Internasional

Sukhoi SU-27 Si Jet Tempur yang Kerap Bikin Ketar-ketir Pesawat Pengintai Amerika

Di antara pesawat-pesawat tempur dinasti Sukhoi yang paling sering mencegat pesawat-pesawat intai AS adalah Su-27.

en.wikipedia.org
Ilustrasi: Jet Tempur Sukhoi 

TRIBUNJOGJA.COM - Di antara pesawat-pesawat tempur dinasti Sukhoi yang paling sering mencegat pesawat-pesawat intai AS adalah Su-27.

Peristiwa pecegatan Su-27 terhadap pesawat intai USAF, RC-135 U yang masih terbilang baru berlangsung pada 14 April 2016 ketika sedang terbang patroli di atas Laut Baltik.

Aksi pencegatan Su-27 terhadap RC-135 U berlangsung sangat agresif dan berbahaya .

Saat itu Su-27 melakukan manuver seperti mau menabrak RC-135 U tapi dalam jarak yang kritis tiba Su-27 melakukan manuver menanjak lalu menukik lagi (barrel roll) di samping RC-135 U.

Manuver yang dilakukan Su-27 itu jelas membuat para kru RC-135 U kalang kabut karena bisa berakibat tabrakan.

Para awak pesawat pengintai AS patut khawatir karena insiden tabrakan antara pesawat surveillance dan jet tempur pernah terjadi.

Pada 1 April 2001, pesawat intai US Navy, EP-3E dicegat oleh jet tempur AL China, J-8 di sebelah tenggara Pulau Hainan.

Jet tempur China yang dipiloti oleh Letnan Wang Wei melakukan manuver dalam jarak dekat sehingga bertabrakan dengan EP-3E. Akibatnya J-8 patah jadi dua dan pilotnya tewas. 

Sedangkan EP-3E terpaksa mendarat darurat tanpa ijin di pangkalan udara milik China, Lingshui Airfield. Pesawat dan para awak EP-3E pun ditahan oleh otoritas China.

Tapi para pilot Su-27 tampaknya tak begitu menggubris insiden antara EP-3E dan jet tempur J-8 China itu.

Pasalnya sebelum Su-27 mencegat RC-135 U telah terjadi aksi penyergapan yang berlangsung beberapa kali terhadap pesawat intai USAF.

Pad 25 Januari 2016, Su-27 mencegat RC-135 dengan manuver-manuver ekstrem ketika sedang terbang di atas Laut Hitam.

Pada 7 April 2015, satu pesawat Su-27 yang mencegat RC-135U di atas Laut Hitam bahkan melakukan manuver ‘’fly pass’’ dan hanya berjarak 20 kaki dari posisi RC-135U.

Sedangkan pada 23 April 2015, pesawat intai RC-135 U yang sedang terbang di atas kawasan Okhotsk yang masih wilayah Jepang disergap Su-27 dengan cara memotong jalur penerbangan pada jarak 100 kaki.

Tidak hanya pesawat intai AS yang menjadi korban pencegatan Su-27 secara agresif dan esktrem, pesawat dari negara lain juga jadi pernah jadi korban.

Pada 16 Juli 2014, pesawat jet Swedia, ELINT juga disergap Su-27, yang terbang pada jarak 10,7 meter di samping ELINT.

Namun aksi Su-27 yang gemar menyergap pesawat dari negara lain secara nekat ternyata pernah kena batunya juga.

Pada 13 Sepetember 1987, pesawat transpor Norwegia RnoAF P-3B berserempetan di udara akibat disergap Su-27 ketika terbang di atas Laut Barent.

Akibatnya kedua pesawat mengalami kerusakan tapi bisa mendarat selamat di pangkalannya masing-masing.

Baca: Sarang Sukhoi Si Burung Pemangsa Penjaga Kawasan Udara Indonesia Timur

Dengan latar belakang pernah celaka itu, tampaknya kegemaran para pilot Su-27 untuk mencegat pesawat dari negara lain yang dianggap telah melanggar wilayah udara Rusia secara ektrem memang sudah hal biasa.

Maka tak mengherankan jika masih akan ditemui manuver gila Su-27 yang tiba-tiba menyergap pesawat yang dianggap musuh di masa yang akan datang.

Pilot TNI AU Lebih Jago

Sebagai produsen jet-jet tempur Sukhoi seperti Su-27/30 dan Su-35, para pilot tempur Rusia yang biasa menerbangkan Sukhoi ternyata memiliki  perbedaan yang menyolok dibandingkan dengan para pilot Sukhoi Indonesia (TNI AU).

Baik di Rusia maupun Indonesia biaya operasional untuk menerbangkan  jet tempur Sukhoi dikenal sangat mahal.

Pasalnya setiap jam terbang Sukhoi  biayanya, sesui ditulis Majalah Angkasaterbitan 3 Desember 2011 setara dengan 2 hingga 3 harga mobil Toyota Kijang.

Jika biaya menerbangkan Sukhoi itu setiap jamnya dihitung pada 2018, maka bisa diandaikan setara dengan harga 2 hingga 3 mobil Kijang Innova atau lebih dari Rp1 miliar.

Cara  untuk menghitung biaya per satu jam terbang Sukhoi itu  memang hanya internal TNI AU yang tahu. 

Tapi biaya yang  diperlukan untuk satu jam terbang Sukhoi secara global  antara lain BBM, penurunan fungsi airframe pesawat sehingga makin mempercepat masuk ke tahap perawatan, berkurangnya jumlah jam terbang terbang, dan lainnya.

Khusus untuk berkurangnya jumlah jam terbang Sukhoi, ketika jet-jet tempur Rusia itu tiba di Indonesia dalam kondisi baru, masing-masing sudah memiliki ‘jatah’ jam terbang.

Misalnya setiap unit pesawat Sukhoi memiliki jam terbang operasional sebanyak  2.000 jam terbang. 

Maka setelah 2.000 jam terbang tercapai, pesawat harus masuk ke tahap perawatan seperti penggantian suku cadang dan lainnya.

Dengan demikian setiap kali para pilot TNI AU menerbangkan Sukhoi maka ‘jatah’ jam terbang Sukhoi juga  makin berkurang.

Sementara berkurangnya jam terbang Sukhoi  juga makin berpengaruh kepada tahap perawatan yang biayanya sangat besar.

Apalagi jika tahap perawatan sampai dilakukan di Rusia.

Oleh karena itu dengan pertimbangan operasional Sukhoi yang demikian mahal para pilot Sukhoi di Rusia malah jarang berlatih terbang menggunakan Sukhoi tapi pesawat-pesawat latih lainnya.

Sebaliknya para pilot Sukhoi TNI AU karena sudah memiliki kurikulum yang jelas setiap tahunnya tetap melakukan latihan terbang rutin.

Bahkan dari sisi jumlah jam terbang, para pilot Sukhoi TNI AU  selalu mengalami peningkatan jumlah jam terbangnya setiap tahunnya.

Dengan jumlah jam terbang yang lebih banyak dibandingkan jam jerbang para pilot Sukhoi Rusia, maka dari sisi profesionalisme, kemampuan terbang pilot-pilot Sukhoi TNI AU menjadi lebih unggul dibandingkan para pilot Sukhoi Rusia.

Oleh karena itu ketika Indonesia ingin  membeli Sukhoi, seperti Su-35 dan para pilot Sukhoi TNI AU harus berlatih di Rusia, mereka sering dibuat terkejut.

Pasalnya banyak pilot latih Rusia yang jam terbangnya justru di bawah para pilot Sukhoi senior TNI AU.

Para pilot TNI AU yang sedang dilatih terbang menggunakan jet tempur Sukhoi,  kadang juga  merasa ‘jengkel’ karena para pilot latih Rusia termasuk pelit dalam membagikan ilmu terbangnya.

Ketika berlatih terbang di Rusia, para pilot TNI AU sebenarnya lebih membutuhkan ketrampilan menerbangkan Sukhoi sambil mengoperasikan persenjataan.

Tapi karena parktek  menggunakan persenjataan Sukhoi juga butuh biaya sangat mahal, maka ketrampilan yang sangat dibutuhkan dalam pertempuran udara yang sesungguhnya itu  hanya bisa dipoleh dengan menggunakan simulator. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved