Pendidikan
Beban Administrasi Membelenggu Dosen dan Peneliti
Para dosen di Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks untuk sampai pada tataran cendekiawan.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Prof Phil Al Makin, dikukuhkan Sebagai Guru Besar Filsafat.
Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Yogyakarta ini, dalam pidato guru besarnya mengusung judul "Bisakah Menjadi Ilmuwan di Indonesia? Keilmuan-Birokrasi dan Globalisasi".
Prof Al Makin menyampaikan bahwa, para dosen di Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks untuk sampai pada tataran cendekiawan.
Menurut Al Makin, tantangan dan problem kecendekiawanan saat ini sudah berbeda dengan sebelumnya.
Disamping diperlukan riset yang lebih mendalam, dengan metode dan teori terkini, media dan publikasi juga telah jauh berubah.
"Perkembangan jurnal, penelitian, dan globalisasi ilmu menuntut para cendekiawan di Indonesia untuk mengikuti alur baru. Seperti Scopus H-Index, Sitasi dan lain sebagainya," jelasnya pada Tribunjogja.com.
Baca: UIN Sunan Kalijaga Gelar Seminar Nasional Pemuda dan Bela Negara
Dunia sudah berubah, menurutnya, cendekiawan harus mengikuti dan tidak bisa lagi menawarkan hal yang sama dengan para pendahulu.
"Kita apresiasi para pendahulu kita, kritik dan pujian, sekaligus kita tawarkan yang sesuai dengan era kini. Jika ojek saja sudah online maka apalagi ilmuwan. Tidak layak, jika ilmuwan kini masih manual dan analog, belum digital," tambahnya.
Prof Al Makin memaparkan tantangan kompleks yang melingkupi para dosen di Indonesia untuk menjadi cendekiawan/ilmuwan berkelas dan bisa mendunia adalah beban administrasi yang sangat berat.
Selain itu kesejahteraan yang minim membuat para dosen/peneliti tak maksimal mengembangkan keilmuannya.
Menurutnya, para dosen dan peneliti di Indonesia harus menanggung beban administrasi sangat tebal yang membelenggu kebebasan dan kreatifitas mereka untuk berkarya.
Baca: Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Lolos ke Kompetisi Debat Konstitusi Nasional
Ia mencontohkan, di perguruan tinggi negeri para dosen memiliki banyak sekali kewajiban administrasi, seperti mengisi presensi, mengurus surat tugas dan surat keputusan, mengisi penilaian kinerja dan laporan keuangan penelitian, dan kewajiban kewajiban lain yang menyita waktu, tenaga dan pikiran para dosen.
"Akibatnya mereka tak bisa maksimal menjalankan tugas utama mereka, yakni mengajar, melakukan penelitian, dan mengembangkan ilmu pengetahuan baru. Waktu yang dihabiskan lebih banyak untuk menyelesaikan kewajiban administrasi, akhirnya banyak dosen yang tidak menjadi ilmuwan tetapi menjadi birokrat," terangnya.
Ditekankannya, persoalan administrasi yang membelenggu para dosen sebenarnya tidak terkait langsung dengan pengembangan keilmuan yang menjadi tanggungjawab utama.
Dia mencontohkan, laporan penelitian yang harus diisi oleh para dosen PTN lebih banyak berisi hal-hal teknis, misal surat izin dari pejabat terkait, laporan beaya transportasi, penginapan, konsumsi dan lain-lain.
Sementara itu, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof Yudian Wahyudi berharap, gagasan Prof Al Makin yang menjadi kegelisahan banyak dosen di Indonesia bisa didengar oleh Pemerintah.
Ia pun berharap ke depan akan ada pembaharuan kebijakan pemerintah yang bisa memacu terlahirnya ilmuwan Indonesia yang mendunia.(*)