim Kemarau, 400 Hektare Lahan Pertanian Padi di Gunungkidul Puso
"Agar warnanya tidak pudar, setelah dikukus langsung diangin-anginkan selama seminggu. Kemudian dicuci dengan air yang sudah dicampur tawas atau kapur gamping," jelas Eri.
Tidak main-main, kain Eco Print hasil karya ibu dan anak tersebut sudah menembus pasar Australia. Keduanya bahkan secara rutin mengirimkan pesanan ke Negeri Kangguru tersebut.
Selain Australia, untuk dalam negeri pemasaran kain tersebut telah mencapai Jakarta hingga Bali. Per bulannya, Eri dan putrinya dibantu oleh 3 karyawan mampu membuat 80 hingga 100 lembar kain.
Selain kain, Alfshine juga menyediakan produk pakaian jadi untuk pria dan wanita serta berbagai aksesoris lainnya. Semuanya menggunakan motif Eco Print.
• Syarat Playground Ramah Anak Salah Satunya Adalah Terbebas dari Asap Rokok
"Rentang harga kain mulai Rp 300 ribu hingga Rp 1,4 juta untuk ukuran 2 meter. Ada juga yang sampai Rp 2 juta, tergantung jenis kain hingga kerumitan motifnya," jelas Eri.
Eri mengaku senang menjalani usaha produksi Eco Print tersebut. Sebab ia mengatakan usaha tersebut setidaknya tidak sepenuhnya beresiko merusak alam.
Lewat produknya ini pula ia mengkampanyekan agar masyarakat kembali menunjukkan rasa kepeduliannya terhadap alam lingkungan sekitarnya.
Salah satunya dengan ajakan menanam pohon yang daunnya menjadi bahan untuk Eco Print.
"Jadi kami tetap melestarikan pohon-pohon yang menjadi sumber bahan produk," kata Eri. (Tribunjogja I Alexander Ermando)