Niat Puasa Arafah Setiap 9 Dzulhijjah dan Keutamaan Menjalankannya

Niat Puasa Arafah dan Keutamaan Menjalankannya, Niat Puasa Arafah dan Keutamaan Menjalankannya. Niat Puasa Arafah dan Keutamaan Menjalankannya

Editor: Iwan Al Khasni
AFP PHOTO / MOHAMMED AL-SHAIKH
Ribuan umat Islam shalat berjamaah di Masjid Namira, Padang Arafah, dekat kota suci Mekah, Saudi Arabia, 23 September 2015. Umat Islam berkumpul di Padang Arafah pada puncak ibadah haji, tepatnya 9 Dzulhijjah pada penanggalan Islam. 

TRIBUNJOGJA.COM - Sebagian umat Islam akan melaksanakan puasa Arafah setiap 9 Dzulhijjah yang jatuh pada Selasa (21/8/2018).

Puasa Arafah sebagai bentuk toleransi dan kebersamaan sesama umat Islam untuk mereka yang berhaji.

Bagi yang tidak berhaji disunnahkan puasa Arafah, sementara yang sedang berhaji, sedang melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Mekkah biasa melakukan puasa Arafah.

Wukuf adalah puncak pelaksaan haji.

Dikutip dari situs resmi Nahdlatul Ulama, NU Online dalam artikel diterbitkan pada Selasa, 2 Desember 2008, disebutkan demikian.

Puasa ini sangat dianjurkan bagi kaum Muslimin yang tidak menjalankan ibadah haji.

Kesunnahan puasa Arafah tidak didasarkan adanya wukuf di Arafah oleh jemaah haji, tetapi karena datangnya hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah, maka bisa jadi hari Arafah
di Indonesia tidak sama dengan di Saudi Arabia yang hanya berlainan waktu 4-5 jam.

Ini tentu berbeda dengan kelompok umat Islam yang menghendaki adanya ‘rukyat global’ atau kelompok yang ingin mendirikan khilafah islamiyah, dimana penanggalan Islam
disamaratakan seluruh dunia dan Saudi Arabia menjadi acuan utamanya.

Keinginan menyamaratakan penanggalan Islam itu sangat bagus dalam rangka menyatukan hari raya umat Islam, namun menurut ahli falak, keinginan ini tidak sesuai dengan
kehendak alam atau prinsip-prinsip keilmuan.

Rukyatul hilal atau observasi bulan sabit yang dilakukan untuk menentukan awal bulan Qamariyah atau Hijriyah berlaku secara nasional, yakni rukyat yang diselenggarakan
di dalam negeri masing-masing dan berlaku satu wilayah hukum.

Ini juga berdasarkan petunjuk Nabi Muhammad SAW.

Penentuan hari Arafah itu juga ditegaskan dalam Bahtsul Masa’il Diniyah Maudluiyyah pada Muktamar Nahdlatul Ulama XXX di Pondok Pesantren Lirboyo, akhir 1999.

Ditegaskan bahwa yaumu arafah atau hari Arafah yaitu tanggal 9 Dzulhijjah berdasarkan kalender negara setempat yang berdasarkan pada rukyatul hilal.

Adapun tentang fadhilah atau keutamaan berpuasa hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah didasarkan pada hadits berikut ini:

صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ عَاشُوْرَاَء يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً

Puasa hari Arafah menebus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang dan puasa Asyura (10 Muharram) menebus dosa setahun yang telah lewat. (HR Ahmad, Muslim
dan Abu Daud dari Abi Qotadah)

Para ulama menambahkan adanya kesunnahan puasa Tarwiyah yang dilaksanakan pada hari Tarwiyah, yakni pada tanggal 8 Dzulhijjah.

kabah mekkah_
kabah mekkah_ (passtheknowledge)

Ini didasarkan pada satu redaksi hadits lain, bahwa puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun.

Dikatakan bahwa hadits ini daif (tidak kuat riwayatnya) namun para ulama memperbolehkan mengamalkan hadits yang daif sekalipun sebatas hadits itu diamalkan dalam
kerangka fadla'ilul a’mal (untuk memperoleh keutamaan) dan hadits yang dimaksud tidak berkaitan dengan masalah aqidah dan hukum.

Selain itu, memang pada hari-hari pada sepersepuluh bulan Dzulhijjah adalah hari-hari yang istimewa untuk menjalankan ibadah seperti puasa.
Ibnu Abbas RA meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda:

مَا مِنْ أيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِيْ أَياَّمُ اْلعُشْرِ قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ! وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ: وَلَا الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهُ فَلَمْ يَرْجِعُ مِنْ ذَلِكَ شَيْءٌ

Diriwayatkan Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari pada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan
Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, walaupun jihad di jalan Allah?

Rasulullah bersabda: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya atau
menjadi syahid. (HR Bukhari).

Adapun teknis pelaksanaannya mirip dengan puasa Ramadhan.

Bagi kaum Muslimin yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan juga disarankan untuk mengerjakannya pada hari Arafah ini, atau hari-hari lain yang disunnahkan untuk
berpuasa.

Maka ia akan mendapatkan dua pahala sekaligus, yakni pahala puasa wajib (qadha puasa Ramadhan) dan pahala puasa sunnah.

Demikian ini seperti pernah dibahas dalam Muktamar NU X di Surakarta tahun 1935, dengan mengutip fatwa dari kitab Fatawa al-Kubra pada bab tentang puasa:

يُعْلَمُ أَنَّ اْلأَفْضَلَ لِمُرِيْدِ التََطَوُّعِ أَنْ يَنْوِيَ اْلوَاجِبَ إِنْ كَانَ عَلَيْهِ وَإِلَّا فَالتَّطَوُّعِ لِيَحْصُلَ لَهُ مَا عَلَيْهِ

Diketahui bahwa bagi orang yang ingin berniat puasa sunnah, lebih baik ia juga berniat melakukan puasa wajib jika memang ia mempunyai tanggungan puasa, tapi jika ia
tidak mempunyai tanggungan (atau jika ia ragu-ragu apakah punya tanggungan atau tidak) ia cukup berniat puasa sunnah saja, maka ia akan memperoleh apa yang
diniatkannya.

Tata cara puasa Arafah sama saja dengan puasa sunah atau wajib lainnya, yakni sahur sebelum waktu salat subuh, mulai berpuasa sejak azan subuh berkumandang hingga
tenggelamnya matahari.

Sementara niatnya sedikit berbeda, begini bunyinya dikutip dari Seputar NU.

"Nawaitu shauma arafah, sunnatal lillahi ta’ala"

Artinya : Saya berniat puasa Arafah, sunnah karena Allah Taala. (banjarmasinpost.co.id/yayu fathilal)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved