Labuhan Merapi
Begini Komentar Wisatawan Tentang Labuhan Ageng Merapi Tahun Ini
Labuhan kali ini pun merupakan Labuhan Ageng di mana hanya dilaksanakan setiap 8 tahun sekali.
Penulis: Alexander Aprita | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Alexander Ermando
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Prosesi Labuhan Merapi telah berakhir pada Selasa siang (17/04/2018) di Sri Manganti, lereng Gunung Merapi.
Labuhan kali ini pun merupakan Labuhan Ageng di mana hanya dilaksanakan setiap 8 tahun sekali.
Acara Labuhan di lereng Merapi ini tidak hanya mencuri perhatian warga setempat, tetapi juga pengunjung dari daerah lain dan mancanegara.
Ibu Sugeng mengaku baru kali ini mengikuti prosesi Labuhan di Merapi. Ia pun rela datang jauh-jauh dari rumahnya di Bantul untuk mengikuti prosesi Labuhan secara langsung.
"Waktu Labuhan di Parangkusumo kemarin saya juga ikut," ujar pensiunan guru ini.
Ibu Sugeng menyatakan bahwa keikutsertaannya dalam prosesi Labuhan ini karena ingin ikut menjalani dan melestarikan budaya Jawa.
Walau umurnya tak lagi muda, ia mengaku tetap bersemangat untuk mengikuti jalannya arak-arakan hingga ke Sri Manganti. Menurutnya ini juga bagian dari filosofi dan tradisi Jawa.
"Perjalanan ini menggambarkan laku prihatin, di mana halangan yang berat harus dilalui untuk mencapai tujuan," jelas Ibu Sugeng yang datang bersama kerabatnya ini.
Miguel, turis asal Barcelona, mengetahui tentang acara labuhan ini dari teman-temannya. Walaupun capek, ia tetap mengagumi jalannya acara Labuhan Merapi ini.
"Ini pertama kalinya saya menyaksikan acara ini. Saya kagum dengan usaha mereka untuk bersusah payah naik ke atas sini. Menurut saya ini sangat indah," ujar Miguel yang baru tiba di Yogyakarta kemarin ini.
Berbeda lagi dengan Jasmine Winnett. Warga asal Inggris ini mengaku sudah tiga kali ikut acara Labuhan di Merapi. Namun ia belum bosan untuk terlibat dalam prosesinya.
"Saya menikmati suasananya. Saya sangat kagum dengan para sesepuh yang masih kuat mendaki," tutur Jasmine.
Perempuan yang sudah menetap di Yogyakarta selama 3 tahun ini menyatakan bahwa ia banyak belajar budaya Jawa lewat upacara Labuhan Merapi.
Ia juga tertarik dengan sistem Juru Kunci, berbagai mitos, serta tentang kepercayaan adanya makhluk lain yang ikut hidup berdampingan dengan manusia.
"Saya kagum dengan tradisi Jawa, di mana penghormatan terhadap alam dan budaya masih eksis hingga sekarang," ujar pengajar di Sekolah Merapi ini.(*)