Bisnis
Begini Tanggapan Pelaku Usaha Terkait Pelemahan Rupiah
Meskipun bahan baku naik, pihaknya sendiri mengaku belum menaikkan harga jual kepada konsumen.
Laporan Calon Reporter Tribun Jogja Yosef Leon Pinsker
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Melemahnya mata uang rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (USD), disinyalir akan berdampak langsung terhadap beberapa pelaku usaha, terutama industri usaha yang masih mengandalkan produk impor untuk penggunaan bahan bakunya.
Dihimpun dari berbagai sumber, nilai tukar rupiah terhadap dolar USD pada perdagangan sore, Rabu (4/7/2018) ditutup merayap naik.
Data Yahoo Finance menunjukkan rupiah berakhir menanjak pada level Rp14.347/USD atau semakin membaik dibanding penutupan sebelumnya Rp14.375/USD.
Rupiah sepanjang hari ini bergerak pada level Rp14.305 hingga Rp14.365/USD.
Baca: Meskipun Rupiah Anjlok, ShopBack Bukukan Peningkatan Transaksi Hampir 3 Kali Lipat
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, Rupiah masih berada pada jalur hijau usai menguat di level Rp14.343/USD.
Posisi ini memperlihatkan rupiah mencoba bangkit dibandingkan posisi perdagangan sebelumnya Rp14.418/USD.
Ketua DPD Gabungan Perusahaan (GP) Farmasi DI Yogyakarta, Agung mengatakan, hal yang paling terasa dari anjloknya rupiah terhadap USD tentunya adalah pihak produsen farmasi, terutama yang disisi hilir.
Dia pun beranggapan bahwa, jauh sebelum periode rupiah anjlok, keadaan pasar industri farmasi di DIY sudah terlanjur lesu.
"Sulitnya ya itu tadi, stock bahan baku sudah nggak tersedia, tergantung impor, kan gitu. Sehingga pemberlakuan e-katalog dari Dinas Kesehatan itu tidak lagi efektif," imbuhnya saat dihubungi Tribun Jogja, Rabu (4/7/2018).
Disinggung mengenai besaran persentase penggunaan bahan baku impor, dia mengatakan belum bisa memastikan secara lengkap, "namun yang pasti para pengusaha farmasi ya masih wait and see dulu," tambahnya.
Baca: Pelemahan Nilai Tukar Rupiah Tak Berpengaruh pada Besaran Transaksi
"Kalau kenaikan harga itu tergantung dari sisi permintaannya ya dan saya rasa belum terlalu berdampak," sambungnya.
Sementara itu, Sekretaris Asosiasi Pengusaha Boga Indonesia (AsPBI), Widyatmoyo mengatakan, terkait pelemahan rupiah terhadap USD, secara langsung belum berpengaruh terhadap industri usaha boga di DIY, meskipun saat ini untuk harga-harga penggunaan bahan baku memang sudah mengalami kenaikan seperti cabai keriting merah, telur dan bawang putih.
"Minggu lalu masih di sekitar Rp25 ribuan per kg sekarang sudah diatas Rp 40 ribu, terutama telur ya, naiknya cukup signifikan," katanya.
Saat ditanyakan apakah hal tersebut berkaitan dengan pelemahan rupiah terhadap USD, ia mengatakan belum bisa berpendapat lebih jauh.
"Kalau secara langsung belum ada, karena kita ambil bahan baku kan langsung dari pedagang, meskipun ada beberapa pedagang yang impor, kenaikannya masih wajar lah," jelasnya.
Meskipun bahan baku naik, pihaknya sendiri mengaku belum menaikkan harga jual kepada konsumen.
Hal tersebut dikarenakan, pihaknya ingin tetap menjaga daya beli masyarakat agar selalu stabil dan menyiasati kerugian ongkos produksi dengan penggunaan bahan baku secara lebih efisien.
Baca: Analisis Pakar Penyebab Rupiah Merosot ke Rp 14.420 per dollar AS
Hal yang sama juga diutarakan oleh General Manager Cikis Bakery Baleayu Group, Yudhiono, yang mengatakan bahwa industri kuliner dan bakery pun belum terdampak secara signifikan terkait pelemahan rupiah.
Meskipun ada sebagian bahan baku yang menggunakan produk impor, namun hal itu bukan untuk memproduksi menu utama dan hanya berpengaruh sedikit terhadap profit perusahaan.
"Seperti daging ya, mungkin berpengaruh, kita ada daging tapi bukan jadi menu pokok. Terasanya disitu aja, yang awalnya margin profitnya 20 persen, mau ngga mau ya harus terima berkurang," katanya.
Harga jual produk pun diakuinya belum mengalami kenaikan, karena pihaknya sendiri hanya memberlakukan kenaikan harga satu kali selama setahun.
Baca: Terdampak Pelemahan Kurs Rupiah, Toko Elektronik Naikkan Harga
"Jadi kita biasanya memperkirakan ada kenaikan harga bahan baku atau BBM nggak tahun ini, jadi kita udah tambah 10 persennya (harga jual produk-red), tujuannya untuk antisipasi, jadi tidak tiba-tiba menaikkan harga jika ada kenaikan bahan baku," jelasnya.
Kemudian untuk sektor otomotif, Marketing Daihatsu Branch Yogyakarta, Amin Hamzah mengatakan saat ini hanya ada satu unit mobil yang mengalami kenaikan harga yaitu Daihatsu Grand Max yang naik sebesar Rp2 juta.
Hal itu, kata Amin, sudah berlangsung sejak dua bulan terakhir yang juga berdampak pada tingkat penjualan yang menurun. (Tribunjogja.com)