Yogyakarta
BPPTKG Petakan Merapi dalam 5 Fase
Sampai dengan saat ini, Kamis (21/2/2019), aktivitas Gunung Merapi sudah memasuki fase Pembentukan Guguran Lava dan Awan Panas Guguran.
Penulis: Siti Umaiyah | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Sampai dengan saat ini, Kamis (21/2/2019), aktivitas Gunung Merapi sudah memasuki fase Pembentukan Guguran Lava dan Awan Panas Guguran.
Hanik Humaida Kepala BPPTKG, saat melakukan jumpa pers mengungkapkan jika saat ini Gunung Merapi sudah mengeluarkan sebanyak 12 kali awan panas, yakni pada tanggal 29 Januari sebanyak 3 kali, 7 Februari sebanyak 1 kali, 11 Februari sebanyak 1 kali dan pada tanggal 18 Februari sebanyak 7 kali.
Untuk jarak luncur maksimum sendiri mencapai 2000 m, yakni pada awanpanas guguran yang terjadi pada tanggal 7 Februari 2019.
"Untuk saat ini, status Merapi masih waspada level II. Berdasarkan kajian dan evaluasi yang kita lakukan, maka kita membagi Kronologi Merapi menjadi lima fase," ungkapnya, Kamis siang.
Baca: Peta Kronologis Gunung Merapi Tahun 2018-2019, BPPTKG : Ada 5 Fase
Untuk fase pertama yakni Suplai Dapur Magma Dalam (15 Juli 2012- 20 April 2014) Fase kedua, yakni Migrasi dari Dapur Magma (11 Mei- 1 Juni 2018). Fase ketiga yakni Migrasi dari Kantong Magma, 1,5-2,5 km (3 Juli-10 Agustus 2018). Fase keempat, Pertumbuhan Kubah Lava (12 Agustus 2018-28 Januari 2019) dan fase kelima yakni Pembentukan Guguran Lava dan Awanpanas (29 Januari 2019- saat ini).
Fase pertama indikasi yang terjadi adalah terjadi 6 kali letusan Freatik pada periode 15 Juli 2012- 20 April 2014, yang terjadi tanpa ada gejala yang jelas.
Pada bulan April 2018 seismisitas masih cukup rendah, yakni VB 1 kali, MP 15 kali dan RF 40 kali.
Fase kedua, indikasi yang terjadi yakni 12 kali letusan Freatik, VTA mendahului letusan terbesar 11 Mei dan 1 Juni 2018, untuk seismisitas bulan Mei 2018 yakni VTA 15 kali, VTB 6 kali, MP 42 kali dan RF 130 kali," terangnya.
Untuk fase ketiga indikasi yang terjadi yakni mulai ada peningkatan seismisitas pada Juli 2018, yakni VTB 31 kali, LF 27 kali, MP 145 kali dan RF 149 kali.
Dalam fase ini juga terdapat pemendekan jarak EDM sekitar 2 cm pada 15 Juli- awal Agustus 2018.
Selain itu, juga terdapat guguran besar yang terdengar di Babadan pada 1 Agustus 2018.
Baca: Info BPPTKG Terkini, Lima Guguran Awan Panas Gunung Merapi Meluncur ke Arah Kali Gendol
"Fase keempat, terjadi dengan indikasi adanya gempa hembusan besar yang terdengar oleh warga Deles pada tanggal 11 Agustus 2018 dan terindikasi adanya ekstruksi lava baru. Kubah lava baru mulia tumbuh dengan laju rata-rata 40 kali/hari," ungkapnya.
Selain itu, pada fase keempat ini juga terjadi guguran intensif dengan rata-rata 40 kali dalam sehari.
Dalam fase ini juga terjadi guguran lava pijar ke arah kali Gendol untuk pertama kalinya yakni pada tanggal 23 November 2018 sebanyak 4 kali dengan jarak luncur maksimum 300 m.
Sedangkan untuk fase kelima, yakni pada tanggal 29 Januari untuk pertama kalinya terjadi Awan Panas Guguran sebanyak 3 kali dengan jarak luncur maksimal 1,4 km.
Agus Budi, Kasi Gunung Merapi, BPPTKG menjelaskan jika berbeda dengan aktivitas Merapi yang terjadi pada 2006 dan 2010, dimana pada 2006 fase yang terjadi pada Merapi relatif pendek, sehingga statusnya segera untuk dinaikan karena ada vulkanik dalam dan dangkal.
Untuk 2010, aktivitas Merapi lebih cepat lagi dari yang terjadi pada 2006, sedangkan pada saat ini, aktivitas Merapi cenderung panjang.
Baca: Saat Ini Merapi Ada dalam Fase Pembentukan Guguran Lava dan Awan Panas Guguran
"Kalau untuk 2006 dan 2010 memang aktivitas Merapi cenderung pendek. Makanya statusnya segera kita naikan. Kalau saat ini, suplai magma rendah itu yang mengakibatkan guguran sedikit dan awanpanas tidak terlalu jauh. Kalau 2006 suplai magma besar, itu yg membedakan, apalagi 2010 malah lebih besar," terangnya.
Untuk volume kubah lava saat ini sebesar 461.000 M3, yang terhitung sejak 22 Januari 2018 dan masih relatif tetap sampai dengan saat ini, dimana material ekstruksi lava sebagian besar langsung meluncur membentuk guguran lava atau awanpanas guguran.
"Kondisi kubah lava saat ini tidak jauh beda, masih stabil, tapi saya sampaikan kalau ada ekstruksi magma yang meluncur ke kali gendol, sehingga masih stabil. Apa yang di khawatirkan dari kubah ini sebenarnya tidak perlu, karena dari perhitungan kita kalau kubah runtuh tidak melampaui 3 km. Sedangkan untuk pemukiman penduduk sendiri paling dekat 4,5 km," terangnya. (TRIBUNJOGJA.COM)