Barongsai, Sejarah Mengusir Roh Jahat dengan Bunyian Nyaring

Konon, tarian barongsai dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat. Dipercayai bahwa monster, hantu, dan roh-roh jahat takut dengan suara keras.

Editor: iwanoganapriansyah
tribunbali

TRIBUNJOGJA.COM - Berdasarkan kepercayaan tradisional masyarakat Tiongkok, singa adalah simbol keberanian, stabilitas, dan keunggulan. Tarian tradisional memakai kostum menyerupai singa disebut pula sebagai barongsai.

Konon, tarian barongsai dilakukan untuk mengusir roh-roh jahat. Dipercayai bahwa monster, hantu, dan roh-roh jahat seperti Nian (monster) takut dengan suara keras.

Lantas, apa makna di balik sekian orang yang menari lincah di balik kostum berwujud singa tersebut? Berikut sejarah tarian barongsai.

Baca:  Halooo, Apakah Sudah Daftar SIM Card Prabayar? Deadline 28 Februari Lho!

Barongsai memiliki sejarah ribuan tahun. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga sebelum masehi.

Kesenian Barongsai mulai populer pada zaman dinasti Selatan-Utara (Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah Raja Fan Yang dari negeri Lin Yi.

Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk mengusir pasukan Raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian barongsai melegenda hingga sekarang.

Dua Jenis Barongsai

Barongsai terdiri dari dua jenis utama yakni Singa Utara yang memiliki surai ikal dan berkaki empat, dan Singa Selatan yang bersisik dan bertanduk. Penampilan singa Utara lebih mirip singa karena berbulu tebal, bukan bersisik.

Di Indonesia, Singa Utara biasa disebut Peking Sai. Singa Utara memiliki bulu yang lebat dan panjang berwarna kuning dan merah. biasanya Singa Utara dimainkan dengan 2 Singa dewasa dengan pita warna merah di kepalanya yang menggambarkan Singa Jantan, dan Pita Hijau (kadang bulu hijau di kepalanya) untuk menggambarkan Singa Betina.

Jenis dan warna Barongsai
Jenis dan warna Barongsai ()

Pekingsai dimainkan dengan Akrobatik dan Atraktif, seperti berjalan di tali, berjalan di atas bola, menggendong, berputar, dan gerakan-gerakan akrobatis lainnya. Tidak jarang juga, Pekingsai dimainkan dengan anak singa, atau seorang 'pendekar' yang memegang benda berbentuk bola yang memimpin para Singa. Biasanya, sang pendekar melakukan beberapa gerakan-gerakan beladiri Wushu.

Konon, pada jaman dahulu, atraksi Pekingsai digunakan untuk menghibur keluarga kerajaan di istana Tiongkok.

Singa Selatan inilah yang sering kita lihat, atau kita sebut Barongsai. Singa Selatan lebih ekspresif dibanding Singa Utara. Kerangka kepala Singa Selatan dibuat dari bambu, lalu ditempeli kertas, lalu dilukis, dan ditempeli bulu dan dihias. Bulu yang memiliki kualitas tinggi untuk pembuatan Barongsai adalah bulu domba atau bulu kelinci. Tetapi, untuk harga yang murah, biasanya digunakan bulu sintetis. Pada zaman modern, kerangka barongsai mulai dibuat dengan alumunium atau rotan.

Singa Selatan memiliki berbagai macam jenis. Singa yang memiliki tanduk lancip, mulut seperti bebek, dahi yang tinggi, dan ekor yang lebih panjang disebut Fut San (juga disebut Fo Shan, atau Fat San). Sedangkan Singa yang memiliki mulut moncong ke depan, tanduk yang tidak lancip, dan ekor yang lebih kecil disebut Hok San. Keduanya diambil dari nama tempat di Tiongkok.

Barongsai Futsan dimainkan dengan kuda-kuda dan gerakan yang lebih memerlukan tenaga. Barongsai Futsan biasanya dimainkan didalam kategori Barongsai Tradisional. Kuda-kuda dan gerakan barongsai hoksan lebih santai daripada Barongsai futsan. Barongsai futsan biasanya digunakan di sekolah-sekolah kungfu, dan hanya murid terbaik yang dapat menarikannya.

Barongsai hoksan biasanya dikenal karena ekspresif, langkah kaki yang unik, penampilan yang impresif, dan musik yang bertenaga. Diperkirakan, pendiri Barongsai Hoksan adalah Feng Gengzhang pada abad ke 20. Feng lahir di desa di kota He Shan, dan dia diajarkan beladiri China dan Barongsai dari ayahnya. Kemudian, ia mempelajari bela diri dan Barongsai dari Fo Shan sebelum pulang ke desanya dan membuat sasananya sendiri.

Feng menciptakan gaya berbarongsainya yang unik, dan menciptakan teknik baru memaikan Barongsai dengan mempelajari mimik dan gerak kucing, seperti "menangkap tikus, bermain, menangkap burung, dan berguling". Dan, terciptalah kepala barongsai bergaya Hok San, ia merendahkan dahi Barongsai, melengkungi tanduknya, dan membuat mulutnya menjadi seperti paruh bebek. Badannya juga menjadi terlihat lebih bertenaga dan berwarna lebih mencolok.

Feng juga menciptakan gaya musik baru dalam bermain Barongsai yang disebut "Seven Star Drum". Sekitar tahun 1945, pemain Barongsai hoksan diundang untuk tampil di berbagai tempat di China dan bagian Asia Tenggara. Di Singapura, Barongsai hoksan menjadi terkenal dan mendapatkan julukan "Raja dari Raja Barongsai" dan memiliki tulisan "Raja" (王) di dahi Barongsai Hoksan.

Atraksi Barongsai
Atraksi Barongsai ()

Biasanya, perbedaan warna pada bulu Barongsai melambangkan umur dan karakter sang Barongsai. Barongsai dengan warna putih adalah barongsai yang paling tua, warna putih melambangkan kesucian. Barongsai berwarna kuning adalah Barongsai dengan umur yang tidak teralu tua dan tidak terlalu muda, warna kuning melambangkan keberuntungan dan ketulusan hati.

Barongsai berwarna hitam adalah barongsai dengan umur yang paling kecil. Itulah mengapa, biasanya barongsai berwarna hitam ditarikan dengan gerakan yang lincah dan seperti memiliki keingintahuan tinggi. Barongsai berwarna emas melambangkan kegembiraan. Barongsai dengan warna hijau melambangkan pertemanan. Barongsai dengan bulu warna merah melambangkan keberanian. Karena berkembangnya waktu, Barongsai modern telah muncul dan menghasilkan warna-warna baru seperti pink, ungu, dll.

Baca:  Cantiknya Istri Wakil Bupati Trenggalek, Ini Rahasianya

Barongsai dimainkan di beberapa tempat. Barongsai yang dimainkan di lantai atau papan disebut Barongsai Tradisional, Barongsai yang dimainkan di atas tonggak disebut Barongsai Tonggak. Tonggak yang berstandar internasional memiliki tinggi kurang lebih 80cm sampai 2 meter. Untuk Barongsai lantai, biasanya area dalam pertandingan dibatasi 8x8 meter - 10x10 meter. Dalam pertunjukan barongsai, makanan Barongsai yang berupa sayur disebut Cheng.

Untuk menarikan Barongsai, agar terlihat indah dan menarik, pemain Barongsai harus menguasai kerjasama antar pemain, kerjasama pemain musik, dan kerjasama pemain musik dan pemain barongsai. Pergerakan barongsai dengan musik harus serasi. Pemain barongsai juga harus membuat barongsai seolah benar-benar "hidup" dengan cara membuat ekspresi dan mimik wajah barongsai seolah-olah nyata.

Barongsai di Indonesia

Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan[3].

Barongsai di Indonesia mengalami masa maraknya ketika zaman masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan. Setiap perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan di berbagai daerah di Indonesia hampir dipastikan memiliki sebuah perkumpulan barongsai.
Perkembangan barongsai kemudian berhenti pada tahun 1965 setelah meletusnya Gerakan 30 S/PKI. Karena situasi politik pada waktu itu, segala macam bentuk kebudayaan Tionghoa di Indonesia dibungkam. Barongsai dimusnahkan dan tidak boleh dimainkan lagi.

Perubahan situasi politik yang terjadi di Indonesia setelah tahun 1998 membangkitkan kembali kesenian barongsai dan kebudayaan Tionghoa lainnya. Banyak perkumpulan barongsai kembali bermunculan. Berbeda dengan zaman dahulu, sekarang tak hanya kaum muda Tionghoa yang memainkan barongsai, tetapi banyak pula kaum muda pribumi Indonesia yang ikut serta[2].

Pada zaman pemerintahan Soeharto, barongsai sempat tidak diizinkan untuk dimainkan. Satu-satunya tempat di Indonesia yang bisa menampilkan barongsai secara besar-besaran adalah di kota Semarang, tepatnya di panggung besar kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Kelenteng Gedong Batu. Setiap tahun, pada tanggal 29-30 bulan enam menurut penanggalan Tiong Hoa (Imlek), barongsai dari keenam perguruan di Semarang, dipentaskan.

Atlet Barongsai FOBI

Sekarang barongsai di Indonesia sudah diperlombakan. Federasi Olahraga Barongsai Indonesia atau FOBI yang menaungi kesenian Barongsai telah diakui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia KONI. Jadi, sekarang pemain Barongsai bisa disebut sebagai Atlet Barongsai. Barongsai Indonesia telah meraih juara pada kejuaraan di dunia.

Perkembangan Barongsai di Indonesia bisa dibilang cukup pesat. bisa dilihat dari prestasi-prestasinya di pertandingan-pertandingan dunia. Indonesia juga dapat mengalahkan tim Barongsai dari China yang sudah ribuan tahun lebih dahulu mempelajari Barongsai. Barongsai Indonesia juga sudah dapat mengalahkan tim Barongsai dari Malaysia yang memang lebih dulu mempelajari Barongsai daripada Indonesia.

Kejuaraan Barongsai
Kejuaraan Barongsai ()

Pada Pekan Olahraga Nasional ke XIX yang berlangsung di Jawa Barat kali ini, cabang olahraga Barongsai termasuk dalam cabang olahraga eksebisi bersama 11 cabang olahraga lainnya yang disetujui oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Cabang olahraga Barongsai yang berlangsung di GOR Pajajaran Bogor pada 22-25 September ini diikuti oleh 712 atlet dari 15 provinsi.

Dalam perkembangan sekarang ini Barongsai sudah banyak jenis permainnya yang dipadukan dengan kesenian atau beladiri Wushu, dan menjadikan gerakan-gerakan yang dilakukan menjadi indah dan serasi dengan musik terdengar dari alat musik Barongsai. Itupun sebenarnya keserasian permainan juga didapat dari hasil latihan yang serius dan disiplin yang tinggi serta penngenalan tentang budaya Tionghoa pada umumnya. (wkp/berbagai sumber)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved