Kulon Progo
Kendalikan Alih Fungsi Lahan, Kulon Progo Bentuk Satgas Tata Ruang
Alih fungsi lahan di Kulon Progo tak dipungkiri memang kian masif terjadi belakangan ini seiring gencarnya program pembangunan.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, KULON PROGO - Alih fungsi lahan di Kulon Progo tak dipungkiri memang kian masif terjadi belakangan ini seiring gencarnya program pembangunan.
Mengantisipasi hal itu, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo membentuk satuan tugas pengawasan pengendalaian tata tuang (satgas Tata Ruang).
Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (PTR) Kulon Progo, Heriyanto mengatakan hadirnya beberapa mega proyek di Kulon Progo mendorong perlunya upaya untuk terus menjaga penyediaan lahan pertanian berkelanjutan melalui berbagai peraturan.
Untuk itu, satgas ini dibentuk dengan tujuan untuk memecahkan berbagai perosalan tata ruang yang menyelimuti dengan melakukan pengawasan dan pengendalian lahan pelestarian, perkembangan aktivitas perekonomian, dan lainnya.
Baca: Bandara Baru NYIA Kulonprogo Bakal Berganti Nama Menjadi YIA
"Satgas iini dibentuk untuk penguatan kelembagaan dengan penegakan dan penertiban aturan yang ada. Juga, memberi pengayoman kepada masyarakat dalam pengguaan ruang, kenyamanan infrastruktur dan lingkungan. Utamanya, satgas ini menjaga ketersediaan kawasan pertanian pangan berkelanjutan," kata Heriyanto, Selasa (9/4/2019).
Diakuinya, permohonan alih fungsi lahan sejauh ini cukup tinggi, sekitar 15 permohonan penggunaan lahan setiap hari.
Adapun target luasan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) di Kulon Progo mencapai 16.000 hektare sehingga jadi bahan kajian intensif untuk menjaga ketersedian lahan itu.
Dinas PTR dalam hal ini terlebih dulu menyesuaikan pertuntukan tata ruang yang ada sebelum menerbitkan izin penggunaan lahan tersebut.
Baca: Ini Kata Bupati Kulon Progo Soal Instruksi Gubernur DIY
Heriyanto menyebut, Satgas Tata Ruang dalam pelaksanaannya akan bekerja bersama dengan instansi lain yang terkait.
Di antaranya Dinas Pekerjaan Umu, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (DPUPKP) yang juga memiliki Satgas Pengawasan Infrastruktur, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dengan Satgas Pengendalian Lingkungan Hidup, serta Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu IDPMPT) dengan Satgas Pengendalian Perizinan.
Satgas Tata Ruang akan menindaklanjuti keluhan masyarakat.
Seperti, kerusakan jalan akibat aktivitas penambangan hingga kegiatan penambangan tak berizin dan menyalahi tata ruang peruntukan.
"Dalam waktu dekat rencananya kami akan melakukan operasi bersama untuk penegakan dan penertiban aturan," kata Heriyanto.
Baca: Bandara NYIA Kulonprogo Tunggu Verifikasi Kemenhub, Jadwal Operasional Minimum Diprediksi Mundur
Ketua DPRD Kulon Progo, Akhid Nuryati mengatakan kegiatan pertambangan saat ini menjadi persoalan sensitif di masyarakat.
Dampak kerusakan lingkungan dipandangnya sudah cukup mengkhawatirkan akibat kegiatan penambangan yang tidak tepat aturan.
Misalnya, terkait lokasi zona penambangan yang tak sesuai peruntukannya ataupun masalah sosialisasi yang tak tepat sasaran.
Pada Revisi Peraturan Daerah Kulon Progo tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW), pihaknya juga menekankan perlunya zona khusus penambangan yang dialokasikan di Kokap dan Pengasih saja.
Wilayah selain itu secara tegas tidak diizinkan ditambang.
"Kekhawatiran kami terhadap kerusakan lingkungan sekarang ini sudah pada tingkat akut. Kami yakin kalau Revisi Perda RTRW ini ditetapkan bisa jadi instrumen yang membentengi alam Kulon Progo dari penambangan liar," kata Akhid.
Dia menyebut, penegakan aturan berikut verifikasi perizinan tambang harus dilakukan dengan cermat agar tidak ada dokumen yang dipalsukan.
Sebagai contoh, pada Senin (8/4/2019), pihaknya juga memfasilitasi audiensi warga Pedukuhan Grindang, Desa Hargomulyo, Kecamatan Kokap atas kegiatan penambangan batu dan tanah uruk di wilayahnya.
Warga yang terdampak langsung merasa tidak diberi sosialisasi oleh pihak penambang dan justru warga bukan pemilik tanah yang mendapatkan sosialisasi tersebut.
Hal itu membawa kekhawatiran di benak warga atas keselamatan diri dan kerusakan lingkungannya.
"Akhir audiensi, kami minta penambang untuk melakukan sosialisasi ulang agar tidak ada pihak yang dirugikan," kata Akhid.(TRIBUNJOGJA.COM)