JCW Menilai SP3 yang Diterbitkan Kejari Tidak Masuk Akal
Penerbitan SP3 tersebut nantinya berpotensi memancing opini dari banyak pihak khususnya khalayak luas.
Penulis: rid | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Pradito Rida Pertana
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi dana tunjangan DPRD Kota Yogyakarta periode 1999-2004 oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Yogyakarta dianggap hal yang tidak masuk akal oleh Jogja Corruption Watch (JCW).
Melalui Koordinator Divisi Pengaduan Masyarakat dan Monitoring Peradilan JCW, Baharuddin Kamba mengatakan, penerbitan SP3 tersebut dinilainya tidak tepat.
Apalagi alasan diterbitkannya SP3 karena kurangnya alat bukti terkait kasus tersebut.
Menurutnya, hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DIY saat itu menyatakan bahwa kasus dana tunjangan DPRD Kota Yogya 1999-2004 mengakibatkan kerugian keuangan negara yang totalnya mencapai Rp 4,9 miliar.
"Hasil audit BPK DIY harusnya bisa menjadi alat bukti yang kuat. Bahkan dari hasil putusan pengadilan saat itu ada beberapa eks dewan yang mengembalikan uang itu (kerugian negara). Harusnya semua itu jadi bukti yang kuat kalau negara memang dirugikan," katanya, Minggu (5/11/2017).
Dikatakannya pula, 17 orang tersangka yang telah diproses hukum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY sebelumnya terbukti bersalah, bahkan telah dijatuhi hukuman penjara.
Menurutnya, hal tersebut seharusnya digunakan pihak Kejari sebagai acuan dalam penanganan 13 orang yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi tersebut.
"Jadi alasan kurang alat bukti dan mengeluarkan SP3 kepada 13 orang itu tidak masuk akal. Jika dilihat, 17 orang sebelumnya saja bisa diproses Kejati DIY dan sampai dipenjara. Seharusnya Kejari juga bisa melakukannya, bukan malah meneken SP3 untuk kasus itu," katanya.
Ia menambahkan, dengan penerbitan SP3 tersebut nantinya berpotensi memancing opini dari banyak pihak khususnya khalayak luas.
Hal itu dikarenakan kasus yang sudah diperkuat bukti dan bergulir lama tersebut tiba-tiba malah mendapat SP3.
"Masyarakat seharusnya sudah bisa menilai ada apa di balik terbitnya SP3 itu. Karena kasus itu jelas masuk pidana korupsi, bukti yang memperkuatnya juga sudah ada. Jadi dengan terbitnya SP3 itu malah membuat Kejari terkesan berat sebelah dalam menangani kasus tersebut," pungkasnya. (*)
