Bantul

Sudilah Pengusaha Lempeng Gendar Keluhkan Tak Ada Regenerasi, Dulu Dijual Sampai Beringharjo

Dapur rumah Sudilah dan Bartini tersebut memang menjadi tempat produksi lempeng gendar, atau karak nasi.

Penulis: Amalia Nurul F | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Amalia Fathonaty
Para pegawai yang sudah lanjut usia membuat lempeng gendar di Kepek, Timbulharjo, Sewon. 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Di sebuah dapur rumah sederhana di dusun Kepek, Timbulharjo, Sewon, tampak beberapa nenek yang tengah begulat dengan pisau dan alat dapur lainnya.

Dapur rumah Sudilah dan Bartini tersebut memang menjadi tempat produksi lempeng gendar, atau karak nasi.

Lempeng gendar merupakan kudapan tradisional berbahan dasar nasi yang ditumbuk dengan bumbu garam dan bawang putih.

Setelah ditumbuk kemudian diris tipis lantas dijemur hingga kering sebelum digoreng.

Baca: Membangkitkan Kejayaan Penjor Nusantara di Festival Kreasi Penjor Tradisional di Borobudur

Namun, kegiatan produksi lempeng ini, kini tak seperti dulu lagi.

Banyak kendala yang dihadapi Sudilah dan pengusaha lempeng gendar lainnya.

Salah satu yang ia rasakan yakni tak adanya regenerasi.

Anak-anak Sudilah lebih memilih melakukan pekerjaan lainnya daripada melanjutkan usaha turun-temurun tersebut.

"Anak-anak saya sudah punya pekerjaan lain. Susah, nggak mau lihat pekerjaan ibunya," keluhnya saat berbincang dengan Tribun Jogja tempo hari. Sudilah pun akhirnya tetap menjalankan usahanya tersebut bersama tetangga-tetangganya yang semuanya lansia. "Simbah-simbah semua. Tetangga sini aja, yang sudah tidak banyak kegiatan," lanjutnya.

Baca: Usianya Baru 13 Tahun, Namun Ia Sudah Jadi Tulang Punggung Keluarga dengan Berjualan Kerupuk

Sudah lebih dari 50 tahun Sudilah membuat dan menjual lempeng gendar.

Wanita berusia 63 tahun ini mengaku dulu ia kerap menjual lempeng tersebut ke Pasar Beringharjo.

"Usaha turun-temurun, dari saya kecil sudah jualan lempeng," kata Sudilah.

"Biasanya ngelempeng dibawa ke Beringharjo. Sekarang tidak seperti dulu," tuturnya. Dulu, katanya, dalam satu hari ia dapat memproduksi dan menjual satu kuintal lempeng gendar mentah. Kini, sekali produksi, dirinya dan lima pegawainya yang semuanya lansia hanya dapat memproduksi setengah kuintal saja.

Perubahan tersebut ia rasakan usai bencana gempa 2006 yang melanda Bantul.

"Sak ngajenge gempa, nggak seperti dulu. Dulu sekuintal habis, sekarang cuma setengah kuintal," ujar Sudilah sambil merapikan kerudung ungu yang dikenakannya.

Untuk satu kilo lempeng gendar mentah dijual seharga Rp 12 ribu.

"Sekilo dua belas ribu. Kalau yang bahannya beras thok nggak dicampur karak sekilo 25 ribu," tuturnya.

Tak lagi dijual sampai Beringharjo, lempeng buatan Sudilah hanya diambil oleh pedagan dari pasar Pleret dan Parangtritis.

Baca: Heboh, Wanita Thailand Ini Bikin Sensasi Melalui Busana Kantung Kerupuk Udang Miliknya

Proses pembuatan lempeng gendar ini pun dilakukan secara sederhana dengan peralatan tradisional.

Seperti anjang (tempat menjemur lempeng), pisau panjang, dandang dari tembaga, jojoh (alat untuk menghaluskan nasi), hingga perapian sederhana untuk menanak nasi.

"Anjang itu seperti itu, buat jemur lempeng. Sekarang apa masih ada yang jual seperti itu?" ujarnya sambil tertawa kecil.

"Dandangnya juga bocor semua. Bahannya dari tembaga, bingung mau dibetulkan di mana," terangnya. "Saya pinjam punya kakak saya sekarang," imbuhnya.

Para pegawai yang sudah lanjut usia membuat lempeng gendar di Kepek, Timbulharjo, Sewon.
Para pegawai yang sudah lanjut usia membuat lempeng gendar di Kepek, Timbulharjo, Sewon. (TRIBUNJOGJA.COM / Amalia Fathonaty)

Produksi lempengnya juga tak dilakukan setiap hari, mengingat ia dan pegawainya tak lagi punya banyak tenaga karena usia.

"Dua hari sekali. Tapi tergantung, kalau hujan terus atau saya bantu hajatan di tempat orang, ya nggak bikin," katanya.

Sekali produksi dirinya mendapat hasil antara Rp 300-600 ribu.

"Sok tampi 300, nek lempeng ageng nggih 600," jelasnya.

Untuk lima pegawainya, dalam sekali produksi ia beri upah masing-masing Rp 40 ribu.

"Saya beri 40 buat ngiris dan jojoh," tuturnya.

Baca: Ira Yustin Siapkan Parcel Kerupuk Palembang

Masuk musim hujan, kendala lain menghadang.

"Kalau hujan nggak bisa dijemur. Kalau hujan terus libur," kata dia. Bahkan pernah saat tak ada panas matahari sama sekali, lempeng racikannya gagal produksi.

"Kalau nggak ada panas sama sekali ya korban. Tidak bisa dijual. Anggap saja itu untung," ujarnya.

Sementara itu Dinas Koperasi UKM Perindustrian (DKUKMP) Bantul akan mengupayakan mengatasi kendala yang dihadapi Sudilah.

Membentuk kelompok usaha pun disarankan agar terjadi tukar pikiran untuk regenerasi.

"Coba dengan ibu-ibu PKK, yang muda-muda bentuk kelompok. Supaya usahanya nggak punah, ada keberlanjutan," tutur Sekretaris DKUKMP Kesi Irawati.

Soal bantuan alat, pihaknya akan menjadikannya prioritas.

"Ada usulan dari kecamatan, Pak Camat juga turun langsung kan jadi tahu memang betul dibutuhkan," kata Kesi.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved