Bantul

Demi Hidupi Cucu Difabel, Nenek 56 Tahun Banting Tulang Berjualan Pecel di Imogri

Semua pekerjaan dan kebutuhan sehari-hari dilakukan secara mandiri, mengingat suami dan kelima anaknya sudah tak lagi tinggal di rumah.

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM / Ahmad Syarifudin
Cahyo Agung Wibowo (10) terlihat kurus. Atas sakit yang diderita, ia tak mampu bicara dan berjalan. 

Ia tempuh dengan berjalan kaki.

"Mau gimana lagi. Sepeda (onthel) tidak punya, apalagi sepeda motor. Kalau ada sedikit rezeki, ya kadang saya naik ojek. Bayarnya Rp 10 ribu, tapi sayang uangnya. Mending jalan kaki," tuturnya, Jumat (25/5/2018).

Penghasilan dari jualan pecel, diakui Warzanah tak menentu.

Ketika tengah laku, ia bisa tersenyum, pulang dengan mengantongi uang Rp 50 ribu.

Namun, ketika dagangan sepi, ia pun hanya pasrah.

"Nggak tentu hasile (tidak menentu hasilnya). Berapapun, tak cukup-cukup untuk kebutuhan sehari-hari," terangnya.

Tak ayal, untuk menambah pendapatan, Warzanah setiap akhir pekan beralih berjualan minuman di sekitar area makam raja-raja di Imogiri.

"Saya juga membuat wedhang uwuh dan bubuk daun kelor buat nambah-nambah penghasilan," timpal dia.

Dari bekerja keras itu, ia bisa sedikit membelikan cucunya gula sebagai pengganti susu.

Susu adalah barang mewah di rumah Warzanah.

Dengan penghasilan tak menentu, ia tak sanggup jika harus membelikan cucunya susu setiap hari.

Untuk mensiasatinya, ia terpaksa memberinya dengan air gula.

"Gantinya susu, saya kasih dia minum air gula. Karena doyannya yang manis-manis. Kalau makan, nasi, saya kasih lauk kecap," ujar Warzanah, dengan raut wajah sedih.

Warzanah dan cucunya, Cahyo Agung Wibowo menempati rumah kecil sederhana.

Dengan dinding batu bara, beralas plesteran.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved