Travel
Warga Dusun Muntuk Bantul Berhasil Olah Bambu Jadi Kerajinan Bernilai Jual
Oleh masyarakat Muntuk sudah dari turun temurun, bambu dibuat menjadi aneka macam kerajinan.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Sebagai satu di antara kekayaan alam, bambu kerap kali 'kalah pamor' dibanding kayu.
Kayu selama ini memang cukup dikenal menjadi bahan pembuat beragam mebel dan kerajinan.
Namun tidak bagi sebagian orang yang berhasil melihat potensi besar dari bambu.
Seperti yang dilakukan oleh mayoritas masyarakat di Dusun Tangkil, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo, Bantul.
Setiap hari masyarakat di desa ini menggantungkan hidup dengan menganyam bambu.
Mereka membuat pernak-pernik aneka macam kerajinan bernilai jual tinggi.
Kata Lurah pasar Muntuk Bamboo Art Space, Saiful Mizan, oleh masyarakat Muntuk sudah dari turun temurun, bambu dibuat menjadi aneka macam kerajinan.
Baca: Lebarkan Sayap, Naavagreen Akan Buka Cabang Baru di Bintaro dan Jambi
Saat ini jumlahnya mencapai 260 item.
Dari mulai anyaman perabot rumah tangga, seperti ceting nasi, tampir, tampah, rantang, tudung saji, tempat lalapan, pincuk jajan hingga gelas bisa dibuat dari bambu.
"Dari awalnya perabotan rumah tangga tradisonal. Bambu saat ini oleh masyarakat mulai juga dibuat kerajinan, bahkan souvernir cinderamata bagi wisatawan," ujar Saiful saat ditemui Tribunjogja.com.
Kerajinan dan souvernir bambu itu seperti vas bunga, gantungan kunci, pengemas kaos, kotak tisu, kotak berkas, tempat pensil, hingga lampu hias.
"Kita terus berinovasi menghasilkan produk kerajinan baru. Saat ini, saya lagi mulai coba menganyam bambu menjadi saringan kopi," ujar Saiful, ramah.
Semua perabotan rumah tangga dari anyaman bambu, kerajinan hingga souvernir cinderamata bisa dilihat di sebuah showroom bernama Muntuk Bamboo Art Space di dusun Tangkil, Desa Muntuk, Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul.
Baca: Cara Unik Minum Kopi Ala Warung Kopi Bumbung di Sleman
Mata Pencaharian
Menurut Saiful Mizan, awalnya, kerajinan menganyam bambu ini, oleh masyarakat desa Muntuk merupakan mata pencaharian sampingan.
Mereka menganyam setelah habis dari ladang atau pekerjaan lain. Namun seiring perkembangan zaman dan destinasi pariwisata yang kian tumbuh.
"Menganyam dan berjualan kerajinan Bambu saat ini menjadi mata pencaharian utama, masyarakat Muntuk," tuturnya.
Desa Muntuk, kata Saiful, terdiri dari 11 dusun.
Setiap dusun lebih dari ratusan kepala keluarga, saat ini, menggantungkan penghasilan dari kerajinan anyaman bambu.
Mereka ada yang membuat perabotan rumah tangga, kerajinan hingga souvernir cinderamata.
Anyaman bambu menggunakan bahan baku bambu khusus. Karena tidak semua jenis bambu bisa dibuat anyaman.
Baca: Pasar Papringan di Temanggung, Sensasi Kulineran di Tengah Kebun Bambu, Bayar Pakai Pring
"Untuk bahan baku anyaman, kita biasa memakai bambu jenis apus atau bambu tali. Lebih kuat dan seratnya elastis," katanya.
Bambu jenis ini, menurut Saiful banyak tumbuh dan tersebar di sekitar lingkungan Desa Muntuk.
Namun jika stok bahan baku menipis.
Masyarakat Desa Muntuk juga sering kali berbelanja bahan baku sampai ke luar daerah.
"Bisa sampai di Dlingo, Gunungkidul dan kadang juga sampai ke Purworejo," tutur lelaki 53 tahun itu.
Adapun untuk penjualan, Kata Saiful masing-masing orang di Desa Muntuk menggunakan sistem penjualan berbeda-beda.
Ada yang dijual di showroom pinggiran jalan dan ada pula yang langsung menembus pasar di kota-kota besar.
"Seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali, Lombok hingga ada juga yang dikirim ke Sumatera," jelasnya.
Sebagian lagi, ada juga yang menggunakan sistem penjualan bekerjasama dengan pabrik (pihak ketiga-red) untuk kemudian di ekspor ke mancanegara.
"Seperti ke Amerika Jerman, dan sebagian negara-negara di Eropa," kata Saiful. (*)