Kisah Penyamaran Rita, Lolos dari Perburuan Budak Seks Serdadu Jepang

Jugun ianfu adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada wanita yang menjadi korban dalam perbudakan seks selama Perang Dunia II

Editor: Mona Kriesdinar
Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia
Potret Rita la Fontaine de Clercq Zubli di buku memoarnya tentang masa pendudukan Jepang 1942-45. 

Tampaknya Pastor Koevoets sudah mempersiapkan semuanya, dia membawa sikat rambut, sisir, jepit, dan gunting.

Di teras rumahnya, Rita tampak tak terlalu gembira menghadapi gunting sang pastor yang menebas rambutnya.

“Aku akan kehilangan sesuatu yang berharga—rambut panjangku yang berwarna cokelat tua,” ungkap Rita dalam buku kenangannya.

Usai memangkas rambutnya, pastor itu memberikan beberapa setel kemeja anak lelaki, busana dalam, hingga sepatu kepada Rita. Kini Rita menjelma menjadi anak lelaki.

Pada pertengahan Februari 1943, Jepang merambah Jambi. Semua warga Belanda digiring untuk pemeriksaan di sebuah kantor polisi di bawah pengawasan Jepang.

Ada satu hal yang terlewatkan oleh orang tua Rita: Anak perempuan mereka yang sudah menjelma menjadi lelaki itu masih bernama “Rita”.  Mereka tersadar dan secara spontan mengganti nama "Rita" dengan "Richard". Nama panggilannya pun menjadi "Rick".

“Warga Hindia Belanda dan keluargaku dikucilkan dari dunia luar selama empat puluh satu bulan,” ungkap Rita meretas kenangannya.

Tawanan perempuan dan anak-anak dipisahkan dengan tawanan lelaki dewasa. Selama pendudukan Jepang, dia bermukim di kamp tawanan di Jambi dan Palembang. 

“Aku harus meneruskan penyamaranku sebagai anak laki-laki sampai waktu yang sangat lama.”

Rick merupakan seorang yang cerdas dan pandai bersikap sehingga penyamarannya pun tak terungkap. Dia selamat dari perekrutan jugun ianfu. Banyak perempuan Belanda, Indo-Belanda, bahkan juga perempuan pribumi, ditarik paksa oleh serdadu-serdadu Jepang. Mereka direkrut sebagai pemuas kebutuhan seksual serdadu Jepang pada 1942-1945. Para perempuan malang itu tidak hanya berasal dari Hindia Belanda, tetapi juga di Korea, Tiongkok, dan Indocina.

Setelah Jepang kalah perang, Rita kembali menjalani hidup sebagai perempuan muda. Beberapa tahun kemudian sia menikah dengan lelaki Belanda pemilik perkebunan karet. Mereka dikaruniai empat anak di sebuah rumah di Kota Nashua, New Hampshire, Amerika Serikat.

Sekelompok penulis memberikan semangat dan dukungan kepada Rita untuk menorehkan kisahnya dalam sebuah buku kenangan.

Kemudian buku berjudul Disguised karya Rita la Fontaine de Clercq Zubli pun terbit di London, 65 tahun setelah dia bersama keluarga dan orang-orang Belanda lainnya menjadi tawanan perang.

Pada 2009, buku itu diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Gramedia Pustaka Utama dengan judul Sang Penyamar.

“Semoga apa yang telah kualami dapat memberikan sesuatu yang menguatkan tekad Anda dalam menghadapi masa-masa sulit dengan penuh keberanian,” ungkap Rita di bagian pengantar bukunya.

“Memang mudah bagi kita untuk menyerah; tapi adalah tantangan untuk bisa bertahan dan menang.”

Tampaknya kalimat itu menjadi pesan akhir sang penyintas. Rita wafat pada November 2012 dalam usia 82 tahun. (*)

==

Artikel ini sudah tayang di national geographic Indonesia dengan judul Berhasil Lepas dari Jugun Ianfu Karena Menyamar Sebagai Lelaki

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved