Pemdes Tangkap Sinyal Melunaknya Sikap Warga Penolak Bandara

Pemerintah Desa Glagah menangkap sedikit perubahan sikap dari sebagian warga penolak pembangunan bandara di Temon.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Singgih Wahyu
Ilustrasi: Warga PWPP-KP bersama relawan penolakan bandara menanam kembali pohon yang ditumbangkan dalam proses pembersihan lahan bandara 

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Pemerintah Desa Glagah menangkap sedikit perubahan sikap dari sebagian warga penolak pembangunan bandara di Temon.

Hal ini dipandang sebagai pertanda melunaknya sikap warga warga.

Kepala Desa Glagah, Agus Parmono mengatakan bahwa selama ini warga penolak bandara yang kini tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP) cenderung bersikap ketus dan tak acuh kepada perangkat desa.

Hal itu lantaran perangkat desa dituding tidak mengakomodasi sikap keberatan dan penolakan warga serta dianggap mendukung rencana pembangunan bandara.

Belakangan ini, warga tersebut cenderung mulai berubah sikap.

Di antaranya, bersedia menyapa dan mengulas senyum ketika bertemu perangkat desa.

Menurut Agus, hal itu sudah seringkali terjadi belakangan ini setelah proses konsinyasi ganti rugi pembebasan lahan untuk pembangunan bandara dituntaskan seluruhnya oleh pengadilan.

Baca: Lima Hektare Lahan Dibutuhkan Untuk Bikin Mulut Underpass Bandara Kulonprogo

"Warga penolak kalau bertemu perangkat desa sekarang sudah mau menyapa dan bertanya. Ini berarti kan ada sikap yang melunak," kata Agus, Selasa (3/4/2018).

Hal itu dianggapnya sebagai sesuatu yang positif namun pihaknya tak ingin menduga-duga lebih jauh.

Apalagi, hingga saat ini juga belum ada komunikasi lebih lanjut dari warga bersangkutan dengan perangkat desa.

Terutama terkait pembangunan bandara dan sikap penolakan mereka.

Maka itu pula, pihaknya belum berani merelokasi beberapa liang makam dari keluarga warga penolak bandara tersebut.

Disebutnya, ada 17 rumah di Glagah yang masih menyuarakan penolakan dan masih tinggal di lahan pembangunan bandara meski status tanah kini sudah beralih jadi milik negara setelah dikonsinyasi.

Yakni, 9 rumah di Pedukuhan Sidorejo, 4 rumah di Pedukuhan Kepek, dan 4 rumah lain di Pedukuhan Bapangan.

Sedangkan di Palihan menurutnya ada 15 rumah yang pemiliknya menolak pindah.

Baca: Warga Penolak Bandara Kulonprogo Bersikap Apatis pada Konsinyasi Ganti Rugi di Pengadilan

"Untuk langkah selanjutnya, kami menunggu kebijakan dari pemerintah dan Angkasa Pura I. Langkah pendekatannya seperti apa, kita tunggu saja. Pemindahan makam juga akan kami lanjutkan setelahnya ketika suasana sudah kondusif," kata Agus.

Sementara itu, seorng warga penolak bandara dari PWPP-KP, Sofyan menegaskan bahwa warga masih dalam sikap semula yakni menolak pembangunan bandara dan tak ingin digusur oleh proyek tersebut.

Pihaknya akan tetap bertahan tinggal di rumah yang ditinggali selama ini meskipun AP I mengklaim urusan lahan sudah kelar 100 persen.

Warga disebutnya tidak pernah berkeinginan menjual tanahnya sehingga tidak akan mengakui proses konsinyasi oleh pengadilan.

Pun saat ini warga masih tetap beraktivitas seperti biasa dengan menggarap lahan pertaniannya dan tak mempedulikan kabar apapun terkait proyek bandara.

"Kami akan tetap mempertahankan. Jika mereka nekat, biar Allah yang jadi pelindung, pengayom, dan penyelamat kami," kata dia.(TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved