Rasa Mie Lethek Tak Pernah Berubah
Sesuai arti kata lethek dalam bahasa Jawa yang berarti kotor, visual mie lethek ini memang tampak kusam.
Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Suasana jalan kampung di Desa Wisata Lopati, Trimurti, Srandakan, Bantul, Sabtu (24/3/2018) siang tampak penuh sesak oleh warga setempat dan warga dari luar daerah.
Uniknya, nyaris semua orang ada di jalan kampung itu tampak membawa wadah kecil terbuat dari daun pisang.
Isi wadah kecil semuanya juga sama, yaitu mie berwarna putih agak coklat abu menyerupai bihun.
Mie ini dinamai mie lethek.
Sesuai arti kata lethek dalam bahasa Jawa yang berarti kotor, visual mie lethek ini memang tampak kusam.
Maklum, mie yang biasanya terbuat dari tepung tapioka dan gaplek ini memang dibuat secara alami tanpa bahan pemutih atau pembersih khusus.
Di tempat orang berkerumun dengan wadah daun pisang berisi mie lethek itu memang sedang ada acara Festival Mie Lethek.
Acara ini digagas pihak desa untuk semakin mengenalkan mie lethek.
Ada puluhan ibu-ibu yang memasak mie lethek di jalanan dan ribuan mie lethek gratis.
Baca: Festival Mie Lethek Diharapkan Bisa Dongkrak Ekonomi Warga
Salah satunya Suratmi (57) warga setempat yang selama hidupnya sudah mengenal mie lethek.
"Dari dulu mie lethek ya seperti ini, warna dan bentuknya sama. Rasanya tidak pernah berubah. Hanya saya dengar sekarang membuat bahan mie lethek tidak lagi pakai tenaga sapi," kata Suratmi.
Suratmi sendiri ikut memasak di salah satu stand ibu-ibu di acara Festival Mie Lethek.
Perangainya yang santun itu secara terampil meracik bumbu-bumbu untuk mengolah mie lethek.
Merica, bawang dan kemiri adalah bumbu dasar. Agar lebih sedap, perlu ditambah kaldu ayam.