Internasional

Mengintip Task Force 88, Pasukan Antiteror AS Kumpulan Personel Elite yang Kenyang Pengalaman Tempur

Gugus tugas tersebut dinamai Task Force 88. Dibanding kesatuan-kesatuan elite lain, Task Force 88 memang masih termasuk satuan baru

ist
Personel Task Force 88 

Oleh karena perintah berasal langsung dari presiden itulah, manuver mereka tak lagi butuh perizinan dari setiap petinggi di lapangan.

Perintah dari “atas” itu juga memberi keleluasaan untuk meminta dukungan senjata dan personel.

Saat mengeksekusi Osama bin Laden, misalnya, mereka bahkan diperkenankan memakai helikopter siluman yang belum pernah dipakai kesatuan mana pun.

Helikopter ini dikembangkan dari Sikorsky UH-60 Blackhawk.

Apapun itu, pelibatan satuan-satuan atau personel pasukan khusus dalam gugus tugas pemburu teroris tidak hanya didasarkan pada kecakapan memburu, tetapi juga pada pengalaman tempur di lapangan.

Pembentukan Marinir Batalion ke-3, misalnya, didasarkan pada pengalaman tempur dalam Operasi Phantom Fury di Fallujah, Irak (2004).

Bagi militer AS, operasi di kota Fallujah yang terjadi antara 7 November sampai 23 Desember 2004 adalah perang kota terdahsyat yang pernah dialami Marinir AS, setelah perebutan kota Hue di Vietnam pada 1968.

Pasalnya ada kondisi tertentu yang tidak memungkinkan serbuan langsung melalui darat.

Oleh karena itu  mereka juga diperkenankan meminta pengerahan pesawat tanpa awak (MQ-1 Predator atau MQ-9 Reaper) yang telah dipersenjatai rudal.

Demi memusnahkan target penting, celakanya, mereka sering tak memperdulikan orang-orang di sekitarnya yang bakal ikut terkena efek ledakan bom.

Akibatnya,  misi tempur Task Force 88 kadang-kadang sering mendapat kecaman keras karena dianggap tidak manusiawi. (*)

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved