Bandara Kulonprogo
Congkel Pintu dan Jendela Jadi Shok Therapy dari AP I untuk Warga Penolak Bandara
Pencongkelan daun pintu dan jendela itu menjadi bagian dari tahapan pengadaan tanah.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Pencongkelan paksa daun jendela dan pintu rumah menjadi semacam shock therapy dari PT Angkasa Pura I kepada warga terdampak pembangunan bandara yang masih berdiam di lahan bandara.
Termasuk juga sebagian warga yang masih menolak kehadiran megaproyek tersebut.
Project Manager Pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) PT AP I, Sujiastono mengatakan pencongkelan daun pintu dan jendela itu menjadi bagian dari tahapan pengadaan tanah.
Yakni, pengosongan bidang lahan dan bangunan yang ganti rugi pembebasannya dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri (PN) Wates.
Ini mencakup lahan-lahan bersengketa waris, sengketa di pengadilan, serta lahan dari warga yang menolak proyek tersebut.
Ia mengklaim sebelumnya sudah melayangkan surat pemberitahuan pengosongan lahan berikut Surat Peringatan (SP) hingga tiga kali.
Dalam surat itu, warga diminta mengosongkan lahan selambatnya 24 November.
AP I tak mau ambil pusing terkait penolakan warga dan menyatakan bahwa pembangunan bandara akan terus berjalan.
"Jadi, sebenarnya kita sudah perpanjang tiga hari dari tanggal tersebut. Hari ini kita menyasar 3-4 rumah dulu. Itu hak warga untuk menolak. Tapi, pada dasarnya, kalau sudah dikonsinyasi, tanah itu sudah jadi milik negara untuk pembangunan bandara," kata Sujiastono di sela upaya pencongkelan daun jendela dan pintu rumah warga di Palihan, Senin (27/11/2017).
Pemrakarsa pembangunan bandara itu mencongkel paksa daun pintu dan jendela tiga rumah warga di Pedukuhan Kragon II dan Munggangan Desa Palihan.
Rumah tersebut milik anggota kelompok warga yang masih menolak bandara, yakni Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP).
Status pembebasan tanahnya telah ditetapkan lewat konsinyasi di Pengadilan Negeri (PN) Wates.
Data AP I menyebut ada 159 bidang tanah yang ganti ruginya dikonsinyasikan ke pengadilan.
Sekitar 40 bidang di antaranya milik warga penolak bandara yang tergabung dalam Paguyuban Warga Penolak Penggusuran Kulonprogo (PWPP-KP).
Sujiastono menyebut, pihak PN Wates juga telah mendatangi masing-masing warga untuk menyampaikan surat undangan sidang konsinyasi.
Hanya saja, warga selalu menutup diri dan tidak mau menerima.
Pihaknya sudah membuat berita acara terkait data warga yang menolak surat undangan sidang konsinyasi dari pengadilan tersebut.
Pihaknya pada hari itu memang tidak serta merta merobohkan rumah warga dan hanya mencongkel daun pintu dan jendela serta menutup akses jalan masuk rumah dan meratakan pepohonan.
Hal ini dimaksudkan agar ada itikad warga untuk segera pindah mengosongkan bangunan.
AP I tetap akan menunggu warga tersebut pindah keluar dari bangunan secara mandiri.
"Harapan kami mereka akan berubah pikiran supaya tidak rugi sendiri. Kami beri kesempatan lagi agar warga bisa pindah dan mengeluarkan barang-barangnya. Namun, kita tetapkan kosongkan lahan dalam waktu secepat mungkin setelah ini," kata Sujiastono.(*)