Jejak Gempa Dahsyat yang Meluluhlantakan Wonosobo

Jauh sebelum negara ini mendeklarasikan kemerdekaannya, tahun 1924, Wonosobo sempat diguncang gempa dahsyat

Editor: Mona Kriesdinar
Repro | Troppen Museum Holland
Kondisi Hotel Dieng paskagempa 

TRIBUNJOGJA.com, WONOSOBO - Memasuki wilayah Kabupaten Wonosobo, masyarakat akan disuguhi panorama alam yang memikat. Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing yang mengapit daerah berhawa sejuk ini megah terlihat.

Belum lagi pesona dataran tinggi Dieng yang selalu menjadi magnet bagi wisatawan untuk mendekat.

Alam Wonosobo selama ini dikenal ramah terhadap penduduknya. Jarang terdengar terjadi bencana alam yang berarti di wilayah ini.

Download Peta Kawasan Rawan Bencana Gempa Bumi di Jabar, DIY, Jateng dan Jatim

Tetapi siapa sangka, di balik penampakannya yang menawan, Wonosobo menyimpan sisi kelam yang menyeramkan. Kecantikan parasnya pernah berubah rupa jadi monster yang mematikan.

Jauh sebelum negara ini mendeklarasikan kemerdekaannya, tahun 1924, Wonosobo sempat diguncang gempa dahsyat hingga menghancurkan wilayah pegunungan ini.

Saat itu, jumlah penduduk tentu masih jarang, tidak sepadat sekarang. Sebagian rumah warga masih berbahan kayu atau bambu yang diambil dari alam. Masyarakat banyak yang masih hidup di bawah garis kemiskinan karena imperialisme.

Jejak Tsunami Besar di Pesisir Kulonprogo Dekat Calon Bandara

Selain rumah penduduk, bangunan-bangunan megah nan kokoh dibangun di pusat kota, termasuk gedung-gedung perkantoran. Tetapi semua itu luluh lantak seketika akibat gempa yang muncul tiba-tiba.

"Tidak semua gempa tercatat dalam sejarah dunia. Nah, dua gempa di Wonosobo ini tercatat dalam sejarah gempa dunia,"kata Bimo Sasongko, Pustakawan Perpustakaan Kabupaten Wonosobo

Menurut Bimo, dalam penelitian literaturnya, kejadian memilukan ini bahkan sempat menjadi Top News di era Hindia Belanda Tahun 1924 – 1925.

Dalam sebuah terbitan Majalah Lama Berbahasa Belanda “Indie” yang terbit Tanggal 7 Januari Tahun 1925, tertulis laporan yang menggambarkan kengerian gempa di Wonosobo.

Menguak Misteri Pasir Pantai di Gua Watu Gong Wonosobo

Teriakan masyarakat yang kesakitan terdengar melengking. Hanya dalam sekejap, nasib penduduk berbalik. Sinar kebahagiaan padam. Yang lahir kemudian adalah kemalangan karena semua yang mereka miliki dan sayangi hilang dalam sekejap.

“Wilayah Wonosobo di Hindia Belanda dikejutkan oleh teriakan melengking kesakitan dari masyarakat yang semula hidup bahagia berubah menjadi kemalangan , kesusahan dan kemiskinan  Dalam beberapa hari dan beberapa malam semua yang mereka miliki dan sayangi , hilang. Sehingga kesedihan dan keputusasaan telah mencengkeram hati mereka. Di daerah padat penduduk , cengkeraman bencana alam tanpa henti. Rumah hancur , ternak mati dan melarikan diri , hingga celah-celah akibat bencana menelan manusia, hewan, dan desa. Kampung atau jurang runtuh secara ajaib dikepung oleh gempa bumi dalam hitungan detik , sementara banjir melanda. Pemandangan daerah yang padat bangunan rusak. Ya , saat kita menulis ini , itu sudah dihitung lebih dari 1000 orang mati. “tulis laporan itu yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.

Misteri Alunan Gending dari Situs Berbentuk Gamelan di Wonosobo

Salah seorang politisi Hindia Belanda Mr Wijnkoops dalam rapat interpelasi Pemerintah Hindia Belanda pertemuan ke 39 Tanggal 17 Desember 1924, bahkan menyatakan empatinya terhadap musibah tersebut.

“Saya ingin berbicara tentang bencana yang terjadi di Wonosobo yang saat ini menjadi bahan pembicaraan, dengan gempa bumi yang mengerikan kawasan yang indah di bagian dari Jawa Tengah ini telah hancur . Saya mengucapkan bela sungkawa dan berusaha memberikan suatu yang lebih untuk daerah yang indah tersebut. Saya tidak bisa membayangkan apa yang terjadi disana.”

Rentetan gempa itu dimulai pada Minggu 9 November 1924. Terdapat 5 guncangan kala itu, 3 di antaranya terasa begitu kuat sehingga penduduk bergegas meninggalkan rumah.

Selang beberapa hari kemudian, Rabu, 12 November 1924, dua guncangan kuat terasa di sore hari yang menyebabkan kerusakan serius. Gempa berlangsung 10 menit dengan guncangan keras dan bergelombang dari arah utara disertai gemuruh .

Rangkaian encana belum berakhir. Gempa kembali mengguncang cukup kuat pada Minggu, 16 November 1924. Pusat gempa di 4 KM BL dari pusat Kota Wonosobo, telah menyebabkan fragmentasi dan pergeseran lapisan tanah.

Beberapa daerah yang disebut terkena dampak terparah adalah kampung Kali Tiloe, Pagetan, Salam, dan Larang yang terseret runtuhnya tanah. Dampak gempa mencapai daerah Wonoroto dari utara ke selatan dari pusat gempa. Banyak kampung mengalami kerusakan sangat parah (Indie, hlm 331).

Apa penyebab gempa mengerikan ini?

Tidak terekam adanya aktifitas vulkanik waktu itu. Getaran gempa ini diduga murni gempa tektonik. Banyaknya tanah yang bergerak dalam gempa ini merupakan situasi geologi yang aneh.

Kondisi ini diperparah dengan pergerakan lumpur yang masuk ke Sungai Serajou (Serayu) dan Sungai Prengae.

Gempa dan hujan lebat yang turun waktu itu membuat air sungai meluap hingga menimbulkan banjir bandang. 
Banyak jembatan hancur hingga jalur komunikasi dan transportasi Wonosobo terputus.

Gempa bukan hanya menghancurkan wilayah pedesaan, namun juga meluluh lantakan bangunan-bangunan kokoh di pusat kota.

Beberapa bangunan kolonial yang dibangun kokoh pun tak kuat menahan guncangan hingga ambruk. Hotel Dieng, (kini Hotel Kresna), hancur karena gempa. Beberapa bangunan lain masih berdiri namun mengalami kerusakan sangat parah.

Gempa yang menghancurkan ini memang telah lama berlalu. Ceritanya terkubur seiring dengan laju zaman dan pergantian generasi.

Referensi yang menyajikan bencana besar ini pun sangat terbatas. Literatur yang ditemukan pun masih berbahasa Belanda dan Inggris. Tak ayal, banyak masyarakat Wonosobo yang tak mengetahui ihwal sejarah ini.

Bimo mengatakan, pengungkapan sejarah ini bukan untuk menakut-nakuti. Dengan mengetahui sejarah ini, masyarakat justru diharapkan sadar diri terkait potensi bencana alam yang sewaktu-waktu bisa terjadi.

Selain mengukur diri, masyarakat juga diharapkan lebih bersahabat dengan alam yang seketika bisa murka. Sejak cerita ini diangkat kembali dari terjemahan literatur berbahasa asing, tak sedikit masyarakat terkaget.

Sebagian menyempatkan diri berkunjung ke Perpusda Wonosobo untuk membaca cerita lebih lengkap yang dipajang di dinding.

"Saya kaget, baru tahu kalau pernah terjadi gempa dahsyat di Wonosono. Orang tua tidak pernah cerita. Sejak kecil sampai sekarang, saya juga belum pernah merasakan gempa lokal,"kata salah seorang pengunjung perpustakaan Wonosobo. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved