Kisah Tragis Perempuan Cantik Jelita Bernama Roro Mendut

Kisahnya berkelindan dengan drama seru pemberontakan Adipati Pragola (II), yang angkat senjata menentang kekuasaan Sultan Agung di Kerta (Mataram)

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
IST / penakuasaberkarya.blogspot.co.id
Ilustrasi kisah Roro Mendut dan Pronocitro 

Mendut menjual mahal rokok lintingannya, karena yang diburu adalah rokok yang dikulumnya lebih dulu. Lebih mahal lagi puntung rokok atau tegesan. Unsur erotisme muncul dalam "sanepan" demikian. Pak Muhayat (86), putra mantan juru kunci situs makam Mendut menafsirnya demikian.

"Menurut tafsir saya, itu kan kiasan tentang apa yang dijalankan Mendut. Rokok yang dicari koq "tegesan", ini nurut saya ada unsur seksualitasnya. Transaksi seks. Itu pendapat saya lho ya, bisa saja orang lain menafsir beda," kata Pak Muh, sapaan akrab pensiunan guru ini di Dusun Gandu, pekan lalu.

Situs makam Roro Mendut dan Pronocitro diyakini terletak di bon suwung Dusun Gandu, Desa Sendangtirto, Berbah, Sleman. Dusun ini terletak di sebelah selatan Jalan Wonosari Km 10, arah jalannya tembus ke Prangwedanan dan Segoroyoso.

Kondisi situs Roro Mendut yang berada di antara semak belukar. Insert : Foto ilustrasi dalam buku berjudul Rara Mendut
Kondisi situs Roro Mendut yang berada di antara semak belukar. Insert : Foto ilustrasi dalam buku berjudul Rara Mendut (TRIBUNJOGJA.com | SETYA KRISNA SUMARGO)

Mendut akhirnya bisa mengumpulkan uang cepat dan banyak dari lapak yang digelarnya. Hingga suatu saat Mendut bertemu Pronocitro, penyabung ayam yang juga datang ke keramaian itu. Mereka jatuh cinta di pandangan pertama.

Versi cerita rakyat di Pati, sesungguhnya Mendut dan Pronocitro sudah sejak awal berhubungan. Mereka merajut cinta sejak Mendut masih tinggal di kampung nelayan pesisir Pati, sebelum dirampas Pragola dan jatuh ke tangan Wiroguno.

Mengetahui perkembangan Mendut yang merajut hubungan lagi dengan Pronocitro, murkalah Wiroguno. Hatinya dibakar api cemburu. Ia memerintahkan pencarian Pronocitro untuk ditumpas hidupnya. Pemuda itu akhirnya tewas di tangan pasukan Wiroguna.

Jasadnya dikubur di hutan Ceporan, Gandu. Kematian Pronocitro sampai juga ke telinga Mendut, yang masih tinggal di keputren rumah Wiroguno. Mendut tak percaya. Wiroguno mengajak Mendut melihat makam Pronocitro untuk membuktikannya.

Sampai di lokasi, Mendut histeris. Wiroguno memaksanya menarik pulang. Saat tarik-tarikan itulah, Mendut mencuri kesempatan melolos keris Wiroguno, lalu ditikamkan ke tubuhnya. Mendut tewas tak jauh dari makam kekasihnya.

Versi cerita klasik lain yang kerap dipanggungkan lewat seni ketoprak, Pronocitro dan Mendut terbunuh saat lari dari cengkeraman Wiroguno. Mereka dikejar tentara Wiroguno, ditemukan di pesisir "lautan" yang diduga Segoroyoso, laut buatan dari bendungan Kali Opak.

Di tempat itulah keduanya terbunuh, dan kemudian dimakamkan satu liang di Gandu, sebelah utara Segoroyoso. Kisah serupa jadi penutup di bagian pertama trilogi novel Roro Mendut karya Romo Mangun (YB Mangunwijaya).

Karya sejarah klasik Jawa era Mataram yang disusun HJ de Graaf tak menyinggung kisah Roro Mendut ini. Namun tentang sepak terjang Tumenggung Wiroguno diulas cukup mendetail di dua era kekuasaan yang dilaluinya, masa Sultan Agung dan penggantinya, Amangkurat I.(xna)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved