Orasi Sultan Getarkan Semangat Ribuan Mahasiswa
Tepat 89 tahun lalu, tatkala kerapatan pemuda-pemudi Indonesia berikrar Sumpah Pemuda, kita adalah satu nusa, bangsa dan bahasa, Indonesia.
Penulis: Santo Ari | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X melakukan orasi kebangsaan, saat peringatan Sumpah Pemuda, di hadapan ribuan mahasiswa di Stadion Mandala Krida, Sabtu (28/10/2017).
Sultan mengatakan, tepat 89 tahun lalu, tatkala kerapatan pemuda-pemudi Indonesia berikrar Sumpah Pemuda, kita adalah satu nusa, bangsa dan bahasa, Indonesia.
Tapi kini, seakan tragedi.
Indonesia, yang dibangun dengan spirit Proklamasi dan gagasan indah tentang masyarakat yang damai, adil dan makmur, kini terancam menuju titik api perseteruan yang merintihkan suara kepedihan.
"Sungguh, awal dari sebuah perpecahan. Kebencian memang selalu tragis. Ia menorehkan luka bagi yang membenci maupun yang dibenci. Ia memecah kepribadian, menggores jiwa bangsa dan meretakkan semangat ke-Bhinneka Tunggal Ika-an," ujarnya.
Ia menambahkan, Ibu Pertiwi termenung sendiri, merana, menangis dan berdoa, melihat anak-anaknya bertikai tiada henti.
Di tengah Kalabendu, zaman tak menentu ini, lanjutnya, kita mimpikan hadirnya Kalamukti, zaman penuh kemuliaan dan ketenteraman sejati.
"Kita mimpikan sosok Herumukti bersenjata trisula, tombak tajam bermata tiga yakni kebenaran, keadilan dan kejujuran," tambahnya.
Jangka Jayabaya adalah ajakan transformasi untuk mengubah diri.
Lebih dari sekadar ramalan, ia membawa tuntutan zaman, agar kita hidup penuh semangat, dan berkarya bagi bangsa.
"Maka, tak perlu lagi kita nantikan Herumukti, sebab ia adalah kita-kita juga," tegasnya.
Dalam orasi itu, Gubernur DIY memaparkan, jika Boedi Oetomo adalah penyemai cita-cita, maka Sumpah Pemuda mempertegas bingkainya, proklamasi menancapkan tonggak perwujudannya, revolusi adalah masa menegakkan cita-cita itu.
Dan kini, generasi kita, tinggallah mewujudkannya.
"Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika janganlah sekadar kau puja layaknya mitos keramat. Tapi ubahlah ia, menjadi etos berbagi. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Janganlah kau simpan sebagai simbol ideal di peti mati. Tapi Gunakanlah ia, panduan aktual aksi di hari kini dan nanti," serunya.
"Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika Janganlah kau teriakkan sekadar slogan kosong, tapi gemakan suara dan tanamlah ruh kebangsaan, satukan Indonesia," pungkasnya.(*)