Sektor Pendidikan dan Pariwisata di DIY Masih Sarat Pungli
Dugaan maladministrasi di lembaga pendidikan, yaitu meliputi SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi di DIY berjumlah 34 laporan.
Penulis: rid | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Pradito Rida Pertana
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY memaparkan hasil catatan pelayanan publik di DIY selama tahun 2017.
Dimana dari data tersebut, kasus pungli masih terbilang tinggi khususnya pada sektor pendidikan dan pariwisata.
Sedangkan menurut hasil survey, untuk kepatuhan terhadap standar pelayanan publik menempatkan Pemerintahan Kabupaten Kulon Progo di tempat teratas.
Kepala Ombudsman Republik Indonesia (ORI) perwakilan DIY, Budhi Masthuri mengatakan, pungutan liar (pungli) masih mengemuka dalam proses pelayanan publik di tahun 2017.
Bahkan pungli menjadi laporan berulang kepada pihaknya.
Menurutnya, banyaknya pungli masih didominasi sektor pendidikan dan pariwisata.
"Untuk pungli di sektor pendidikan kebanyakan terjadi di SD dan SMP negeri seperti pungutan uang gedung pengembangan institusi, uang seragam sekolah, uang buku yang di luar ketentuan," katanya, Kamis (11/1/2018).
Menurutnya, pungutan di sektor tersebut terjadi berulang-ulang sampai dilaporkan ke pihaknya, ia menilai berulangnya pelaporan tersebut karena minimnya penindakan, baik secara hukum maupun administratif.
Ia menilai bahwa seharusnya tidak sulit untuk membedakan pungli, karena secara sederhana, pungli dapat dikenali dengan melihat apakah ada peraturan yang menjadi dasar hukumnya dan apakah petugas yang memungut memiliki kewenangan.
"Hal itu (pungli) berulang-ulang terjadi mungkin karena minimnya penindakan, atau karena masih ada pemahaman yang permisif dari pemangku kebijakan ketika menyikapi pungutan di sekolah dapat dikategorikan sebagai pungutan liar atau tidak," ujarnya.
"Padahal, jika pungutan yang dilakukan tidak ada dasar hukum dan dilakukan oleh petugas atau orang yang tidak memiliki kewenangan untuk memungut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka seharusnya patut diduga itu adalah pungutan liar," imbuhnya.
Diungkapkan Budhi, bahwa dugaan maladministrasi di lembaga pendidikan, yaitu meliputi SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi di DIY berjumlah 34 laporan.
Dimana angka paling tinggi masih didominasi masalah penyimpangan prosedur.
"Dari 34 dugaan maladministrasi di sektor pendidikan, 30 merupakan penyimpangan prosedur, dan empat lainnya masing-masing meliputi masalah penundaan berlarut, tidak patut, permintaan imbalan dan penyalahgunaan wewenang," tandasnya.
Dipaparkannya, bahwa menurut survey, layanan Dinas Pendidikan di wilayah DIY masih masuk kategori merah, walau beberapa kabupaten masuk kategori kuning seperti Kabupaten Sleman dan Gunungkidul.
Untuk DIY masuk dalam daftar merah, dimana pencairan tunjangan profesi 42,5, pelayanan izin penelitian 36,5, Mutasi Siswa 42,5, dan masalah legalisir ijazah SMA/SMK 48,5.
Dikatakan masuk zona merah karena tidak mencapai angka 50 dari hasil survey.
"Survey semuanya merah, DIY, Kulon Progo dan Bantul merah semua," katanya.
Sedangkan Kabupaten Sleman untuk masalah mutasi siswa dan pelayanan legalisir ijazah masuk zona kuning dengan angka 75 dari ketentuan maksimal yakni 80.
Tak hanya kedua hal itu, untuk pembayaran tunjangan profesi juga masuk zona kuning dengan angka 69.
Untuk yang masuk zona merah antara lain, masalah izin operasional lembaga kursus dan pelatihan serta izin pendidikan PAUD/non formal di angka 45.
Zona merah juga dialami oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo yang mana pelayanan legalisir ijazah, sertifikasi guru dan mutasi siswa hanya 37,5 saja menurut survey yang dilakukan.
Sedangkan mengenai izin pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat hanya 43,5.
Sama dengan Kabupaten Sleman, Dinas Pendidikan Kabupaten Gunungkidul memiliki 3 pengurusan yang masuk zona kuning yaitu pelayanan legalisir ijazah dan rekomendasi mutasi siswa di angka 63.
Untuk surat keterangan pengganti ijazah/STTB juga di zona kuning dengan 69 dan hanya masalah sertifikasi guru yang masuk zona merah di angka 39.
Dinas Pendidikan Bantul menempati peringkat paling rendah dari segi survey, bahkan tidak menyentuh angka 30 dari ketentuan yang ditentukan di angka 80.
Mengenai pelayanan legalisir ijazah, surat keterangan pengganti ijazah, rekomendasi mutasi siswa dan izin pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat di angka 26,5.
Budhi kembali menjelaskan masalah laporan pungli di sektor pariwisata yang diterima pihaknya.
Dipaparkannya bahwa dari laporan yang diterima terkait masalah pungli di sektor pariwisata antara lain pungutan masuk area wisata dan parkir yang tidak sesuai dengan tarif sesungguhnya.
Dikatakan Budhi, bahwa pihaknya merasa laporan pungli di sektor pariwisata DIY masih banyak terjadi karena belum optimalnya para penegak hukum dalam melakukan tindakan.
Karena itulah muncul laporan pungli yang berulang-ulang kepada pihaknga selama tahun 2017.
Diakuinya, bahwa pungutan-pungutan liar memang kerap dilakukan oleh oknum petugas yang tidak resmi di daerah wisata khususnya daerah DIY.
Budhi mengatajan, berulangnya praktik punglu dalam pelayanan publik antara lain disebabkan karena tidak patuhnya penyelenggara/pelaksana layanan melengkapi informasi mengenai standar pelayanan, terutama tentang tarif, persyaratan, dan prosedur, di tempat-tempat pelayanan publik.
"Setiap tahun selalu terulang, mestinya bisa dipetakan itu agar bisa dicegah. Tampaknya pemerintah dan penegak hukum di DIY belum cukup optimal melakukan penindakan. Sehingga kurang memberikan efek jera kepada pelaku dan malah selalu berulang setiap tahunnya, khususnya pada masa-masa liburan panjang," katanya.
Terkait hal tersebut, pada tanggal 29 Agustus 2017 pihaknya telah menyampaikan saran tertulis kepada Walikota dan DPRD Kota Yogyakarta untuk merevisi regulasi mengenai penaraan pengelolaan parkir menjadi satu pintu dan terintegrasi dengan penataan transportasi publik.
"Penyebab banyak pungutan liar karena masih sulit parkir di DIY, ditambah yang mengelola banyak pihak, ada juga 5 Dinas yang mengelola. Karena itu harusnya satu pintu saja, dan sudah kami sarankan ke Walikota mengenai hal itu," ulasnya.
Dari hasil survey, standar pelayanan publik pemerintahan Kabupaten Kulon Progo lebih unggul dibanding daerah lainnya.
Hasil survey penilaian kepatuhan terhadap pemenuhan standar pelayanan publik yang dilakukan di DIY oleh pihaknya di tahun 2017 baru berada pada menunjukkan tingkat kepatuhan sedang.
Meskipun hasil tersebut sudah mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Diungkapkannya, untuk tahun ini Kabupaten Kulonprogo berada di peringkat teratas.
"Pemerintah Provinsi DIY meraih nilai 71,15 dengan tingkat kepatuhan sedang atau zona kuning, demikian juga Pemkab Sleman nilainya 67,33, Pemkab Bantul 66,67, Pemkab Gunungkidul 69,48 dan Pemkab Kulonprogo dengan skor 74,26. Kota Yogyakarta tidak lagi di survei karena pada tahun sebelumnya sudah meraih predikat kepatuhan tinggi dan masuk zona hijau," pungkasnya. (*)