Kota Yogyakarta
Proklim Bantu Warga Beradaptasi
maka keberadaan Proklim dianggap perlu, khususnya di Kota Yogyakarta yang juga ditemukan kasus DBD serta potensi bencana yang lain.
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kasubdit Direktorat Adaptasi dan Ekologi Buatan Kementerian Lingkungan Hidup, Tri Widayati menjelaskan bahwa perubahan iklim terjadi di seluruh belahan dunia.
Hal ini menegaskan bahwa isu tersebut tidak hanya jadi masalah di Indonesia, namun juga negara lain, baik negara maju maupun negara berkembang.
"Pada 2019, di Amerika cuacanya sangat dingin dan di saat yang sama di Australia sangat panas hingga membuat ban mobil meleleh," ujarnya dalam Workshop Program Kampung Iklim (Proklim) di Ruang Bima Kompleks Balaikota Yogyakarta, Selasa (26/2/2019).
Ia pun mengatakan bahwa bencana yang dulunya jarang terjadi dan kini menjadi pemandangan umum, juga tak lain disebabkan oleh dampak perubahan cuaca.
Baca: Perubahan Iklim harus Dibendung agar Tidak Semakin Cepat
"Dengan adanya perubahan iklim, maka dampak yang terasa salah satunya adalah kesehatan, yakni muncul Malaria dan DBD. Memanasnya suhu bumi membuat perkembangbiakan jentik nyamuk pada suhu udara meningkat menjadi lebih pesat. Harapannya masyarakat paham dengan bahaya ini yang selanjutnya terdorong untuk memberantas jentik nyamuk," terangnya.
Tri pun mengatakan, melihat dari fenomena yang muncul atas perubahan iklim, maka keberadaan Proklim dianggap perlu, khususnya di Kota Yogyakarta yang juga ditemukan kasus DBD serta potensi bencana yang lain.
"Melalui Proklim, masyarakat bisa beradaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi lantas mampu melakukan mitigasi bencana yang ada di masing-masing wilayah. Lingkupnya bisa RW, Kelurahan maupun Kecamatan," tandasnya.
Baca: Kondisi Iklim Abnormal Picu Kematian Jutaan Ikan di Australia
Selanjutnya, dalam Proklim tersebut, masyarakat dapat mengembangkan program yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan warga atas perubahan iklim yang terjadi.
Misalkan dengan melakukan gerakan pola hidup rendah emisi.
"Penilaian Proklim ini nantinya berdasarkan pada seberapa banyak masyarakat yang melakukan adaptasi terkait perubahan iklim, minimal dilakukan secara kontinyu selama 2 tahun, dan ada penggerak dari masyarakat yang menjalankan progran tersebut," bebernya.(TRIBUNJOGJA.COM)