Bantul

Imbas Permen No 20 Tahun 2018, Penjual Pakan Burung di Bantul Takut Dagangannya Ikut Tak Laku

Dalam Permen No 20 ini rencananya akan mengatur bahwa beberapa satwa, termasuk burung mulai masuk dalam kategori satwa dilindungi.

Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Susilo Wahid
Para pecinta burung bersama Gandung Pardiman menyilangkan tangan sebagai simbol penolakan Permen No 20 di Istana Taman Burung (ITB), Pucung, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Senin (13/8/2018). 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Para pecinta burung di Pucung, Wukirsari, Imogiri, Bantul satu suara menolak Peraturan Menteri (Permen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 20 tahun 2018 tentang satwa dilindungi.

Permen tersebut dianggap bisa berimbas pada kelangsungan hidup mereka.

Pertemuan menyuarakan pendapat menolak Permen No 20 tahun 2018 digelar di Istana Penangkaran Burung (IPB), Pucung, Wukirsari, Imogiri, Bantul, Senin (13/8/2018).

Baca: Komunitas Kicau Mania Gelar Launching Gantangan di Pasar Burung Pucung

Hadir para pecinta burung, mulai dari penangkar, EO lomba burung dan penjual pakan burung dari Bantul, Yogyakarta dan Klaten.

Dalam Permen No 20 ini rencananya akan mengatur bahwa beberapa satwa, termasuk burung mulai masuk dalam kategori satwa dilindungi.

Diantaranya murai batu (Copsychus malabaricus), cucak ijo (Chloropsis sonnerati), jalak suren (Sturnus contra) dan pleci (Zosterops).

Celakanya, burung-burung tersebut bagi mayoritas warga Pucung sudah ditangkarkan dan masuk dalam komoditas bisnis mereka.

Terutama murai batu dan jalak suren.

Sementara pleci, di beberapa daerah di Jawa Tengah seperti Klaten juga berhasil ditangkar oleh warga.

Seperti yang diungkapkan Budi Santoso, warga Klaten.

Menurutnya, Permen No 20 justru akan membuat penangkar burung mengalami kesusahan.

Pasalnya, saat burung yang selama ini sudah ditangkar warga masuk dalam kategori dilindungi, butuh biaya tambahan untuk melegalkan burung tersebut.

“Di daerah saya banyak warga yang menangkar burung jalak suren. Saat burung ini dilindungi maka perlu izin untuk kami bisa memelihara. Sementara biaya untuk mengurus izin tidak murah. Ratusan ribu lebih. Sementara harga burung tidak semuanya bisa langsung tinggi,” kata Budi dalam pertemuan.

Budi justru mengkritik pemerintah, karena sebenarnya belum benar-benar siap melakukan konservasi secara mandiri.

Terbukti hutan masih banyak ditebang sementara di hutan-hutan yang saat ini masih eksis, juga minim penjagaan dari Polhut yang membuat pemburu bisa leluasa mencari burung.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved