Warga Berharap Ada Jalur Alternatif Dibalik Penutupan Jalan Bawah Flyover Janti
Ia merasa jika penutupan perlintasan tersebut sah-sah saja dilakukan, tapi jika memang sudah mendekati kebutuhan untuk ditutup.
Laporan Reporter Tribun Jogja, Pradito Rida Pertana
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Penutupan perlintasan kereta api di daerah Janti juga mendapat tanggapan dari warga sekitar.
Salah satunya adalah Sungkono (66), seorang pria yang sudah dari tahun 1986 bertempat tinggal di sekitaran perlintasan tersebut.
Dikatakannya, ia memiliki dua tanggapan terkait penutupan perlintasan tersebut.
Pertama, secara pribadi ia tidak mempermasalahkan penutupan tersebut, walau diakuinya akses untuk ke seberang rel harus sedikit memutar arah.
Namun, jika melihat warga yang mobilitasnya tinggi dan mengharuskan melewati perlintasan untuk mencapai tempat tujuan pastinya kebeberatan dengan penutupan perlintasan itu.
"Sudah sejak tahun 1986 tinggal di sini, kalau secara pribadi memang jadi agak sulit saat mau pergi ke sebelah utara, tapi karena saya masih mampu jadi agak tidak masalah," katanya saat ditemui di rumahnya, Rabu (1/11/2017).
"Tapi kalau untuk warga yang tingkat mobilitasnya tinggi, dan perlu lewat situ setiap harinya seperti penjual makanan dan anak sekolah ya jadi ikut keberatan juga. Karena kita hidup bermasyarakat, jadi harus saling mengerti juga," lanjutnya.
Ia merasa jika penutupan perlintasan tersebut sah-sah saja dilakukan, tapi jika memang sudah mendekati kebutuhan untuk ditutup.
Selain itu ia mengharap untuk dilakukan penundaan terlebih dahulu guna mempertimbangkan kebutuhan tersebut.
"Pengennya ditunda dulu sampai mendekati kebutuhan, karena menurut kami belum butuh ditutup permanen. Yang dimaksud kebutuhan itu dari kereta api, diaman volume kereta yang melintas kan belum terlalu banyak saat ini, jika sudah banyak oke lah perlintasannya ditutup permanen," ucapnya.
"Harusnya disiapkan dulu jalan alternatifnya, baru ditutup," lanjutnya.
Ditambahkannya, untuk penutupan seperti saat ini seharusnya pihak KAI memperhatikan berbagai aspek, seperti memberi penjaga di posnya sampai malam saat ada palangnya dulu itu.
Menurutnya, hal itu diperlukan untuk meminimalisir kecelakaan kereta api karena saat ini tidak ada suara sebagai tanda kereta melintas.
"Kasihan anak sekolah kalau lewat sana, tidak tahu keretanya lewat kapan. Kemarin kan ada bunyi loncengnya, nhah sekarang nggak ada sama sekali, padahal masih banyak orang yang lewat situ (perlintasan) untuk ke tempat tujuannya," tandasnya. (*)