Kisah Murkanya Dewa Krincingwesi dan Terbentuknya Merapi Sebagai Kraton Makhluk Halus

Alam pikiran tradisional masyarakat sekitar lereng Merapi memang sarat dengan mitos, dongeng, atau legenda yang beraneka nuansa dan versi

Editor: Mona Kriesdinar
IST
Ilustrasi 

Tapi niat itu teralang oleh kegiatan dua orang empu bersaudara, Empu Rama dan Empu Permadi, yang sedang membuat keris pusaka di tengah-tengah pulau.

Para dewa meminta agar kesibukan membuat keris itu digeser, karena di tempat itu akan diletakkan Gunung Jamurdipo.

Kedua empu ngotot menolak. Alasannya, keris pusaka Pulau Jawa itu hampir selesai dibuat.

Kontan Dewa Krincingwesi naik darah. Di angkatlah pucuk Gunung Jamurdipo lalu dilemparkan tepat ke lokasi kedua empu tadi.

Empu Rama dan Empu Permadi pun terkubur mati.

Untuk memperingati peristiwa itu, patahan pucuk Gunung Jamurdipo yang terlempar itu diberilah nama Gunung Merapi. Artinya, tempat perapian kedua empu.

Lantas Gunung Merapi diyakini sebagai keraton makhluk halus dengan rajanya roh Empu Rama dan Empu Permadi.

Roh keduanya oleh masyarakat setempat disebut Eyang Merapi. Dari mitos induk inilah muncul berbagai varian dan tafsiran baru oleh masyarakat lokal pada setiap zamannya.

Varian mitos perihal Gunung Merapi ini barangkali puluhan jumlahnya.

Sebab masyarakat di hampir setiap sudut lerengnya memiliki mitosnya sendiri sebagai bagian dari sistem keyakinannya entah dalam bentuk persepsi alam murni ataupun alam adikodrati atas gunung itu.

Kandungan salah satu mitos itu antara lain, bahwa korban letusan memang terpilih untuk dijadikan abdi dalem Keraton Merapi.

Atau sebaliknya, akibat keserakahannya sendiri semasa hidupnya.

Dalam mitos itu pula sebagian masyarakat lereng selatan Merapi percaya, jika mereka berbuat kebajikan, makhluk halus penjaga gunung akan melindungi dari segala bencana.

Perlindungan itu biasanya berupa pemberitahuan terlebih dulu sebelum gunung meletus hingga bisa menyelamatkan diri.

Lewat isyarat atau wangsit yang didapat dari mimpi: bisa berujud orang tua berjubah atau berupa gejala alam seperti suara bergemuruh, tanah bergetar, atau turunnya hewan-hewan liar.

Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved