Mantan Ketua MK: Kalau Ada 20 Peserta Pilkada yang Jadi Tersangka, Bisa Bubar Itu Pilkada
Jimly mengatakan hal itu perlu dilakukan sebagai seni agar KPK tidak dianggap sebagai alat politik saat Pilkada.
TRIBUNJOGJA.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie setuju dengan imbauan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian agar penegak hukum tidak memanggil calon kepala daerah yang dilaporkan melakukan tindak pidana baik sebagai saksi atau tersangka sebelum Pilkada serentak 2018 dilaksanakan.
Termasuk mengimbau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) untuk tidak mengumumkan jika saja ada calon kepala daerah yang sudah ditetapkan mengikuti Pilkada sebagai pelaku kasus korupsi sebelum Pilkada berlangsung bulan Juli 2018.
Jimly mengatakan hal itu perlu dilakukan sebagai seni agar KPK tidak dianggap sebagai alat politik saat Pilkada.
“Kalau anda tanya saya maka jawabannya adalah setuju dengan himbauan Kapolri agar tidak mencampuradukkan politik dan hukum. Supaya menghindari penegakan hukum menjadi alat politik maka tunggu dulu, ini kan seni dalam menetapkan tersangka,” ujarnya ketika ditemui di Kantor ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia), Rabu (7/3/2018).
Menurutnya slogan penegakan hukum tanpa pandang dulu juga harus melihat kearifan sistem politik Indonesia.
Karena menurutnya bila banyak calon kepala daerah yang dikenakan tuduhan tindak pidana maka Pilkada sebagai simbol demokrasi Indonesia tidak akan berjalan.
“Kalau ada 20 orang saja yang ditersangkakan, bisa bubar itu Pilkada. Apalagi sekarang sudah enam dan mereka terus menjalankan prosedur Pilkada karena tak bisa dibatalkan, makin rusak image demokrasi kita,” terangnya.
Namun ia memberikan pengecualian jika yang bersangkutan tertangkap basah atau tertangkap tangan saat melakukan tindak pidana termasuk korupsi.
“Kalau tertangkap tangan harus langsung ditindak dan diberhentikan dari posisi. Karena kalau tertangkap tangan seperti itu tak perlu pembuktian,” ungkapnya.
Jimly juga mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu salah pilih calon kepada daerah karena bila kemudian dia ditetapkan tersangka tindak pidana belum tentu juga dia akan memenangkan Pilkada.
“Begitu juga kalau misal bupati yang memenangkan Pilkada akhirnya ditetapkan sebagai tersangka, kemudian wakilnya yang naik. Ini juga untuk melindungi penegak hukum termasuk KPK agar tidak dipolitisasi,” pungkasnya.