Lima Hektare Lahan Dibutuhkan Untuk Bikin Mulut Underpass Bandara Kulonprogo
Pemda DIY pada Selasa (3/4/2018) melakukan survey dan pendataan lapangan sebagai dasar pengajuan IPL pembangunan terowongan tersebut
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Sekitar 27 bidang tanah di Pedukuhan Sidorejo, Desa Glagah akan dibebaskan untuk pembangunan underpass atau terowongan jalur Jalan Daendels di area pembangunan bandara di Temon.
Pemda DIY pada Selasa (3/4/2018) melakukan survey dan pendataan lapangan sebagai dasar pengajuan Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan terowongan tersebut.
Adapun terowongan direncanakan mencapai panjang sekitar 1 kilometer sebagai pengganti ruas jalan Daendels atau Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) yang turut terdampak proyek bandara.
Terowongan akan dilengkapi inlet dan outlet (mulut terowongan) yang letaknya berada di tepian pagar lahan bandara wilayah Desa Glagah dan Palihan.
Maka dari itu, dibutuhkan pembebasan lahan di sekitarnya sepanjang 175 meter di sekitar mulut terowongan wilayah Palihan dan Glagah 150 meter.
Masing-masing lebarnya 35 meter atau 17,5 meter dari as jalan untuk masing-masing sisi.
Baca: PT Angkasa Pura Siap Surati Warga yang Masih Memilih Tinggal di Lahan Bandara Kulonprogo
Kepala Desa Glagah, Agus Parmono mengatakan rencana tersebut sudah disosialisasikan kepada warga bersangkutan pada pekan lalu di Balai Desa Palihan.
Ada sekitar 20 warga pemilik bidang tanah di sekitar portal pagar bandara ruas JJLS yang diundang dan dan disebutnya telah menyatakan persetujuan untuk pembebasan lahan.
Informasi didapatkannya, luasan lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan terusan JJLS itu kurang dari 5 hektare di kedua desa.
"Untuk wilayah Glagah, areal yang terdampak berada di wilayah Pedukuhan Sidorejo semuanya. Ada 27 bidang terdiri atas rumah dan lahan pekarangan. Semuanya (pemilik tanah) sudah setuju saat disosialisasikan. Ada satu atau dua rumah yang mungkin habis terkena proyek tersebut dan harus pindah ke belakang sedangkan lainnya mungkin hanya kena halaman atau terasnya," kata Agus di sela pendataan lahan.
Baca: JJLS Bakal Dibikin Terowongan di Bawah Bandara
Pembebasan lahan sendiri akan dilakukan oleh Pemerintah DIY dan pembangunan fisik terowongan ditangani Satuan Kerja Proyek Jalan Nasional (Satker PJN) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Hasil pendataan awal oleh tim Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (DPUP ESDM) DIY itu nantinya akan dijadikan dasar mengajukan IPL pembangunan terowongan kepada Gubernur.
Selanjutnya, dilakukan konsultasi publik dan penilaian tanah, bangunan, dan tanaman milik warga yang terdampak untuk kemudian dilakukan pembayaran ganti rugi.
"Ditargetkan pembebasan lahan sudah dimulai Mei atau Juni," imbuh Agus.
Surveyor Bidang Bina Marga DPU ESDM DIY, Heri Anggaradi mengatakan pihaknya pada hari itu mulai melakukan ploting ukuran gambar desain terowongan jalan pada eksisting lokasi di wilayah batas pagar bandara dari kedua sisi.
Bersamaan itu, dilakukan pula stake out atau pematokan titik untuk proses pengukuran selanjutnya.
Ploting ini juga dilakukan untuk menentukan as jalan menuju terowongan jalan atau underpass sesuai kebutuhan jalan termasuk inlet dan outlet jalan.
Baca: Toko Modern di JJLS Bakal Diwajibkan Menjual Produk Lokal
"Underpass rencananya dibuat agak menikung sesuai rencana (perkiraan) kecepatan laju kendaraan sekitar 60 kilometer/jam sehingga tidak terlalu tajam. Makanya jalan dibuat agak lebar dalam dua lajur dengan median," kata dia.
Lebar jalan 35 meter menurutnya sudah termasuk bahu jalan, trotoar, ruang untuk memasang rambu-rambu dan marka jalan serta drainase.
Pihaknya juga menyisakan jalan seluas tiga meter bagi jalur akses warga yang nantinya bisa ditambah apabila kondisi lalu-lintas semakin bertambah.
Proses ploting dilakukan dengan pendampingan dari pihak pemerintah desa serta warga pemilik lahan terdampak untuk menyesuaikan gambar desain dan hasil ploting dengan kondisi yang ada di lapangan.
"Proses pembebasan lahan dilakukan sembari melihat kondisi kepemilikan lahan dan mendapat masukan dari masyarakat. Jangan sampai misalnya ada sebagian kecil lahan yang tidak terbebaskan dan terpotong, ini bisa jadi masalah," kata Heri.(TRIBUNJOGJA.COM)