Menelusuri Jejak Pu Kumbhayoni
Candi Barong Adalah Bhadraloka yang Dibangun Pu Kumbhayoni
Bhadraloka bisa diartikan “dunia yang penuh kemakmuran dan kebahagiaan’. Dalam mitologi Hindu, dewa-dewi yang identik dengan lambang kesuburan
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Sejauh penelitian yang sudah dilakukan, tiada jejak paling kuat dan mendekati petunjuk dalam prasasti Wukiran yang bisa mengaitkan masalah ini. Di Dawangsari ada jejak situs bangunan kuno, tapi ukurannya kecil.
Begitu pula di daerah Pereng, tidak ditemukan jejak memadai untuk bisa mengaitkannya dengan Bhadraloka. Candi Barong pada akhirnya jadi kandidat terkuat dilihat dari unsur ikonografi dan arsitekturnya.
Dalam bahasa kuna Jawa, bhadraloka bisa dipisahkan jadi dua kata dan arti. Yaitu bhadra yang berarti “untung, makmur, diberkahi, atau menunjuk bulan II (Agustus-September). Kata kedua, loka yang bermakna “dunia atau alam lain dari yang lain”.

Dari makna itu secara sederhana bhadraloka bisa diartikan “dunia yang penuh kemakmuran dan kebahagiaan’. Dalam mitologi Hindu, dewa-dewi yang identik dengan lambang kesuburan, kemakmuran antara lain Dewi Sri, Laksmi, dan Wisnu.
Temuan arca-arca Laksmi, Sri, dan Wisnu di situs Candi Barong menunjukkan ciri-ciri tersebut. Pemilihan lokasi di lerengan bukit yang tandus untuk Bhadraloka, kemungkinan dimaksudkan untuk memperoleh berkah karunia dari yang dipuja.
Candi Barong terletak di Dusun Candisari, Desa Sambirejo, Prambanan. Ditemukan dalam kondisi runtuh awal abad 20 ketika seorang Belanda berusaha memperluas kebun tebunya di sisi tenggara bukit Ratu Boko.
Kompleks candi ini memiliki pintu masuk di sebelah barat. Sebelah bawah depan pintu masuk itu kini sawah yang berakhir ke tepi jurang cukup dalam. Dari pintu masuk sebelah barat ini masuk ke lahan berundak tiga.

Teras pertama dan kedua sudah tidak ditemukan bangunan candi, meskipun terdapat sisa-sisa lantai atau umpak. Teras kedua merupakan area bukaan yang cukup luas. Sebelum memasuki teras tertinggi terdapat gerbang paduraksa kecil yang mengapit tangga naik.
Pada bagian teras tertinggi terdapat dua bangunan candi untuk pemujaan, diperkirakan untuk Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Masing-masing candi ini mempunyai ukuran kira-kira 8,18 m × 8,18 m dengan tinggi 9,05 m.
Bangunan candi-candi utama ini tidak mempunyai pintu masuk, sehingga upacara pemujaan diperkirakan dilakukan di luar bangunan. Pemugaran total dilakukan sejak 1987 dengan menyusun kembali dua candi utama.
Pemugaran selesai 1992, dilanjutkan pemugaran talud dan pagar. Selama pemugaran ditemukan arca Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Selain itu ditemukan satu arca Ganesha dan beberapa peripih kotak terbuat dari batu andesit dan batu putih.
Dalam salah satu peripih terdapat lembaran-lembaran perak dan emas bertulisan. Sayang, tulisan itu sudah tak terbaca. Mendampingi pripih ditemukan pula sejumlah perlengkapan rumah, seperti mangkuk, keramik, mata panah, guci, dan sendok.
Pemujaan terhadap Wisnu merupakan keistimewaan kompleks candi ini. Umumnya, candi-candi Jawa Tengah memuja Dewa Siwa atau bersifat Siwaistis. Selain itu, struktur berundak dengan pusat pemujaan terletak paling timur juga tak lazim bagi candi-candi dari masa Medang.
Bangunan utama atau candi induk umumnya berada di pusat kompleks. Hanya Candi Ijo yang memiliki karakteristik sama. Struktur berundak ini dianggap sebagai ekspresi asli Indonesia. Corak sinkretik juga tampak dari pemujaan terhadap Dewi Sri.
Candi ini belakangan mendapatkan nama 'barong' karena bangunan utama candi memiliki hiasan kala dan Makara pada setiap relung, seperti umumnya hiasan di atas pintu candi di Jawa, yang mirip barong.(Tribunjogja.com/xna)