Hari Kartini

Kartini Masa Kini, Perjuangan Anak Satpam Meraih Gelar Doktor di UGM Ini Patut Diteladani

Kartini masa kini, perjuangan anak satpam UGM meraih gelar doktor di tempat ayahnya bekerja patut diteladani

Penulis: say | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja/ Alexander Ermando
Retna Ningtyas Susanti, putri Petugas Keamanan di UGM yang berhasil meraih gelar Doktor pada Kamis (19/04/2018) 

TRIBUNJOGJA.COM - Sabtu (21/4/2018) besok bertepatan dengan peringatan Hari Kartini.

Tak sekadar peringatan dalam bentuk seremonial semata, tetapi Hari Kartini dimaknai sebagai salah satu tonggak untuk memperjuangkan persamaan derajat pria dan wanita.

Pada masanya, Raden Ajeng (RA) Kartini menjadi perempuan pemberani, yang mengirimkan surat-surat berisi pemikirannya, kepada sahabatnya di Belanda.

Ia juga membaca surat kabar Semarang De Locomotief, membaca majalah kebudayaan dan ada pula majalah wanita Belanda De Hollandsche Lelie.

Ia bahkan beberapa kali mengirimkan tulisannya ke media yang ada di Belanda dan dimuat di De Hollandsche Lelie. 

Lalu setelah menikah dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, Kartini diizinkan mendirikan sekolah wanita, di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang, yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

Sang suami tahu jika istrinya itu memiliki perhatian lebih terhadap pendidikan.

Baca: Jelang Hari Kartini, Cewek-cewek Wajib Tonton 8 Film Inspiratif Wanita Indonesia Ini!

Kartini meninggal dunia empat hari setelah melahirkan putranya, Soesalit Djojoadhiningrat, di usia 25 tahun.

Selepas kepergiannya, teman-teman Kartini di Belanda kemudian membukukan surat-surat yang pernah dikirim Kartini ke mereka, lalu menerbitkannya dalam buku berjudul Door Duisternis tot Licht atau 'Habis Gelap Terbitlah Terang'.

Semangat Kartini kemudian menginspirasi banyak wanita untuk meraih mimpi tertingginya, terutama dalam hal pendidikan.

Di tahun 2018 yang serba canggih ini, kisah inspiratif dari seorang wanita bernama Retnaningtyas Susanti ini juga bisa dijadikan teladan.

Pada Kamis (19/4/2018), Tyas, sapaan akrabnya, berhasil meraih gelar Doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM).

Namun Tyas bukan berasal dari keluarga kaya raya yang serba kecukupan.

Wanita 32 tahun itu adalah anak dari seorang petugas keamanan (Satpam) UGM bernama Teguh Tuparman.

Sudah 33 tahun ayahnya bekerja di kampus tersebut.

Berasal dari keluarga sederhana, Tyas harus berjuang keras sejak awal, untuk dapat melanjutkan pendidikan hingga jenjang tertinggi.

Ia meraih gelar Sarjana dari Program Studi Antropologi Budaya UGM, tahun 2003-2007.

Saat itu, Tyas sampai harus berjualan salak bersama temannya, untuk menambah biaya kuliah.

Salak itu mereka jual saat acara wisuda.

Waktu itu, ayah Tyas sempat kesulitan membayar SPP sebesar Rp 1,3 juta, yang cukup besar bagi mereka.

Meskipun demikian, Tyas dan ayahnya tidak putus asa.

"Pas saya kuliah S1 dulu, saya dan teman saya bawa salak masing-masing 50 kg dari Turi. Itu kita bawa pakai sepeda motor. Terus kita jual di sini," tutur Tyas setelah selesai acara wisuda S3 di Grha Sabha Pramana UGM.

Wanita berambut pendek itu kemudian meraih Magister dari Program Kajian Pariwisata, dari 2009 hingga 2011.

Kemudian untuk jenjang S3, ia menempuhnya dalam waktu cukup lama, yakni dari tahun 2013 dan baru lulus Januari 2018, karena sembari mengajar.

Meskipun sudah menjadi seorang dosen, ia tetap nyambi berjualan es krim bikinannya sendiri dan dijual berkeliling dari sekolah ke sekolah.

"Itu saya bikin hasil browsing di internet," tambahnya.

Tyas pun merasa bangga karena sudah dapat membanggakan orangtuanya, dengan meraih gelar Doktor.

Ia berhasil menepiskan tudingan-tudingan miring, yang menyebutnya dapat kuliah tinggi karena mendompleng ayahnya.

Selanjutnya, ia berpesan pada generasi muda, agar tak perlu berkecil hati bila terkendala masalah biaya saat ingin kuliah.

Masalah itu dapat diatasi dengan mengikuti program beasiswa.

Sulung dari empat bersaudara ini juga menekankan pentingnya menjalin relasi yang baik dengan para dosen, termasuk rajin dalam mengajukan berbagai penelitian, agar bantuan dana bisa didapatkan.

"Apa pun itu, kalau untuk pendidikan pasti ada jalan," tandasnya.

Cita-cita Tyas tak hanya sampai sini saja.

Ia masih memiliki keinginan besar, yang ingin diwujudkannya.

"Saya ingin mengundang orangtua saat dikukuhkan sebagai Guru Besar suatu saat nanti," ungkapnya. (tribunjogja)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved