Mencermati Social Deixis pada Kata ‘Ndasmu’ seperti yang Dipakai Prabowo saat Kampanye
Ada satu hal yang menarik saat capres nomor urut 02 Prabowo Subianto melontarkan kritik kepada Pemerintahan Jokowi. Prabowo bahkan mengatakan "ndasmu"
Kata ganti nomina untuk kepala ada ndas untuk hewan, sirah untuk orangtua, mustoko untuk sastra dan konteks keraton.
Begitupun untuk kata ganti orang, kowe untuk kawan, dan panjenengan/njenengan untuk orangtua dan orang asing.
Sistem pemilihan level kata ini disebut unggah ungguh boso dalam bahasa Jawa.
Jika tidak ingin dicap 'tidak sopan' di Jawa Tengah/Timur, hati-hati dengan penggunaan diksi Basa Jawa. Kehati-hatian ini tercermin jelas dalam axioma Jawa, ‘Ajining diri ono ing lati, ajining rogo ono ing busono’.
Jika diterjamahkan ke Bahasa Indonesia berarti ‘martabat diri ada di lidah, dan martabat raga ada di busana’.
Mirip sekali dengan peribahasa Indonesia, mulutmu harimaumu. Jika berucap salah atau tidak tepat, tak ayal akibat negatif bisa didapat.
Baca: Jokowi: Pesta Demokrasi adalah Kegembiraan, Jangan Ada yang Marah-marah
Dan penggunaan ndasmu untuk reply sebuah tweet yang sejatinya nasihat dari ulama yang dihormati, adalah salah. Dan dalam hal ini, jika kearifan lokal masih dipegang teguh, berucap kasar seperti tadi tidak bisa dibiarkan.
Wajar jika orang-orang yang kenal dan hormat kepada Gus Mus naik pitam. Bukankah diskusi menyoal amali ibadah bisa didiskusikan dengan baik. Daripada melempar umpatan yang berakibat tidak baik."
Nah, dengan membaca karya itu, yuk kita kembali bijak dalam memilih kata. (Bayu Dwi Mardana Kusuma/NGI)