Sosok Abdi Dalem Wanita Pembawa Sesaji Labuhan Merapi, Tapaki Jalan Terjal Demi Lestarikan Budaya

Tua muda mengenakan konde, berpakaian baju peranakan dan tanpa alas kaki secara beriringan menapaki jalan terjal berbatu.

Penulis: Santo Ari | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Santo Ari
Supriatun (42) dan putrinya Sugesti (17) turut dalam prosesi Labuhan Merapi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Santo Ari

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Labuhan Merapi tak dapat berjalan lancar tanpa ada abdi dalem perempuan yang bertugas membawa sesaji dari rumah juru kunci ke Pos Sri Manganti.

Tua muda mengenakan konde, berpakaian baju peranakan dan tanpa alas kaki secara beriringan menapaki jalan terjal berbatu.

Di punggung mereka ada tenggok yang berisikan sesaji.

Supriatun (42) warga Kinehrejo, Cangkringan yang kini tinggal di Huntap Karangkendal mengatakan setiap tahun selalu membantu melancarkan tradisi ini.

Ia pun mengaku fisiknya masih kuat mengikuti setiap prosesi Labuhan Merapi.

"Alhamdulillah masih kuat, aktivitas orang sini kan jalan kaki naik turun, jadi sudah biasa," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, ia mengajak putrinya yang bernama Sugesti (17) seorang pelajar SMA yang memiliki tugas yang sama dengan ibunya, yakni membawa sesaji.

Supriatun mengatakan dirinya selalu mengajak Sugesti mengikuti prosesi labuhan, bahkan sejak putrinya ini masih kecil.

"Sebelum masuk TK sudah ikut, dulu juga kadang masih suka nggendong (putrinya)," ceritanya.

Ia merasa bangga kini putrinya turut berpartisipasi melestarikan kebudayaan turun temurun ini.

"Zaman semakin maju, tapi anak-anak masih bisa mengikuti tradisi ini dan tidak ikut kebarat-baratan. Budaya jawa otomatis membuat mereka memiliki sopan santun," tuturnya.

Ia pun berharap ada regenerasi dan banyak masyarakat tetap melestarikan budaya. Ia pun mengapresiasi banyaknya pengunjung yang turut mengikuti proses labuhan merapi, meski Merapi dalam kondisi waspada.

"Tahun ini lebih ramai padahal kondisi Merapi waspada. Tapi kami sebagai orang sini sudah paham dengan situasi alam," terangnya.

Sementara Sugesti mengatakan ini adalah ketiga kalinya terlibat penuh dalam proses labuhan Merapi. Baju peranakan tentu membuat pergerakannya menjadi tak leluasa, namun hal itu tak dikeluhkannya.

"Sudah kebiasaan jadi enggak begitu sulit (mendaki dengan baju peranakan), jadi tidak ada persiapan khusus," ucapnya.

Ia sebagai generasi muda, merasa perlu turut serta melestarikan budaya. "Saya ikut ini dari kemauan diri sendiri. Kalau enggak ikut malah sia-sia, karena enggak semua orang bisa ikut," tuturnya.

Rupanya kecintaannya pada tradisi semakin terpupuk ketika dia mengikuti ekstrakurikuler tari dan karawitan di sekolahnya.

"Sekaran zamam sudah milenial anak muda malah malu mengikuti upacara tradisi. Tapi kalau sekolah ada kegiatan seni budaya, seperti tari dan karawitan maka bisa mendorong anak muda mencintai budaya dan tradisinya," tutupnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved