Slamet Rudianto, Libero Sukun Yuso Gunadharma: Tekun dan Adaptasi Jadi Kunci Sukses

Meski awalnya hanya memenuhi kewajiban untuk memilih salah satu ekstrakulikuler sekolah, namun justru semakin menyukai hobinya itu.

Penulis: ang | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Angga Purnama
Slamet Rudianto 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Menekuni suatu hal dalam waktu yang lama tentu bukanlah perkara mudah.

Demikian pula Slamet Rudianto yang menekuni olahraga bola voli sejak 2004 silam.

Voli merupakan hobinya sejak masuk SMP.

Meski awalnya hanya memenuhi kewajiban untuk memilih salah satu ekstrakulikuler sekolah, namun justru semakin menyukai hobinya itu.

Hingga akhirnya beberapa kali berhasil mengukir prestasi, Slamet remaja semakin menyeriusi voli saat masuk SMA di Pracimantoro, Wonogiri.

Gayung bersambut, ketika memutuskan untuk menjadi atlet voli, libero kelahiran Wonogiri, 1 Januari 1991 ini mendapatkan kesempatan bergabung bersama Yuwana Sarana Olahraga (Yuso) ketika meneruskan pendidikannya di Yogyakarta.

Yuso menjadi titik baliknya sebagai pemain voli.

Slamet tak lagi bermain voli sebagai hobi semata, namun sudah menjelma sebagai pemain voli profesional hingga menjajaki kompetisi sekelas Liga Bola Voli (Livoli) dan Proliga.

Ternyata tekun dan adaptasi menjadi kunci suksesnya sebagai pemain bola voli.

“Dari dulu memang suka dengan voli. Saya tekuni agar bisa menjadi pemain profesional,” katanya, Senin (27/11/2017).

Sementara, adaptasi dibutuhkan untuk menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di perjalanan hidupnya sebagai pemain voli.

Menurut Slamet, adaptasi merupakan komponen yang tidak bisa diabaikan untuk meraih kesuksesan.

“Seperti halnya saya beradaptasi dari posisi spiker atau smasher ke posisi libero atau defender,” ungkapnya.

Atlet voli yang akan memperkuat tim Sukun Yuso Gunadhama pada kompetisi Livoli Divisi Utama 2017 Desember mendatang, mengaku sempat frustasi karena ia sudah nyaman bermain sebagai seorang spiker.

Namun ketika tergabung bersama tim Kejurnas DIY di Bogor ia justru di pasang sebagai seorang libero atau pemain yang bertugas menerima atau menahan berbagai serangan dari pemain lawan dengan melakukan teknik passing bawah maupun passing atas.

“Dulunya juru smash justru sekarang malah sering menerima smash dari lawan,” ujarnya.

Diakui olehnya, masa adaptasi posisi baru dalam waktu singkat bukanlah hal yang mudah, apalagi beban mewakili Yogyakarta di ajang Kejurnas.

Menurut Slamet, waktu pelaksanaan Kejurnas di Bogor, Yogyakarta menjadi tim unggulan, namun akhirnya harus menerima kenyataan tersingkir dan tak masuk empat besar.

“Kegagalan di Kejurnas membuat saya sempat down, merasa bermain kurang maksimal. Bahkan saya sempat tidak latihan karena meratapi kegagalan tersebut,” ujar pemain yang memiliki tinggi 175 cm ini.

Tak ingin terus meratapi kegagalan, Slamet justru membuktikan bahwa ia tak menyianyiakan kesempatan yang diberikan oleh pelatih.

Pada ajang Pra Pon dan PON 2011, Slamet kembali memperoleh kepercayaan mewakili DIY.

Bahkan setelah sempat frustasi karena masa adaptasi posisi baru sebagai libero, ia tebus lunas sebagai libero terbaik DIY 2012/2013. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved