Jawa

Populasi Monyet Ekor Panjang di Gunung Tidar Membludak, Tim Peneliti UGM : Harus Segera Dikendalikan

Populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang menghuni hutan di kawasan Gunung Tidar Kota Magelang membludak.

Penulis: Rendika Ferri K | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Rendika Ferri
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang menghuni hutan di kawasan Gunung Tidar Kota Magelang. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Rendika Ferri K

TRIBUNJOGJA.COM, MAGELANG - Populasi monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang menghuni hutan di kawasan Gunung Tidar Kota Magelang membludak.

Jumlah dari spesies primata ini sudah melebihi batas kemampuan lingkungan.

Jika tidak segera ditangani, masalah dapat muncul seperti konflik dengan manusia, penyebaran penyakit dan lain-lain yang berkaitan dengan sektor pariwisata.

Masalah itu pun diteliti beberapa waktu yang lalu oleh gabungan peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan dan Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, di Kawasan Gunung Tidar Kota Magelang.

Mereka melakukan penelitian di lapangan dengan mencari dan menghitung keberadaan monyet tersebut, mengidentifikasi habitat, mengumpulkan sampel, dan kuisioner dari warga sekitar.

Ketua Tim Peneliti, Dr drh R Wisnu Nurcahyo, sendiri, membenarkan bahwa populasi monyet ekor panjang di kawasan paru-paru kota itu mengalami over-capacity.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tim peneliti, jumlah populasi monyet ekor panjang di Gunung Tidar mencapai sebanyak 198 ekor.

Artinya, setiap satu hektar luas wilayah, dihuni setidaknya tujuh ekor monyet.

Padahal, secara teori tingkat kepadatan ideal adalah satu ekor monyet per satu hektar luas wilayah.

Belum lagi, rasio kelamin antara jantan dan betina adalah sebanyak 151 banding 51 ekor, yang idealnya perbandingan atau sex ration sebesar 2,6 kali lebih banyak betina daripada jantan.

Baca: Seekor Monyet Liar Masuk ke Pemukiman Penduduk di Turi Sleman

"Jumlah populasi monyet saat ini mencapai 198 ekor monyet. Jumlahnya cukup banyak. Padahal idealnya, paling tidak luasan satu hektar itu satu ekor, tetapi di sini dihuni tujuh ekor per hektar. Terlalu padat. Selain itu rasio jantan dan betina, juga banyak jantan,," kata Wisnu pada Tribunjogja.com, Jumat (23/11/2018).

Wisnu menilai jumlah tersebut terlalu tinggi, jika dibandingkan dengan daya dukung habitat atau lingkungan Gunung Tidar yang kurang.

Ratusan spesies primata tersebut tinggal di kawasan dimana sebagian besar adalah tanaman pinus.

Sementara tanaman buah, yang dapat menjadi bahan pangan monyet, sangat kurang.

Hal itulah yang memicu permasalahan atau konflik dengan manusia yang selama ini terjadi di Gunung Tidar.

Kurangnya bahan pangan dari habitat menyebabkan hewan tersebut akan mencari makanan di tempat lain, bahkan sampai kawasan permukiman warga.

Terjadilah pencurian makanan dan gangguan lain di lingkungan masyarakat.

"Masalahnya, dengan tingkat kepadatan seperti itu, makanan tidak tersedia di Gunung Tidar. Mayoritas tumbuhannya adalah pinus. Mereka pun berusaha mencari makanan ke tempat lain, sampai ke rumah-rumah warga, secara bergerombol, melakukan pencurian makanan, dan menimbulkan gangguan kepada masyarakat," ujarnya.

Baca: AFJ Minta Pemda DIY Keluarkan Larangan Aktivitas Topeng Monyet

Masalah lain yang dapat timbul akibat over-populasi itu adalah risiko penyebaran penyakit.

Hewan primata ini dinilai dapat menyebarkan bibit penyakit ke lingkungan, seperti di sumber air yang pada akhirnya akan berdampak kepada kesehatan masyarakat.

Penyakit yang harus diwaspadai dari parasit atau virus yang berinang pada spesies tersebut.

"Saat dia buang kotoran yang dia buang, di dekat penjual itu kotorannya bisa mencemari tempat cuci, sehingga bisa berbahaya bagi pengunjung karena bisa dikonsumsi, Kotoran mereka kalau hujan bisa larut dan terbawa masuk ke permukiman. sehingga perlu ada kontrol Termasuk jika ada pengunjung yang digigit bisa lapor ke dinas untuk segera ditangani," ujar Wisnu.

Wisnu beserta tim peneliti dari UGM pun memberikan tiga rekomendasi kepada pemerintah daerah dalam hal ini Pemkot Magelang untuk segera mengambil upaya solutif terhadap masalah populasi monyet ekor panjang yang membludak di Gunung Tidar.

Satu, melalui pengukuran jumlah populasi, kepadatan dan sex ration secara berkala setiap tahun.

"Upaya pengendalian perlu dilakukan. Monyet-monyet ini boleh dibiarkan hidup, tetapi harus terpantau populasinya. Oleh karena itu dipantau setiap tahun, berapa komposisi jantannya, komposisi betinanya. Kemudian diberikan pengertian, kepada masyarakat, tentang bahaya interaksi kalau kontak dengan manusia," ujarnya.

Solusi lain yang dapat dilakukan adalah dengan metode sterilisasi, atau pemandulan dari monyet jantan, sehingga laju perkembangbiakan monyet dapat terkendali.

Kendati demikian metode tersebut sangat mahal dengan upaya yang besar, karena harus menembak bius seluruh populasi jantan yang berjumlah ratusan dan dilakukan steriliasasi satu per satu.

Jalan lain yang lebih mudah adalah dengan menanam tanaman atau tumbuhan 'buah' yang dapat menjadi sumber makanan bagi monyet.

Baca: Pemkot Magelang Ingin Jadikan Kawasan Gunung Tidar sebagai Kebun Raya

Tanaman tersebut ditanam secara terkontrol di satu area saja, dimana satu koridor itu ditanami buah-buahan.

Sementara koridor lain ditanami dengan tanaman yang tidak disukai monyet.

"Metode lain, menanam tanaman tumbuhan makanan untuk monyet. Membuat seperti koridor, dia hidup di lahan yang ditanami buah-buahan. Koridor lain, di sekelilingnya dia ditanami tanaman yang dia tidak suaka. Sehingga dia hanya disitu, terpusat di situ. Masalahnya tergantung dengan UPTnya, boleh tidak menanam tanaman yang selain pinus, karena akan menganggu keindahan," ujarnya.

Hal tersebut seperti diterapkan di Kebun Raya Baturaden, dimana di spot Pancuran Tujuh meski terdapat banyak monyet di sana, mereka tidak akan pergi ke tempat lain dan memiliki area tersendiri.

Wisnu mengatakan, jika Gunung Tidar akan dijadikan Kebun Raya, maka sebaiknya monyet tersebut dibiarkan tinggal dan hidup di kawasan tersebut, dengan upaya pengendalian populasi, antisipasi penyebaran penyaki.

"Kalau saya mendengar Gunung Tidar akan menjadi kebun raya, disitu, biarkan saja hidup di sana, dengan pola tadi, tanaman-tanaman yang dapat menyediakan pakan, sehingga dia akan terpusat dan tidak akan menganggu warga lagi. Selain itu solusinya juga bisa dengan pemberian pakan oleh pengunjung," katanya.(*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved