Kota Yogya

Pengelola Buat Surat Edaran Kenaikan Tarif Sewa Kios, Pedagang di XT Square : Seperti Surat Anak SD

Pengelola Buat Surat Edaran Kenaikan Tarif Sewa Kios, Pedagang di XT Square : Seperti Surat Anak SD

Penulis: Wahyu Setiawan Nugroho | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja/ Wahyu Setiawan Nugroho
Puluhan pedagang kios di XT Square saat mengadukan keluhan naiknya tarif sewa kios di foodcourt XT Lane kepada Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta, Senin (25/3/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM - Pedagang kuliner yang berada dikawasan XT Lane, foodcourt yang ada di areal XT Square mengadukan permasalahan kenaikan harga sewa kios kepada Forum Pemantau Independen (Forpi) Kota Yogyakarta, Senin (25/3/2019).

Diikuti oleh belasan pedagang masing-masing kios, para pedagang mengadu ke Forpi perihal naiknya harga sewa kios yang dinilainya tak wajar.

David Doko salah satu pedagang mengaku kenaikan harga sewa disebutnya mendadak dan tidak dibarengi dengan dialog atau diskusi mengenai perubahan harga sewa tersebut.

"Kami tidak pernah diajak rembugan atau apa tapi tiba-tiba ada surat pemberitahuan," katanya saat ditemui media usai melaporkan aduan ke Forpi.

Baca: BNI Dorong Peningkatan Transaksi Ekspor Bagi Pelaku Usaha Eksportir

Kenaikan harga tersebut, kata David, cukup memberatkan pedagang pasalnya kenaikan harga tidak dibarengi dengan banyaknya tamu atau wisatawan yang hadir di wilayahnya.

David menjelaskan selama empat tahun berjualan di lokasi tersebut sering sepi. Pedagang empek-empek ini untuk mendapatkan omset Rp10-40ribu per hari saja sangat sulit.

Oleh karenanya, David menganggap kenaikan tarifnya cukup tinggi dari yang sebelumnya hanya Rp 850ribu per bulan kini menjadi Rp 1juta.

Harga sewa tersebut pedagang hanya mendapatkan ruang sebesar 2x3 meter dengan bangunan semi permanen.

"Itu belum termasuk air dan listrik padahal listrik dan air di sana cukup mahal, perbulan rata-rata kami harus nambah Rp 300ribuan," tambahnya.

Baca: Polres Gunungkidul Luncurkan Eling SIM, Aplikasi Pengingat Masa Berlaku SIM di Indonesia

"Bukan masalah mau tidak mau tapi masalah sanggup tidak sanggup," katanya menambahkan.

Selain itu kata David, pihaknya juga mempermasalahkan surat edaran yang bukan ditanda-tangani oleh direksi melainkan hanya marketing.

Padahal ia mengatakan seharusnya surat pemberitahuan itu resmi dan dengan dasar hukum yang jelas dan diketahui oleh direksi karena menyangkut budgeting sebuah BUMD.

"Kalau saya lihat surat juga hanya seperti anak SD yang minta ijin ke gurunya, tidak ada dasar hukumnya, tahu-tahu pemberitahuan dan terkesan paksaan," sebutnya.

Lebih parah, David menjelaskan surat pemberitahuan tersebut memiliki double standar dalam artian, secara kontrak pihaknya masih terikat kontrak hingga 31 Maret 2019 namun harus sudah membayar pada dua minggu sebelum atau tepatnya 17 Maret.

"Kalau kita tidak membayar kita akan kena denda per harinya Rp 50ribu, padahal kita kontrak hingga 31 Maret, tentu itu bikin kita takut padahal kita juga butuh mencari rezeki," sebutnya.(tribunjogja)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved